Home / Romansa / What A Bad Thing / Panggil Saja Hansa

Share

Panggil Saja Hansa

Author: SayurKubis
last update Last Updated: 2021-06-08 23:42:20

Suara alarm yang disetel Azura di ponselnya berbunyi berkali-kali dan nyaris membuat telinga si pemilik ponsel itu sendiri tuli dibuatnya.

Ini adalah hari libur dan seharusnya hari ini Azura gunakan sebaik mungkin untuk hibernasi panjang. Tubuhnya enggan untuk bangkit, dia mengerang pelan saat alarm itu menyala lagi.

Dengan mata yang masih setengah terpejam, Azura segera melihat jam di layar utama ponselnya.

Pukul 08.30 Pagi.

Hal itu sontak membuat Azura segera bangkit, kepalanya terasa sangat pusing dan pandangannya berputar-putar ketika dia bangun secara cepat. "Aissh… Kepalaku." Azura menyentuh kepalanya dengan gerakan halus.

Sudah hampir jam 9 pagi dan Azura baru ingat jika dia ada janji untuk bertemu dengan Hansa di apartemen dosennya itu. Azura dengan gerakan cepat menuju kamar mandi dan berganti pakaian. Dia tidak ada waktu lagi untuk berdandan sedemikian rupa.

Masa bodoh dengan penampilannya yang ala kadarnya, ini adalah hari libur dan tidak ada yang bisa mengaturnya ketika dia bebas dari jam kuliah di kampusnya.

Azura hanya mengenakan kaus blus berwarna baby blue yang mempunyai tulisan 'Wonder Girl' di bagian dadanya dan celana jeans tiga per empat yang warnanya senada dengan kaus yang dia pakai. Tidak lupa Azura mengikat tinggi rambutnya yang cukup panjang dengan ikat rambut putih bercorak kelinci imut.

Lalu, satu sentuhan akhir adalah lip balm rasa cherry mint sudah terpoles di bibir kecil nan merah milik Azura.

Sempurna!

Dia terlihat sangat fresh meskipun bangun kesiangan. Meraih tas punggung kecil berwarna putih yang biasa dia pakai untuk jalan-jalan, dengan segera Azura keluar dari kamar kost miliknya.

Sebuah kebetulan, Gauri juga baru saja keluar dari kamar kost yang berada tepat di samping kamar kost Azura.

"Oh, Hai! Apakah hari ini kau akan mulai menemui Pak Hansa?" tanya Gauri yang masih mengusap matanya sebelah, sangat jelas terlihat temannya itu baru bangun tidur.

Azura mengangguk lambat. "Ya, aku akan menandatangani kontraknya. Setelah itu aku segera pulang," jawab Azura yang mengunci pintu kamar kost nya.

"Hmm begitu, baiklah hati-hati jika terjadi sesuatu padamu. Segera hubungi aku ok! Nomor ku tetap berada di panggilan darurat utama bukan?"

"Selalu," kata Azura yang segera bersiap pergi. "Aku pergi dulu!"

"Ya! Semoga berjalan lancar!"

***

Azura sekarang berada di lobi utama apartemen yang sangat mewah di kota tempat dia tinggal. Hebatnya lagi, sejak pertama kali dia berada di luar gerbang depan apartemen bertingkat puluhan itu. Ada banyak security dan juga beberapa penjaga di sana yang selalu siap siaga.

Sejenak Azura berpikir jika apartemen ini tampak terlalu mewah untuk seorang dosen yang mengajar di sebuah universitas swasta.

Azura tahu gaji dosen yang mengajar di universitas swasta itu tentu besar. Tapi, apa benar gajinya itu bisa membeli salah satu apartemen yang bersih dan kemungkinan besar lantainya bisa dijilat.

Haruskah Azura mulai berspekulasi jika dosennya yang bernama Hansa itu adalah anak orang kaya, yang secara kebetulan bekerja sebagai dosen di kampusnya hanya untuk menyibukkan diri.

"Ada yang bisa saja bantu Nona?"

Pertanyaan dari resepsionis apartemen itu menegur Azura yang sibuk dalam pikirannya sendiri memecahkan lamunan Azura.

"Nona?"

"Ah, hahaha ... Maafkan saya, saya sempat melamun tadi. Apakah ini benar Fancy Diamond Apartemen?"

"Ya Nona, itu benar. Apakah ada yang bisa saya bantu untuk nona?" tanya resepsionis itu lagi pada Azura dan kali ini Azura melihat ada tatapan sedikit meremehkan berkilat di mata resepsionis perempuan itu.

Azura tahu penampilannya yang terlihat biasa saja seperti sekarang memang agak mencurigakan datang ke apartemen mewah seperti ini.

"Saya hendak bertemu dengan Pak Hansa, beliau tinggal di apartemen ini." Azura mengeluarkan kartu nama Hansa dan meletakkannya di atas meja resepsionis yang sontak membuat resepsionis yang tadinya memandang rendah dirinya dengan cepat tersenyum munafik yang memuakkan.

"Anda tamunya Tuan Hansa, tentu saja saya akan segera memberi kabar ini pada Tuan Hansa. Jika boleh saya tahu, siapa nama anda Nona?"

"Azura, katakan itu saja padanya." Azura menjawab dengan malas.

Resepsionis itu mengangguk dan menyambungkan panggilan pada Hansa.

Tidak perlu membutuhkan waktu yang lama. Resepsionis itu segera memberitahu Azura nomor apartemen Hansa dan juga lantai berapa apartemen dosen muda itu berada.

Tanpa banyak basa-basi dan membuang waktu, Azura segera melenggang menuju apartemen Hansa.

Anehnya, kali ini jantungnya berdegup agak kencang dari biasanya.

Apa dia gugup?

Ini hanyalah pertemuan normal dan Azura cuma perlu menandatangani kontrak singkat dan membicarakan gajinya nanti.

Tapi perasaan gugup itu tetap saja terus menghantui dirinya karena bagaimanapun ini adalah kali pertama bagi Azura untuk mengunjungi rumah seorang dosen dan yang lebih buruknya dia akan masuk ke dalam apartemen seorang dosen laki-laki muda.

Lelah dengan segala macam pemikiran berat yang bersarang di kepalanya, Azura sampai tidak menyadari jika lift sudah terbuka dan dia kini sudah lebih dekat dengan apartemen milik Hansa.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Azura mencari pintu apartemen yang sangat bersih dan juga terawat itu.

Namun, belum sempat Azura melakukan panggilan melalui intercom di pintu apartemen tersebut. Pintu apartemen itu segera di buka, menampilkan sosok menawan dosen muda berwajah tampan yang bernama Hansa itu.

Azura sendiri sempat terpaku, melihat penampilan dosennya itu menyambut kedatangannya dengan setelan baju yang sangat amat rapi dan juga berkelas.

Sangat berbeda sekali dengan penampilan Azura yang santai.

"Haruskah saya pulang lagi dan berganti pakaian?" Itu adalah pertanyaan yang sangat tidak terduga keluar dari mulut Azura.

Sehingga ketika dia tersadar dengan pertanyaan bodohnya itu. Azura tersenyum malu.

"Konyol," ucap Hansa sambil tersenyum miring. "Anda tidak perlu berganti pakaian, ini bukan sesi wawancara kerja. Jadi, silakan masuk," sambungnya membuat Azura mengangguk dan melangkah masuk ke dalam apartemen mewah milik Hansa.

Dia tidak pernah berpikir dirinya akan berada di dalam apartemen yang terlihat sangat luas dan benar-benar bersih. Katakan saja dia berlebihan atau norak. Tapi, bagi seorang gadis yang sudah hidup mandiri selama hampir empat tahun itu. Azura sangat kagum melihat kediaman yang bernuansa putih itu.

Apakah dia baru saja masuk ke pintu surga?

Namun, lagi-lagi dia menggelengkan kepalanya. Ini bukan surga, melainkan trial surga.

"Apakah ini benar rumah anda Pak?" tanya Azura ketika dirinya diam-diam melirik guci mahal yang besar di samping pintu masuk.

"Ini rumah saya sendiri. Apa ada yang salah?"

Azura segera menggelengkan kepalanya, lalu berucap dengan nada gugup yang terburu-buru.

"Tidak! Tentu tidak ada yang salah sama sekali, ini sempurna!" katanya sambil tersenyum lebar pada Hansa yang sekarang menatap dirinya dengan tersenyum tipis.

"Baiklah, sebelum kita mulai membicarakan kontrak kerja. Apakah anda mau kopi atau teh?" tawar Hansa yang merupakan tuan rumah baik hati itu.

Azura menggeleng, "Tidak perlu repot-repot, Pak. Saya tidak terbiasa minum teh dan kopi, air putih saja sudah cukup," jawab Azura membuat Hansa mengerti.

"Baik, selagi menunggu saya membawa minuman. Silakan duduk dengan nyaman," ucap Hansa yang segera berlalu menuju dapur.

Azura menjatuhkan tubuhnya untuk terduduk di sofa berbahan lembut. Sesekali dirinya melihat-lihat beberapa barang-barang unik di apartemen dosennya itu.

Dari sekian banyak barang yang terlihat mahal dan berkelas, ada satu barang yang menarik perhatian Azura.

Gadis itu perlahan bangkit untuk melihat lebih dekat barang tersebut. Sebuah keterkejutan merambat ke dalam tubuh Azura.

Itu adalah empeng bayi, ada tiga buah empeng bayi yang diletakkan secara sembarangan di atas meja kayu jati bergaya modern itu.

'Apakah Pak Hansa benar seorang bujangan?' gumam Azura sambil terus mengamati empeng berwarna-warni tersebut.

Sebab, dari info yang Azura dapatkan secara singkat tentang Pak Hansa dari Gauri yakni, jika dosennya itu adalah bujangan ting-ting yang sama sekali belum pernah dekat dengan orang lain apalagi menjalin hubungan.

Meskipun fakta mengatakan dia adalah bujangan, lalu apa-apaan empeng bayi yang masih tampak segar dengan air liur di depan mata Azura sekarang?

"Azura sedang apa anda berdiri di sana?" tanya Hansa pada Azura.

Azura menoleh dan tersenyum lalu mengelap tangannya di bajunya.

"Ah... tidak ada, saya hanya sedang melihat-lihat koleksi bapak saja," jawab Azura yang kembali duduk dengan sopan di sofa empuk milik Hansa.

"Tidak perlu memanggil saya Pak, kita tidak sedang berada di lingkungan kampus. Hansa saja sudah cukup," jelas Hansa membuat Azura menatapnya dengan tatapan rumit.

"Usia kita hanya berbeda lima tahun. Bersikap selayaknya saja, saya sendiri lebih senang dipanggil Hansa," katanya lagi.

Azura menunduk menatap cangkir berisi air putih dingin dan juga ada sepiring cookies cokelat siap untuk dimakan oleh Azura.

"Saya hanya merasa tidak etis, memanggil seseorang yang merupakan dosen saya sendiri di kampus dengan sebutan nama, rasanya sangat aneh," ungkap Azura.

"Saya telah mengizinkan anda untuk memanggil saya dengan nama dan tidak ada yang salah di sini. Jadi, mari kita bicarakan kontrak kerjanya."

Wajah Hansa sendiri tidak menunjukkan jika dia keberatan, sedangkan Azura di sisi lain tersenyum tipis.

"Baik Pak-uhm maksud saya Hansa," balas Azura yang sepertinya harus mulai terbiasa menyebut nama dosennya itu.

'Ini sangat canggung!' jerit Azura di dalam hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • What A Bad Thing   [TAMAT] Lima Hari Tidak Ada Kabar

    Awalnya Azura sama sekali berpikir jika Hansa memang ingin memberikan istirahat penuh untuknya yang sudah bekerja keras dalam mengurus tiga anak dosennya itu. Sehingga Azura merasa bahwa Hansa memiliki rasa perhatian terhadap dirinya karena Azura pada dasarnya perlu mempersiapkan proyek tugas kelompoknya untuk ujian akhir beberapa minggu ke depan. Meskipun begitu, dua hari tidak bekerja dirasa sudah cukup bagi Azura menganggur dan dia sudah memiliki energi penuh kembali agar bisa mengurus anak-anak Hansa. Lagi pula, Azura sudah sangat merindukan Ilhan, Ilkay dan Ihsan. Akan tetapi, ini sudah lewat dua hari bahkan lebih parahnya sudah lima hari Azura tidak mendapat kabar berupa sebuah pesan dari Hansa dan juga Oliver bahwa dia bisa bekerja kembali. Bukannya Azura tidak berusaha menghubungi keduanya, baik Hansa dan Oliver sama-sama tidak menjawab panggilan Azura dan kedua nomor itu selalu dalam mode sibuk “Kenapa kau terlihat murung seperti itu? Apakah mereka masih tidak menjawab pang

  • What A Bad Thing   Alasan Menjadi Anak Angkat

    "Nyonya, anda bilang kita akan mengikuti Tuan Muda Hansa. Tapi, kenapa sekarang anda meminta saya untuk mengantar pulang ke rumah?" tanya Nike ketika asisten dari Nyonya Helga tersebut sambil menyetir dan memperhatikan jalan.Nyonya Helga bersandar di kursi penumpang, "Aku berubah pikiran, lebih baik pulang saja. Energiku sudah habis untuk mengikuti Hansa. Besok saja kita cari tahu siapa yang Hansa temui," jawab Nyonya Helga yang sepertinya sudah mengantuk."Baiklah Nyonya."Hansa yang sedang menyetir dengan santai melirik Luisa yang saat ini melamun menatap pemandangan jalanan dari balik jendela."Hm Luisa? Kau baik-baik saja?" tanya Hansa kepada Luisa yang segera menoleh ketika ditanya.

  • What A Bad Thing   Menjemput Luisa

    “Hansa, siapa yang menelpon itu nak?” tanya Nyonya Helga pada Hansa yang sekarang berjalan menuju kamarnya mengambil jaket.Oliver mengernyit, “siapa yang membuatmu terburu-buru seperti ini? Apakah ada hal yang penting.”Hansa menyimpan kunci mobilnya di saku celananya dan berkata, “aku akan kembali setengah jam lagi, kalian bertiga silakan lanjutkan makan. Aku menyusul nanti,” ucap Hansa yang berjalan keluar dari apartemen.“Aku rasa kau harus cepat pulang atau makanan ini akan dingin… atau yang lebih parah ini semua akan habis,” ujar Oliver yang mana tulang keringnya ditendang pelan oleh ibunya dari bawah meja makan.“Ouwh! Mama!”&nb

  • What A Bad Thing   Sebuah Permintaan

    Quirin baru saja kembali ke rumahnya, tempat di mana suasana dingin dan sepi terus menghantui rumah tersebut sejak anak keduanya Hansa dan juga anak tirinya Oliver kini lebih memilih tinggal secara terpisah dari rumah utama.Walaupun begitu Ansel anak sulungnya masih setia tinggal di rumah besar yang sepi tersebut. Atmosfer ini sangat berbeda dengan belasan tahun silam, di mana rumah yang dia bangun untuk istri dan juga dua anak-anaknya yang berharga itu sangat hangat dan penuh dengan canda tawa dari kedua anaknya.Akan tetapi, itu semua hanyalah masa lalu yang tidak bisa dilihat lagi sekarang. Quirin Ehren telah menikah lagi dengan seorang wanita beranak satu yakni Helga. Ketika dia mengatakan dirinya hendak menikahi wanita itu, Hansa yang dulu masih remaja menentang keputusannya. Remaja yang baru berumur tiga belas tahun itu tidak

  • What A Bad Thing   Makan Malam

    “Azura? Azura! Apakah kau sudah pulang?” Gauri mengetuk pintu kamar kos Azura karena dia beberapa waktu lalu mendengar suara dari kamar sebelahnya.Azura yang tadinya berada di balik pintu menegakkan kembali kepalanya dan mengusap wajahnya. “Ya! Aku sudah pulang, tunggu sebentar,” jawab Azura yang buru-buru beranjak dari duduknya dan segera membuka pintu.Gauri tersenyum ketika pintu terbuka, sangat jarang sekali Azura pulang cepat seperti sekarang ini. Sampai ketika Gauri melihat perubahan ekspresi yang tidak biasanya dari Azura, gadis itu mengernyit. “Ada apa denganmu? Wajahmu terlihat kusut Azura,” kata Gauri membuat Azura mengangkat kedua bahunya dan mengizinkan Gauri masuk.“Ini adalah hari yang berat bagiku, tapi tenang saja. A

  • What A Bad Thing   Cemas

    "Aku pulang!" Azura kembali ke kos miliknya yang sudah lama sangat dia rindukan.Tidak ada jawaban atau suasana hangat yang menyambutnya saat dia pulang ke rumah. Namun, Azura sudah terbiasa hidup sendirian sekarang. Hari ini nampaknya adalah hari yang sangat berat baginya.Banyak hal yang sudah terjadi dalam kurung waktu kurang dari dua puluh empat jam.Dari bertemu dengan Ibu tiri Hansa dan juga bertemu kembali dengan ayah angkatnya. Benar-benar tidak terduga, sebenarnya Azura tidak terlalu memikirkan bagaimana nasib Hansa ketika pria itu bertemu ibunya, hanya saja sekarang pikiran Azura dipenuhi dengan keluarga angkatnya itu.Dia sangat takut dan juga cemas jika pertemuannya dengan ayah angkatnya akan menimbulkan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status