Share

05. Wanita Perusak Hubungan

Meira. Kekasih dari mas Alan itu bernama Meira. Salsabila cukup membenci menyebut nama itu. Tetapi mau bagaimana lagi, wanita itu kembali hadir yang mau tidak mau membuka kembali lembar kenangan menyakitkan itu.

Salsabila tahu kalau mas Alan dan Meira sudah menjalin hubungan jauh sebelum mereka melangsungkan pernikahan. Salsabila juga tahu kalau dahulu mereka pasangan saling mencintai tetapi terkendala di restu orang tua. Salsabila tidak tahu kenapa bunda Rena tidak merestui keduanya dan malah dirinya yang di jodohkan dengan mas Alan.

Namun, lambat laung Salsabila pun juga mengetahui kalau Meira lah yang lebih dahulu di jodohkan. Orang tuanya punya banyak utang, sehingga memilih menggadaikan dan menikahkan anaknya dengan anak rentenir itu. Pernikahan mereka tidak bahagia, suaminya suka main tangan dan dengan bantuan dari mas Alan mereka akhirnya bercerai. Tetapi, ada anak di antara mereka. Ya, anak yang saya lihat kemarin itu adalah anak dari mantan suaminya bukanlah anak dari mas Alan. Kenapa Salsabila bisa mengetahuinya? Karena diam-diam dahulu dia menyelidikinya, dan ia pun percaya kalau anak itu bukanlah anak mas Alan.

Dahulu, Salsabila cukup bahagia mendengar kabar itu. Karena itu menandakan mereka tidak saling terikat. Tetapi semakin ke sini, mas Alan malah semakin mendedikasikan diri sebagai ayah dari anak itu. Hal itulah yang membuat Salsabila semakin kecewa kepada mas Alan. Sungguh, Salsabila membenci Meira yang harus hadir di dalam hubungannya dengan Alan. Ataukah, justru dirinyalah yang patut di benci, karena telah menjadi orang ketiga di antara mereka? Entahlah.

Karena tanpa sengaja melihat kembali wanita itu bersama suaminya, nama Meira kembali mengingatkannya pada masa lalu. Pada saat di mana ia untuk pertama kalinya mengetahui bahwa pria yang menikahinya melalui perjodohan telah memiliki wanita lain di luar sana.

Awal-awal pernikahan keduanya, mereka masih tinggal di sebuah apartemen mewah milik seorang Alan. Salsabila yang saat itu masih berperan menjadi istri yang patuh, pengertian dan ingin dilirik oleh suaminya, tentu saja melakukan segala hal untuk itu. Termasuk menyediakan makanan untuk suaminya, bahkan turun tangan sendiri untuk membersihkan apartemen tersebut.

Seperti saat ini, Salsabila yang baru saja menyelesaikan masakannya siangnya itu begitu penasaran untuk mengecek kamar tidur pribadi Alan. Jadi setelah merasa masakannya sudah layak dihidangkan, ia matikan kompor dan meraih mangkuk kosong dari kabinet atas, menuang sup secukupnya sebelum meletakkan mangkuk tersebut di permukaan meja makan. Ada sebuah piring ceper berisikan tumis udang asam manis yang dibuatnya sebelum memasak sup tadi.

“Semoga kamu mau makan kali ini, Mas.” Salsabila bergumam penuh harapan meski kemungkinannya sangat kecil, ia tahu betul bahwa selama ini keberadaannya diabaikan dan masakannya pun tak pernah disentuh oleh pria itu.

Saat ia sedang menuju ke kamarnya sendiri, langkahnya terhenti saat hendak masuk ke dalam kamarnya. Ia menoleh tatap pintu kamar Alan yang tertutup rapat. Selama Salsabila membersihkan apartemen, ia bahkan tak menyentuh kenop pintu kamar Alan, ia juga tak tahu apa isinya di dalam sana dan bagaimana bentuknya.

“Kira-kira bersih apa kotor, ya?” Salsabila bermonolog dalam kesunyian, lalu ia memberanikan diri mendekat meski keraguan seolah menarik sepasang kakinya agar mundur saja.

Salsabila menghela napas panjang saat tangannya terangkat menyentuh kenop pintu, rupanya bisa dibuka dengan mudah tanpa dikunci sama sekali. Sepertinya pria itu percaya bahwa Salsabila tidak akan menginjakkan kaki ke ranah pribadi pria itu. Sesaat ia terhenti sejenak, keraguan kembali mengentaknya.

“Maaf, Mas. Aku masuk, aku cuma mau beresin kamar kamu saja. Permisi, ya!” Salsabila meminta izin untuk dirinya saja, ia lalu membuka lebih lebar pintu kamar Alan, perlahan menarik kakinya agar masuk—menginjak selasar di sana. Salsabila menekan tombol lampu pada tembok di dekat pintu, sekarang ia bisa melihat isi kamar Alan lebih jelas, memperhatikannya seraya melangkah pelan.

Ada sebuah meja berisikan beberapa tumpuk map, lampu untuk belajar dan sebuah laptop di sana, posisinya persis di samping jendela—mungkin suaminya itu sering memanfaatkan cahaya yang masuk untuk kerjakan pekerjaan kantornya di sana. Sebuah kursi berada di depannya, beberapa helai pakaian tersampir di bahu kursi, membuat Salsabila mendekat dan meraihnya.

“Ini kotor atau bersih?” Sebuah jeans panjang serta dua buah kaus, Salsabila membaui aromanya sejenak, terlalu manis aromanya untuk dikatakan jika pakaian itu sudah disentuh keringat Alan. Salsabila kembali meletakkannya di sana, ia kembali memperhatikan sekitar, sebelum bola matanya terhenti pada sebuah pigura foto di permukaan laci sisi ranjang besar milik pria itu.

Salsabila kembali mendekat, ia hempaskan bokongnya di tepi ranjang sebelum meraih benda yang semakin membuat fokus matanya tak ingin beralih. Sorot mata Salsabila meredup untuk detik-detik berikutnya, ia seketika diserang sisi melankolis kali ini.

Pigura dalam genggamannya memperlihatkan sepasang manusia—yang lebih pantas disebut pasangan kekasih, sebab pose kedanya tampak begitu mesra dan tidak bisa membohongi penglihatan siapa pun itu. Foto tersebut diambil dengan latar belakang sebuah gereja katedral yang begitu terkenal di Barcelona, bahkan telah masuk warisan dunia UNESCO meski proses pembangunannya belum selesai, sebut saja La Sagrada Familia. Tampak seorang perempuan dengan tinggi setara bahu Alan berdiri di sebelahnya seraya memeluk erat pinggang laki-laki itu dan tersenyum lebar menatap ke arah kamera, tangan kanan Alan tampak merangkul si perempuan, dengan senyum yang juga tak kalah lebarnya di arahkan pada kamera.

“Barcelona?” gumam Salsabila.

Salahkah jika ia kesal sekarang? Boleh tidak ia menerka-nerka tentang siapa perempuan dalam foto itu? Salsabila harusnya sadar bahwa pria yang dinikahinya itu dengan proses sebuah perjodohan tentu saja tidak mungkin kalau tidak memiliki seorang kekasih di luar sana. Alan adalah pria yang sempurna, siapa pun perempuanakan bertekuk lutut dengan segala kekayaan dan pesonanya. Hanya saja, entah kenapa ia begitu sedih dan ketakutan menyadari bahwa pria yang dinikahinya itu masih terpenjara dalam kenangan masa lalunya, dan sama sekali tak berniat untuk beranjak dari sana.

Dan yang paling Salsabila sesali sekarang adalah ia banyak tidak tahu perihal kehidupan suaminya sendiri. Benar-benar tak mengerti apa pun tentang sosok bernama Alan Putra Dirgantara.

Salsabila letakkan kembali pigura itu di tempat semula, ia menyadari kalau benda itu pasti sangat berharga—sebab Alan meletakkannya di tempat strategis, ia bahkan bisa melihatnya setiap waktu. Lalu, Alan bahkan tak menyingkirkannya meski ia telah memiliki dirinya—seorang istri. Salsabila tak akan tahu suaminya punya wanita lain jika ia tak nekat memasuki kamar pria itu. Miris dan pelik.

‘Aku memang bodoh, Mas. Karena tidak tahu apa-apa tentang kamu, dan masa lalumu. Dan kenapa juga kita harus terikat sama satu hal sesakral ini?’

Tanpa sadar kedua tangan Salsabila meremas permukaan seprai. Boleh jika ia terluka? Masing-masing akan memiliki rahasia kecilnya. Alan dengan miliknya, pun Salsabila sebaliknya, meski Salsabila sendiri tak pernah memiliki foto kenangan dengan seseorang di masa lalu. Ini bukan pertandingan, dan Salsabila tak ingin berlomba-lomba dalam hal konyol memamerkan apa pun di masa lalu—terutama jika hal itu akan menyakiti pasangannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status