Happy Reading and Enjoy~
Luna membuka kain yang digunakan untuk menutup mulut Yessie. Tidak menyadari Allard yang berjalan mendekat ke arahnya, pria itu mencengkran tangan Luna, membawa gadis itu menjauh dari Yessie. Satu tamparan kuat di layangkan pada pipi Yessie hingga tubuh wanita itu sedikit oleng, Allard kembali memasangkan kain untuk menutup mulut Yessie.
"Sudah ku bilang menjauh dari mereka! Kenapa kau keras kepala, hah!" teriaknya tepat di depan wajah Luna, membuat gadis itu memejamkan matanya dengan tubuh bergetar.
"Jangan dekati orang seperti mereka!" desisnya tajam. Allard menariknya menjauh dengan sedikit paksaan, sebab Luna memberontak.
Lelaki itu kembali duduk di tempatnya, membiarkan Luna berdiri di sebelahnya. Allard menyodorkan pistol yang di pegangnya pada Luna. "Bunuh mereka," perintahnya tegas.
"K-kau gila!" Tubuh Luna menggigil, tetapi ia punya ide yang lebih bagus. Diambilnya pistol itu lalu dikerahkannya pada Allard. "Aku akan membunuhmu!" katanya penuh tekad.
Allard tertawa kejam. Dengan satu sentakan kuat, pria itu menarik tangan Luna dan mengambil pistol yang berada di tangan gadis itu. Ia juga membawa Luna duduk di pangkuannya. "Lihat baik-baik, bagaimana aku memperlakukan orang yang kau anggap spesial itu."
Allard mengarahkan pistolnya tepat pada kepala Daddy Joan, daddynya sendiri tidak memberontak, hanya melayangkan tatapan tajam yang membunuh.
Kobaran kebencian berkibar di kedua mata daddynya itu. Rasa bersalah yang sangat merayapi hati Luna. Jika saja ia tidak mengikuti saran ibunya, oh, jika saja ia tidak mengunjungi Allard dan meminta pria itu menikahinya, maka semua ini tidak akan terjadi.
Sebelum Allard memutuskan untuk menarik pelatuknya, Luna merebut pistolnya dengan gerakan cepat. Ia berusaha pergi, tetapi Allard menariknya kembali ke pangkuan lelaki itu.
Allard menyatukan kedua pergelangan tangan Luna dalam cengkraman tangannya yang kuat, sementara satu tangannya yang lain membuka dasinya dengan gerakan cepat. Setelah itu, Allard mengikat kedua tangan Luna dengan dasinya.
"Lihat ini baik-baik, Luna." Ia kembali mengarahkan pistolnya ke arah Daddy Joan. Tersenyum miring sebelum menarik pelatuknya. Tetapi sebelum itu, Allard menggerakkan tangannya untuk menyuruh salah satu bodyguard agar membuka kain yang menutup mulut Joan.
Dengan senyuman sinis, Allard berucap kejam. "Ada kata-kata terakhir sebelum menuju akhirat?"
Luna memberontak, berusaha melepaskan diri dari pelukan Allard yang erat. Joan menggertakkan rahangnya, "Ingat kejadian ini, Luna. Ingat perbuatan bajingan ini terhadap keluarga kita. Ingat bahwa dia yang membunuh daddy dan juga mommymu. Balaskan dendam daddy, bunuh dia dengan kedua tanganmu!"
Allard terbahak, "Berpura-pura menjadi orang tua yang baik, eh? Jangan bersikap seperti ayah sungguhan, sialan!"
Ia menodongkan pistolnya, menarik pelatuk guna menembakkan peluru menembus dahi Joan. Suara tembakan menggema di langit-langit ruangan, seolah belum merasa cukup. Allard kembali menarik pelatuknya, menembakkan peluru beberapa kali hingga membuat tubuh Joan ambruk bersamaan dengan kursi yang di tempatinya.
Luna melemas, tubuhnya bersandar penuh pada dada Allard. Ini salah, daddy yang di sayangnya di bunuh di depan matanya. Mengapa ini terjadi? Secara tiba-tiba dan terlihat tidak masuk akal. Pistol itu tepat berada di hadapannya dan Luna tidak bisa mencegahnya. Dia anak yang tidak berguna, sungguh tidak masuk akal.
A-apa Allard mengira daddy adalah musuhnya dan Luna benar-benar mata-mata seperti yang di katakan pria itu? Jika memang begitu, Luna tidak akan mengampuninya.
***
Gadis itu masih tertidur, atau bisa disebut dengan wanita karena keperawanannya baru saja direnggut oleh Allard. Ia berjalan ke luar kamar, tidak ingin membangunkan Luna dengan suara teleponnya.
"Selidiki keluarga Luna Ananta. Aku punya firasat buruk tentangnya." Tanpa basa basi Allard langsung memerintah lawan bicaranya. Pengamatan Allard cukup tajam, itulah kenapa dirinya bisa sukses di umur yang masih muda.
Masa lalu yang kelam membuatnya tumbuh menjadi sosok yang kuat dan kejam, tetapi itu semua selalu di tutupi dengan tingkahnya yang berpura-pura ramah. Terlebih, Allard selalu ramah kepada setiap wanita dan panas di ranjang.
Orang yang bisa melihat dirinya yang kelam hanya orang-orang yang bermasalah dengannya. Allard tidak ingin menutupi sikapnya di depan Luna, ia ingin gadis itu mengenali dirinya yang asli. Ia selalu mampu menampilkan sosok ramah dan baik terhadap publik, berpura-pura memihak padahal menginjak. Itulah cara Allard mengenali musuh-musuhnya.
Ada yang mengganggu pikirannya sejak bertemu dengan gadis itu, dirinya seolah terikat. Rasa possesif dan kemauan kuat untuk memiliki mengikat erat dirinya, Allard harus menyelidiki terlebih dahulu asal usul keluarga gadis ini.
Saat apa yang di curigainya terbukti salah, Allard akan menikahi Luna dan jika kerucurigaannya benar, Allard juga akan menikahi gadir itu, Tetapi dengan prtunjukkan yang menarik. Allard akan membuat Luna melihat tontonan langsung dari rencananya.
"Bisakah kau ulangi nama gadis itu?"
Allard berdecak jengkel. "Aku tidak terlalu suka mengulangi kata-kataku, tetapi kali ini akan ku lakukan. Luna Ananta. Cepat temukan jangan membuatku menunggu terlalu lama."
Lawan bicaranya terkekeh. "Kau harus menaikkan gajiku untuk hal ini."
"Aku tidak menyangka orang seprtimu masih mengharapkan gaji," sahutnya sinis dengan nada menyindir yang kental.
Arthur, lawan biacaranya itu terbahak. "Tutup telepon ini jika kau ingin cepat prosesnya, suaramu mengganggu pekerjaanku."
Tidak perlu di perintah dua kali, Allard langsung mematikan sambungannya. Ia memilih kembali ke kamar, menatap Luna yang masih menutup matanya.
Memakaikan pakaian kepada gadis yang tertidur memang terasa sulit, bukan karena hal apapun. Tetapi karena hasrat yang harus di tahan. Dengan mengertakkan gigi berusaha memedam hasratnya yang kembali muncul, Allard memakaikan Luna pakaian dengan bersabar.
Tepat saat pakaian Luna terpasang seluruhnya, ponsel Allard berbunyi dan nama Arthur tertera di sana. Allard mengangkatnya dan kembali berjalan ke luar kamar.
"Aku menemukan kabar mengejutkan untukmu!" seru Arthur dengan semangat. Lelaki itu tampak takjub dengan hasil temuannya. "Sebutkan berapa uang yang akan kau berikan padaku mengenai hal ini? Karena ku yakin ini sesuatu yang menarik minatmu. Dan mungkin ... sesuatu yang kau tunggu-tunggu sejak lama." Ucapan Arthur berubah misterius, ada nada puas yang terselip di sana.
"Shit! Aku masih tidak mengira kau sehaus ini mengenai uang. Masalah itu tidak perlu kau khawatirkan, berapapun yang kau minta akan kuberi. Cepat katakan hasil temuanmu."
Arthur tertawa. "Baiklah, keluarga Luna Ananta adalah keluarga yang membuat masa kelammu tercipta. Singkatnya, merekalah penyebab dari semua penderitaanmu. Kau tentu tidak lupa dengan apa yang terjadi padamu dulu, bukan?"
Seluruh tubuh Allard mendingin. Keluarga Luna yang membuatnya ... membuatnya harus meminum pil setiap malam guna menenangkan dirinya. Ingatan-ingatan masa lalu itu berkelibat masuk memenuhi isi pikirannya, membuat Allard menyentuh kepalanya yang mendadak pusing.
"Intinya adalah, merekalah yang kau cari selama ini."
Bersambung....
Ara menatap Allard dan Luna bergantian.''Selama aku menikah dengan Alex aku belum pernah kencan dengannya. Dan apa? Kalian menitipkan Sia karena ingin kencan seharian! Huh, jika aku tidak menyukai Luna, aku tidak akan mau melakukannya!''Luna mengulum senyum. ''Maafkan aku, Ara. Aku tidak tahu lagi kepada siapa kami bisa menitipkan Sia. Kau tau bahwa Sia sangat suka bermain dengan Dom.''Ara mengibaskan tangannya ke udara. ''Ya, kurasa kita akan menikahkan anak kita setelah besar nanti,'' ucapnya sembari mengedipkan matanya sebelah.Luna terkekeh sementara Allard berdehem. ''Aku tidak mau menjadi keluarga dari kembaran Arthur.''''Lupakan! Aku juga tidak mau putraku punya mertua sepertimu.'' Ara melotot.Seketika Luna terbahak, wanita itu menutup mulutnya dengan satu tangan guna meredam suaranya.''Baiklah, mungkin kami bisa pergi sekarang. Maaf merepotkanmu, Ara.''Ara ter
Luna mengulum senyum saat merasakan lengan kekar yang menyelimuti tubuhnya.''Kau masih marah padaku?'' Allard bertanya lembut.Ia tidak menjawab, kali ini apapun bentuk rayuan Allard tidak akan bisa mempengaruhinya. Lelaki itu tidak berubah!Bagaimana bisa menghukum salah satu karyawannya karena tidak sengaja memegang lengan Luna ketika ia hampir saja terjatuh. Jika karyawan itu tidak menolongnya maka sudah bisa dipastikan kedua lututnya mencium lantai.Bukannya merasa berterima kasih, Allard malah marah dan mengancam untuk memecatnya. Lelaki itu sungguh posessif! Dan sungguh ini bukan yang pertama kalinya.''Aku minta maaf, aku hanya tidak rela tubuhmu disentuh pria lain.''Luna mencoba melepaskan pelukan Allard.''Kau selalu berkata begitu dan mengulangi kesalahanmu. Apa kau tidak berpikir jika dia tidak ada maka tubuhku jatuh ke lantai? Makan siangmu juga akan jatuh berantakan. Ka
Tok tok tok Luna langsung membuka pintu tanpa melihat tamunya terlebih dahulu. Seketika ia langsung terperanjat melihat Grey yang berdiri di depan pintu rumah kumuhnya beserta beberapa bodyguard yang lain. Buru-buru Luna menutup pintunya, tapi Grey lebih dulu menahannya. ‘’Boleh saya masuk, Nona?’’ ‘’Ma-maaf, aku tidak bisa membiarkan orang asing masuk. Permisi.’’ ‘’Tunggu!’’ Grey tetap menahan daun pintu agar tidak tertutup. ‘’Ini tentang Tuan Allard. Saya tahu bahwa Anda mungkin tidak mau lagi mendengar apapun tentangnya, tapi saya belum pernah melihat Tuan sefrustrasi itu kehilangan seorang wanita.’’ Luna mendongakkan dagunya dengan gaya sombong. ‘’Yang dia inginkan adalah anak ini, bukan aku.’’ ‘’Anda salah, nona. Saya datang ke sini ingin membuat perjanjian dengan Anda.’’ ‘’Perjanjian’’ Luna mengerutkan dahinya, lalu pada akhirnya membuka lebar pintu rumahnya. ‘’Masuklah, kita bicarakan di dalam.’’ Tidak perlu diperintah dua kali, Grey langsung melangkah masuk. ‘’
Happy Reading and Enjoy~Allard menekan perasaan ketika tiba di depan rumah kumuh yang berada di hadapannya. Bagaimana bisa Luna memutuskan berada di sini dan meninggalkan kastilnya yang mewah!?Ia mengetuk pintu rumahnya. Tidak ada jawaban. Allard kembali mengetuknya dengan tidak sabar, ia sudah menahan dirinya agar tidak langsung mendobrak pintu kumuh ini. Masih tetap tidak ada jawaban, yang terdengar hanya erangan kesakitan.''Luna kau di dalam?'' Ia bertanya cemas.Tidak ada sahutan. Kembali yang terdengar hanya erangan.Persetan dengan segalanya, Allard mendobrak pintu kumuh itu. Hanya dua kali dobrakan engsel pintu itu langsung terlepas. Ia akan memberi pelajaran bagi siapapun yang telah memberi Luna rumah tak layak pakai ini.''Luna!''
Happy Reading and Enjoy~Tidak ada yang berubah dari hubungan mereka, tapi sikap Allard perlahan berubah menjadi sedikit lebih hangat. Lelaki itu akan memeluknya dan mengelus perutnya hingga Luna terlelap.Saat bangun pagi Allard sendiri yang menyiapkan sarapannya. Ekspresi lelaki itu tetap sama, datar tanpa senyum. Sampai saat ini mereka baik-baik saja.Dan jika ada bom maka inilah harinya. Saat ia sedang berjalan-jalan di taman, salah satu bodyguard menghampirinya dan memberikan satu rekaman kecil.''Nona, saya mohon jangan beritahu Tuan Allard. Jika nona memberitahunya maka nyawa saya melayang, saya hanya ingin hidup nona bahagia tanpa adanya tipuan. Hanya ini yang bisa saya lakukan.''Mendengar hal itu ia buru-buru pergi ke kamarnya dan menghidupkan benda kecil yang di
Happy Reading and Enjoy~“Ada satu kabar gembira lagi yang ingin saya sampaikan. Wanita yang berdiri di samping saya ini sedang mengandung, tidak ada hari yang paling bahagia kecuali hari ini. Hari dimana saya tahu bahwa istri saya tersayang mengandung anak kami.”Riuh tepuk tangan terdengar membahana, semua tamu yang berada di sana memasang wajah ceria dan bahagia. Semua tersenyum dan bergantian memberi ucapan selamat, berbanding terbalik dengan Luna yang memucat.Allard mengetahui dirinya hamil. Sejak kapan? Apa lelaki itu langsung menyelidikinya setelah pergi dari kamarnya kemarin? Lantas mengapa Allard tidak mendatanginya dan marah kepadanya seperti yang ditakutkannya?Bahkan Allard menyampaikan kabar itu di depan rekan-rekan bisnisnya, apa lelaki itu menerima anak yang berada di kandungannya?“Kenapa wajahmu p