Share

13

Happy Reading and Enjoy~

Kebanyakan orang akan melihatmu ketika sukses, lalu bergumam dengan nada kagum sembari mengucapkan, "Aku ingin jadi dia, aku ingin jadi kekasihnya. Aku ingin menikah dengannya dan di manja olehnya." Serta banyak ucapan lain yang membuat mereka lupa, bahwa sebuah kesuksessan di capai dengan usaha yang keras. Begitulah yang terjadi pada Allard Washington.

Wanita-wanitanya berlomba-lomba menarik perhatiannya, sementara rekan bisnisnya sibuk menjilat di bawah kakinya. Temannya bermuka dua, tidak ada yang benar-benar tulus ketika seseorang sudah berada di puncak.

Allard memasang tampang ramah, bersikap sebagai teman dan juga rekan bisnis yang memihak. Di belakang itu semua, Allard menampilkan taringnya. Tidak ada yang mengetahui sisi gelapnya kecuali orang-orang terdekatnya.

Kejadian lampau yang membawanya pada mimpi buruk masih sangat membekas, ia masih ingat bagaimana tangan-tangan kekar dan kasar itu memperlakukan tubuh kecilnya. Mungkin tidak ada yang menyadari, karena sejak kepergian orang tuanya, Allard mengganti namanya.

Aset dan harta-harta yang lain masih jatuh ke tangannya, itu jugalah yang membantunya menuju kesuksessan di umur yang masih muda. Terlebih, ia pandai menggilas musuh dengan cara apik.

Bertahun-tahun Allard memulihkan dirinya, meminum pil penenang guna menghilangkan memori kelam yang menyiksa. Hingga keajaiban mempertemukannya dengan orang yang selama ini dicari.

Joan Anan. Lelaki itu pernah sukses tapi sayang Allard tidak mengenalinya. Kesuksesan Joan berada jauh di bawahnya, itulah yang menyebabkan Allard tidak pernah bertemu dengannya dalam pertemuan bisnis.

Siapa sangka Luna membawanya pada keberkahan. Pria itu sudah mati di depan matanya, mengetahui kenyataan itu membuat Allard merasa lega. Tatapan matanya berpindah pada seorang wanita berambut pirang yang menangis dengan tubuh bergetar. Istri lelaki laknat itu, ia juga harus membunuhnya. Semua keluarga Joan harus mati!

Ia mengarahkan pistolnya tepat di kepala Yessie, tertawa sinis ketika melihat wajah pucat pasi yang terlihat pasrah itu. "Ada kata-kata terakhir untuk yang ingin kau ucapkan?"

Allard menunduk untuk menatap Luna yang terduduk lemas di pangkuannya. Wanita itu tidak pingsan, tetapi wajahnya terlihat seperti mayat tanpa darah. Ini pasti merupakan pukulan kuat bagi gadi itu, tetapi Allard tidak peduli.

Ia ingin Luna menyaksikan kematian ini dengan kedua matanya, agar suatu saat nanti Luna berterima kasih padanya, karena telah memperlihatkan tontonan yang menarik.

Sama halnya seperti tadi, Allard menyuruh bodyguardnya untuk membuka kain yang membekap mulut Yessie. "Aku tidak ingin menjelaskan padamu karena itu membuang-buang waktu, maka ku biarkan suamimu yang akan menjelaskannya di neraka nanti."

"Aku tidak tau apa yang membuatmu melakukan ini semua, satu yang ku sesali, menyerahkan Luna padamu. Aku melakukan kesalahan besar karena berharap padamu, kupikir kau bisa membantu perekonomian keluarga kami. Sampai di akhirat nanti aku tidak akan mengizinkanmu menyentuh Luna. Aku tidak ... aku tidak ...."

Yessie terisak, andai saja pertemuan Luna dan Allard bukan saran darinya. Lagi pula apa yang membuat seorang Allard Washington membantai keluarga kecil mereka, apa Luna melakukan kesalahan besar sehingga menyinggung pria penuh kuasa itu?

"Kau boleh membunuhku dan aku menyerah tanpa pemberontakan, tapi ku mohon ... ku mohon jangan sakiti Luna. Di-dia anak kami satu-satunya. Luna maafkan mommy!"

Luna menoleh pelan, tenaganya habis terkuras meskipun ia tidak melakukan apapun. Tetapi kejadian ini mampu membuat tubuhnya melemah.

"Jaga dirimu baik-baik"

Yessie berbisik pelan, menatap sendu ke arah Luna yang menggeleng ketika tangan Allard terangkat, siap-siap menembakkan pelurunya. Luna mendongak, berharap mendapatkan perhatian lelaki itu. "Ku mohon," pintanya lemas.

Tentu saja Allard tidak akan mendengarkannya, pria itu menarik pelatuknya secara perlahan. Dengan sisa kekuatan yang ada, Luna mengarahkan tangan Allard yang memegang pistol ke arahnya.

Membuat lelaki itu membelalakkan matanya sebelum dengan kecepatan yang sangat mengontrol tangannya, mengubah posisi dengan cepat hingga membuat peluru itu hampir mengenai Luna. Sedikit lagi.

"Bodoh! Apa kau gila!" teriaknya dengan suara keras. Ia mencengkram dagu Luna kuat, "Jika kau ingin mati nanti ada masanya, bukan sekarang. Aku juga akan membunuhmu, tetapi setelah aku puas dengan tubuhmu."

Ucapannya bagaikan janji kegelapan. Allard menyunggingkan senyum miring ketika melihat Luna membelalakkan matanya, ia menunduk menatap tangan Luna yang masih terikat dengan dasinya.

"Tanganmu cukup gesit juga," sindirnya sinis. Ibu jari yang digunakan untuk mencengkram dagu mungil Luna, merambat naik ke pipi. Menekan luka bekas sayatan pisaunya di pipi Luna, membuat gadis itu mengaduh kesakitan. "Jadilah penonton yang baik, lihat pertunjukkan ini dan nikmati."

Ap-apa pria ini gila! Tidak ada orang di dunia ini yang menjadikan kematian orang tuanya sebagai tontonan. Apalagi tontonan yang menarik untuk di lihat. Hanya orang-orang yang jiwanya rusak seperti Allard yang bisa menikmatinya.

"Good," ucapnya dingin. "Jadilah gadis yang penurut."

Perhatiannya kembali pada Yessie yang menatapnya tajam. "Bye," katanya dengan nada yang luar biasa menjengkelkan ketika menarik pelatuknya. Mengeluarkan peluru lalu mendarat tepat di dahi Yessie.

"MOMMY!!!" Luna berteriak, mencoba menggapai tubuh ibunya. Kali ini pemberontakannya cukup kuat, ia meraung dengan memanggil nama Yessie berulang-ulang.

Satu tamparan ringan mendarat di pipinya, membuat Luna terdiam. Yah, tamparan ringan bagi Allard bukan bagi Luna sendiri, sebab tamparan itu mampu membuat pipinya yang halus memerah.

Setelah yakin Luna tidak lagi memberontak dan diam di pangkuannya, Allard kembali melayangkan beberapa tembakan pada tubuh Yessie.

Wajahnya tersenyum cerah, oh ya Tuhan, siapakah orang di dunia ini yang tersenyum sehabis membunuh seseorang? Lelaki itu tampak senang, wajahnya berbinar. Sementara Luna memejamkan matanya dengan lelah.

Luna merasa dirinya juga turut pergi bersama daddy dan juga mommynya. Pandangan matanya menggelap, Luna ingin melupakan semuanya. Ia ingin setelah kegelapan yang menyelimutinya ini, semua yang di lihatnya dan yang terjadi adalah mimpi. Andai waktu bisa di putar kembali.

"Urus jasad mereka, panggil tim khusus seperti biasa," perintahnya pada Theo, tangan kanan yang menjabat menjadi sekretarisnya selama lima tahun lamanya.

Theo mengangguk patuh, mengerti dengan tim khusus yang dimaksud Allard. Tentunya ini bukan pertama kali bagi Allard membunuh seseorang, ia bahkan memiliki tim khusus yang menghilangkan semua jejak serta sidik jari.

Kejahatan yang di lakukannya akan tertutupi tanpa bisa di lacak. Ia berdiri, mengangkat tubuh Luna yang lemas. Mata gadis itu terpejam, tampaknya ia pingsan atau tertidur. Allard tidak perduli, bagaimanapun ini sesuatu yang bisa merusak kejiawaan seseorang.

Untuk saat ini Allard akan membiarkan Luna tertidur dengan nyaman, tidak ingin mengusik gadis itu terlebih dahulu. Gadis itu juga belum sembuh, masih terdapat memar-memar di seluruh tubuhnya akibat pukulan Allard. Ah, hidupnya benar-benar berubah sekarang.

Bersambung...


Halo semuanya, jangan lupa share cerita ini ke teman-teman kamu agar bisa sama-sama suka dengan cerita ini ya. Jangan lupa juga follow Instagram Author; Mesir_Kuno8181

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Theresia Debbie
sadis banget
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status