Home / Romansa / When I Me(e)t You / 6 You Can Call Me Anything

Share

6 You Can Call Me Anything

Author: Ans18
last update Last Updated: 2025-02-25 21:59:58

“Bu Arka, tumben tampangnya kusut?” tanya Anggun, wanita yang sudah dua tahun ini menjadi kepala sekolah di sana.

Arka hanya tersenyum menanggapinya. Usia mereka terpaut cukup jauh, dan Arka memang tidak terlalu dekat dengan wanita itu. Entah mengapa, sejak awal Arka selalu merasa ada yang disembunyikan wanita itu darinya.

Sekolah tempat Arka mengajar, dikelola sebuah yayasan. Ada daycare, playgroup, hingga TK di dalamnya. Bukan sekolah kecil seperti yang dibayangkan banyak orang. Yayasan itu dikelola orang-orang profesional, hingga banyak orang tua yang memercayakan anaknya ke sekolah itu, meskipun harus merogoh kocek yang dalam.

“Kenapa, Ka?” tanya Yasmin.

“Lagi ada sedikit masalah. Makanya hampir telat tadi.” Kali ini Arka membalas karena yang bertanya adalah Yasmin, sahabat dekatnya sejak ia mengenyam pendidikan sarjana dan magister Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Jangan kira yayasan tempat Arka mengajar mengambil sembarang orang untuk mengajar anak PAUD. Arka dan Yasmin adalah dua orang yang mengenyam pendidikan hingga magister untuk mengajar anak-anak itu.

Entah apa pertimbangan pemilik yayasan, Yasmin lah yang ditugaskan untuk mengajar kelas PAUD, sementara Arka harus cukup puas mengajak anak TK.

“Masalah berat, Ka?” tanya Yasmin lagi.

“Yaaah lumayan, yang jelas menyangkut masa depanku.”

“Dijodohin?”

Arka hanya tersenyum nanar. Kalau dijodohkan, ia masih punya peluang untuk menolak, atau mencari upaya apa pun untuk membatalkan perjodohan. Tapi ini? Tiba-tiba saja statusnya berubah menjadi seorang istri. Ia bisa apa? Satu-satunya jalan adalah mengajukan cerai.

“Udah yuk, siap-siap ngajar. Lupain dulu masalah orang dewasa. Bukannya ini tujuan dulu kita tetep ngeyel ngambil magister PAUD meskipun dipandang sebelah mata sama orang lain?”

Arka menyetujui ucapan sahabatnya. “Karena anak-anak itu selalu bisa membuat kita happy dan stres di saat yang bersamaan, sampai kita bisa lupa sama masalah sendiri.”

“Heem. Untuk saat-saat seperti ini nggak usah munafik dengan bilang kalau anak-anak itu layaknya kertas putih polos yang bisa kita tulis hal-hal baik di atasnya. Udahlah realistis aja, mereka juga jadi hiburan di tengah peliknya kehidupan kita.”

***

“Bu Arka!” teriak seorang anak bernama Sammy sambil berlari kembali ke kelasnya.

“Loh, Sam. Bukannya tadi kamu udah keluar kelas? Belum dijemput Mami?”

“Udah, Bu. Tapi Sam dimintain tolong sama Om di lapangan. Kata Mami aku boleh ke kelas dulu buat bantuin omnya.”

“Om siapa?” Arka mengernyitkan dahi. Wah, ia harus memperingatkan pihak keamanan kalau sampai ada om-om tidak dikenal berhasil masuk ke dalam sekolah itu.

“Om siapa, Sam? Kamu kenal omnya?”

“Omnya lagi ngobrol sama Mami, Bu. Omnya minta tolong aku buat manggil Bu Arka.”

“Hah?”

“Omnya bilang, mau makan siang, udah laper. Kasihan Bu, kalo omnya mesti nunggu Bu Arka lama-lama, nanti omnya kelaperan.”

Arka tersenyum. Pasti Yudha—yang akhirnya tidak sabar untuk mengajaknya berbicara—yang nekat datang ke sekolah. Padahal berulang kali ia mewanti-wanti Yudha untuk tidak datang ke sekolah, ia hanya … tidak suka gosip.

“Sam, mau ke tempat Mami kan? Kalo omnya masih ada, tolong Bu Arka bilang ke omnya minta nunggu sebentar ya, Bu Arka mau ambil tas di kantor.”

“Iya, Bu.” Secapat kilat bocah itu datang, dan secepat kilat pula bocah itu berlari pergi dari hadapan Arka.

Arka bergegas kembali ke kantor guru untuk mengambil tasnya. Kali ini ia akan memaklumi kelakuan Yudha yang menjemputnya ke sekolah. Lagipula ia juga ingin berbicara serius dengan Yudha.

Setelah mengambil tasnya, Arka melangkah menuju halaman sekolah dan hanya ada tiga mobil di sana. Satu mobil milik kepala sekolah, satu lagi mobil milik salah satu guru lainnya, dan satu mobil lagi milik …?”

Mobil itu yang jelas bukan milik Yudha. Kecuali, Yudha tiba-tiba saja ganti mobil tanpa sepengetahuannya.

Arka berjalan pelan menuju sisi kiri mobil, kemudian mengintip dari jendela mobil yang agak gelap. Baru saja ia mendekat, jendela mobil itu tiba-tiba saja terbuka.

“Buruan, Ka. Laper.”

“Ngapain kamu jemput aku? Aku nggak minta dijemput.”

Caraka menahan kekesalannya. Ia benar-benar lapar dan ia baru saja kembali dari Bogor untuk menukar motor sport yang tidak disukai Arka dengan motor biasa, lalu mengambil mobil di rumah mertuanya dan datang menjemput Arka yang kini terlihat marah karena kedatangannya.

Arka seketika berbalik untuk pergi.

Caraka keluar dari mobil dan mengejar Arka hingga ia berhasil meraih pergelangan tangan Arka. “Arka, masuk mobil atau semua orang di sekolah ini akan tahu kalau aku adalah suami kamu.”

“Caraka! Nggak lucu.”

“Aku memang nggak lagi bercanda. Mau bukti?”

Dengan bersungut kesal, Arka kembali ke arah mobil Caraka dan masuk melalui pintu penumpang depan.

“Brengsek!” umpat Arka yang ternyata didengar oleh Caraka yang baru saja masuk ke dalam mobil.

“Waaah, aku nggak nyangka guru TK bisa mengumpat selancar itu. Kamu nggak ngajarin muridmu yang aneh-aneh kan?”

“Jangan bikin aku makin kesel, Ka.” Arka terdiam, memanggil Carakan dengan panggilan ‘Ka’ rasanya seperti memanggil dirinya sendiri. “Caraka. Jangan bikin aku makin kesel. Cepet jalanin mobilnya, aku nggak mau ada orang lain yang ngelihat kamu jemput aku.”

“Kenapa?”

“Bahkan pacarku aja nggak pernah jemput aku di sekolah. Kamu nggak sepede itu kan?”

“Oh, jelas aku percaya diri. Dia cuma pacarmu, aku suamimu. Apa salahnya aku jemput kamu ke tempatmu kerja?”

“Jangan gila deh, Car … aka.”

Arka mengacak rambutnya sendiri. Harus seperti apa ia memanggil Caraka? Terlalu panjang untuk memanggil Caraka. Ia tidak suka memenggal panggilannya dengan ‘Ka’, apalagi ‘Car’.

“You can call me anything, Ka. Tapi karena aku lebih tua dari kamu beberapa tahun, mungkin kamu bisa manggil aku dengan lebih sopan. Bukannya kamu juga harus ngajarin sopan santun ke muridmu? Dan anak kecil kan lebih cepet nangkap pelajaran kalau lewat contoh. You can call me ‘Bang’ atau ‘Abang’.”

“Nggak usah mimpi!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sophia Setiawan
lucu liat tingkahnya Arka - Caraka.. makin seru
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • When I Me(e)t You   7 Ide Gila

    "Kenapa kita nggak pulang aja sih?" Arka masih tidak terima lelaki di depannya itu memaksanya makan siang bersama di sebuah restoran makanan Jepang."Kita perlu bicara." Caraka memanggil pelayan restoran untuk meminta buku menu selagi Arka terus saja menyuarakan keberatannya."Tapi kan bisa di rumah.""Kamu terlalu merasa berkuasa kalau di rumah. Makanya aku cari tempat yang netral. Minimal kalau kamu merajuk, kamu nggak akan mencak-mencak kayak kemaren karena malu dilihat orang."Arka membuka mulut, ingin membantah apa yang diucapkan Caraka, tapi sepertinya otaknya sedang tidak bekerja, hingga akhirnya Arka menutup mulutnya kembali."Kamu nggak makan sushi?" tanya Caraka yang bingung mendapati Arka hanya memesan nasi kari Jepang."Aku nggak suka sushi."Caraka tiba-tiba merasa bersalah karena tadi tidak menanyakan terlebih dulu apa yang disuka dan tidak disuka Arka. "Sorry, aku nggak tau kalo kamu nggak suka sushi.""Katanya suami, tapi apa yang disuka istrinya nggak tau," ledek Arka

    Last Updated : 2025-04-17
  • When I Me(e)t You   8 Memberikan Perlindungan

    Arka berlari di sepanjang koridor rumah sakit hingga menemukan kamar rawat yang ditempati kekasihnya. Seketika rasa bersalah bergemuruh di dadanya saat mengingat kalau dirinya telah menghianati Yudha.Benar kan? Ia telah menghianati Yudha. Harusnya ia mengatakannya sejak awal. Walaupun baru beberapa hari ia menutupi pernikahan yang terjadi di masa lalunya dari Yudha, hatinya benar-benar merasa bersalah.Arka mengetuk pintu ruang rawat sebelum suara seseorang mempersilakannya masuk."Masuk, Ka. Masih tidur sih dia, efek obat.""Kok bisa kecelakaan sih? Gimana ceritanya?" tanya Arka pada Dharma, satu-satunya orang yang menunggui kekasihnya itu."Nggak tau gue, dari cerita temennya sekantor sih, tadi dia keluar kantor, pinjem motor temennya, nggak tau mau ke mana. Cerita detail kecelakaannya gue nggak tau.""Naik motor? Memang mobilnya ke mana?"Dharma mengedikkan bahu."Kamu makan siang dulu aja, biar aku yang nunggu Yudha."Dharma mengangguk lantas berlalu pergi saat Arka mendekati ran

    Last Updated : 2025-04-17
  • When I Me(e)t You   9 Terserah!

    Arka terpaksa membiarka Caraka masuk ke dalam kamarnya. Semua karena ucapan Caraka yang mengatakan pada papanya kalau mereka harus menyelesaikan perdebatan mereka yang membuat dirinya menangis.Perdebatan apa coba?"Kamu nggak mau terima kasih sama aku? Dua kali loh aku ngelindungin kamu hari ini.""Kok pamrih? Aku kan nggak minta dilindungi juga," jawab Arka kesal. Ia berjalan menuju lemari pakaiannya dan mengambil satu set piyama tidur sebelum beranjak menuju pintu kamar mandi yang berada di ujung kamarnya.Caraka menggeleng-gelengkan kepala melihat betapa keras kepalanya Arka. Ia lantas duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Entah berapa lama ia melakukannya, sampai sebuah teriakan dari Arka membuat telinganya berdenging."Kamu ngapain masih di sini?""Lah terus aku mesti ke mana?" tanya Caraka bingung."Ya ke kamarmu sana.""Kan tadi alasanku itu mau nyelesaiin perdebatan kita, masa iya cuma lima belas menit bisa beres.""Udah lah, sana keluar!""Kalo kamu nyuruh aku keluar sek

    Last Updated : 2025-04-17
  • When I Me(e)t You   10 Penyesalan

    Caraka berbicara dengan Arga di ujung lorong sambil sesekali melirik ke arah Arka yang menangis tersedu di dekapan mamanya."Kenapa Papa bisa collapse, Mas?"Arga menghela napas sambil melirik adiknya. "Arka nekat ngomong ke papa setelah makan malam.""Ngomong apa?""Ya apa lagi? Dia ngomong kalo udah punya pacar dan pengen cerai sama kamu."Caraka memijat pelipisnya. Ia sedang bercengkerama dengan ibu dan adiknya saat tiba-tiba mendapat kabar dari Arga kalau mertuanya masuk rumah sakit. Saat itu, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Caraka langsung melajukan mobilnya dari Bogor menuju Jakarta.Meskipun rasanya Caraka malas untuk kembali lagi dan berhadapan dengan Arka, tapi ia tidak mungkin mengabaikan begitu saja keadaan mertuanya. Setidaknya untuk saat ini, statusnya masih menantu di keluarga itu.Dan kini, melihat Arka yang sangat terpukul dengan kejadian itu membuat Caraka tidak tahu harus berbuat apa.Arga bergegas mendekati mamanya ketika seorang dokter keluar dari rua

    Last Updated : 2025-04-17
  • When I Me(e)t You   11 Abang Gajinya Berapa?

    Arka terdiam di depan pintu kamar rawat papanya.Caraka yang memperhatikan tingkah Arka akhirnya menepuk bahunya pelan. "Kenapa?""Kalo Papa marah sama aku gimana?""Ya minta maaf.""KaloPpapa collapse lagi begitu ngelihat aku?""Ya udah, Abang masuk duluan, bilang kalo ada kamu mau ketemu Papa, gimana?"Arka menatap Caraka beberapa detik dan hanya menemukan tatapannya yang meyakinkan dan berhasil membuat Arka menganggukkan kepalanya.Caraka mengetuk pintu pelan kemudian menghilang di balik pintu itu, meninggalkan Arka seorang diri duduk di kursi tunggu yang ada di dekat pintu."Sendiri, Ka?" tanya Hadi Wijaya begitu melihat menantunya masuk ke dalam kamarnya. "Arka ngajar?""Arka ... di luar, Pa. Arka takut masuk, takut bikin keadaan Papa memburuk lagi."Lelaki paruh baya yang terbaring lemah di kasur itu menghela napas berat. "Anak itu.""Papa gimana kondisinya?""Udah baikan kok. Tapi ya gitu, dokter masih mau mantau kondisi jantung Papa. Suruh Arka masuk, Ka. Biar habis itu mama s

    Last Updated : 2025-04-24
  • When I Me(e)t You   12 Satu Nama di Dalam Tidurnya

    "Perlu bantuan, Ka?"Sebenarnya sudah hampir lima menit Caraka berdiri di ambang pintu kamar Arka yang terbuka. Ia memperhatikan Arka dalam diam. Di depan wanita itu ada satu koper yang masih terbuka, sementara di dekat ranjang tidur, sudah berdiri dua koper yang sepertinya telah berisi pakaian ataupun barang lain milik Arka.Anehnya, selama Caraka berdiri di depan pintu, Arka sama sekali tidak menyadarinya, dan Caraka tahu kalau Arka sedang melamun karena tidak ada pergerakan dari gadis itu."Eh?" Arka sedikit terkejut mendengar suara yang belakangan ini akrab di telinganya. "Udah pulang, Bang?" Arka mendekat ke arah Caraka yang hari itu lagi-lagi terlihat kumal sepulang kerja. Bukan berarti lantas kadar ketampanan Caraka turun, hanya saja pakaian yang dikenakannya tampak lusuh dan ada beberapa noda di celananya seperti semen atau entah apa yang Arka sendiri juga sebenarnya tidak paham."Mau dibikinin minum, Bang?" tanya Arka. Meskipun rasanya masih canggung, tapi ia tahu tidak selam

    Last Updated : 2025-04-24
  • When I Me(e)t You   13 Pindah Rumah

    "Bang, Abang ngeluarin uang berapa buat nyewa rumah ini?" Dahi Arka mengernyit tidak suka. Bukan karena rumahnya lebih kecil daripada yang ada di otaknya, tapi karena rumah dua lantai yang berada di cluster perumahan itu pasti bernilai sewa tinggi.Arka masih bertahan di dalam mobil meskipun Caraka telah menghentikan mobil dan memarkirkannya dengan sempurna di garasi rumah yang akan mereka tempati."Kenapa memangnya?" tanya Caraka yang masih bertahan menunggu Arka mengatasi kebingungannya."Ini nggak mungkin murah sewanya, Bang. Abang—" Yang semula Arka menatap rumah itu dengan kagum, kini beralih menatap Caraka dan berusaha mengintimidasinya, walaupun nyatanya gagal karena Caraka malah tertawa setelahnya. "Abang kerja apa sih? Nggak mungkin tukang bisa sewa rumah kayak gini.""Kamu nggak usah ngeributin Abang kerja apa. Kalau Abang bisa nyediain ya berarti Abang punya uang yang cukup buat nyediainnya." Caraka kembali mengajak turun tapi gelengan tegas menjadi jawaban Arka."Aku nggak

    Last Updated : 2025-04-24
  • When I Me(e)t You   14 Homesick

    Arka terpaksa kembali ke kamarnya walaupun sebenarnya ia ingin mengonfrontasi Caraka karena ucapannya yang membuat Arka kini berulang kali menoleh ke arah balkon.Namun, sepertinya ia tidak akan sanggup bertemu Caraka untuk sementara waktu. Pemandangan yang baru saja dilihatnya, ditambah dengan ekspresi Caraka—yang terkejut saat ia menerobos masuk sementara Caraka tengah topless—yang masih terbayang jelas di otaknya membuat jantungnya belum berada pada kondisi yang stabil.Untuk menetralkan jantungnya, Arka memilih mencuci mukanya di kamar mandi yang terdapat di dalam kamarnya, sekaligus untuk melihat kondisi kamar mandi itu.Not bad, tidak sebesar kamar mandi di rumahnya yang tersedia bathtub untuknya berendam, tapi kamar mandi itu juga melebihi ekspektasinya, bahkan mirip seperti kamar mandi hotel.Saat Arka masih tertegun di dalam kamar mandi, samar ia mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. Arka menarik napas panjang dan menghelanya dengan kasar sebelum memberanikan diri untuk

    Last Updated : 2025-04-25

Latest chapter

  • When I Me(e)t You   48 Rahasia Arka

    “Temenmu nggak jadi ikut?”“Masih jam makan siang, dia belum tega ninggalin café-nya. Tapi nanti dia main ke rumah. Boleh kan, Bang?”“Bolehlah. Selama temenmu cewek, Abang izinin kamu ajak main ke rumah. Tapi kalo cowok, harus pas ada Abang.”Arka mengangguk, lagipula dia tidak punya teman laki-laki.“Tadi—” Caraka ragu untuk menanyakannya, khawatir Naya mengerjainya. Biasanya persahabatan wanita seperti itu kan.“Tadi kenapa?” tanya Arka penasaran.“Sejak kapan kamu bisa main gitar?”“Dari SMP.” Arka terdiam. Ada masa-masa kelamnya yang membuat ia bersahabat baik dengan gitar, walaupun ia sudah bisa main gitar sejak SMP, tapi saat-saat terpuruknya itu lah yang membuatnya jadi mahir memainkan gitar.“Pantes jago. Suaramu juga bagus.”“Abang ngeledek ya? Pasti tadi suaraku fals. Iya?”“Nggak, Ka. Cuma … Naya ngomong sesuatu yang aneh tadi.”Arka langsung menoleh dan menatap Caraka dengan horor. Apa yang dikatakan sahabatnya yang kadang tidak punya filter itu? “Naya ngomong apa, Bang?”

  • When I Me(e)t You   47 Makna di Balik Lagu

    "Aku bingung, Bang. Kenapa kita mesti ke pengadilan agama juga? Kirain tadi abis dari KUA langsung beres," tanya Arka bingung, setelah mereka menyelesaikan urusan di pengadilan agama.Pada akhirnya Arka memilih untuk mengambil cuti demi menemani Caraka wira-wiri ke KUA dan pengadilan agama. Walau Caraka sudah meminta Arka mengajar saja daripada harus mengambil cuti dadakan, tapi Arka tetap memilih menemani Caraka. Dia tidak terlalu resah, karena sudah meminta salah seorang guru cadangan untuk mengampu kelasnya selama ia cuti."Tadi ke KUA cuma minta surat pernyataan aja kalau pernikahan kita emang belum dicatat. Kita kan nikah siri, nikahnya udah kejadian, jadi mesti ke pengadilan agama buat minta pengesahan perkawinan. Kalo putusan pengadilan setuju, baru kita bawa putusannya ke KUA buat dicatatkan di sana. Gitu.""Eh, berarti ada kemungkinan putusan pengadilannya nolak dong?"Caraka terdiam, mengapa ia tidak terpikirkan hal itu?"Ya ... ada kemungkinan sih.""Trus gimana kalo gitu

  • When I Me(e)t You   46 Permohonan Izin

    "Kalian serius?" tanya Hadi Wijaya di tengah makan malam, setelah Caraka mengutarakan niatnya untuk mengesahkan pernikahan mereka (isbath nikah) di pengadilan agama."Kalian udah nggak bisa mundur lagi setelah ini. Arka, kamu yakin? Kalau sekarang kalian pisah, semuanya gampang, nggak perlu berurusan sama hukum." Kini Avi menatap langsung mata putrinya yang duduk di hadapannya."Ma, kok ngomongnya gitu? Mestinya kita bersyukur Arka udah mau nerima pernikahan mereka," tegur Hadi."Terlalu cepet, Pa. Mama takut nanti Arka nyesel.""Aku udah ngomongin ini sama Abang, Ma."Avi melirik Caraka dengan kesal. Entah apa yang sudah dilakukan lelaki itu pada anaknya hingga Arka bisa luluh dalam hitungan hari. "Gimana cara kamu ngerayu Arka sampe dia luluh secepet ini?""Ma." Tiga orang di meja makan itu—Hadi Wijaya, Arka, dan Arga—bersamaan menegur sang nyonya rumah."Ma, pernikahan di bawah tangan akan merugikan pihak perempuan, dilihat dari sisi mana pun, Ma." Kini Caraka angkat bicara karena

  • When I Me(e)t You   45 First Date

    Apa impian kencan pertama bagi seorang wanita? Diajak ke restoran mewah? Diajak ke tempat yang paling hits se-ibukota? Atau diajak ke pantai untuk makan malam romantis?Setidaknya itu yang ada di kepala Caraka. Tapi Arka dengan santai menggiringnya menuju sebuah tempat makan dengan cabang franchise di mana-mana, bahkan ada hampir di setiap mall.“Arka, ini beneran nggak apa-apa makan di sini?”“Lah, memangnya kenapa, Bang? Abang ngarep makan di mana? Aku pengen chicken cordon bleu, Bang,” rengek Arka. “Udah pengen banget dari kemaren.”“Kan ada resto yang jual chicken cordon bleu juga, dan jauh lebih enak dari di sini.”“Tapi ribet. Kan kita mau nonton abis ini.”“Nontonnya di sini? Nggak di Premiere?”Arka mengernyitkan dahinya. “Abang sebelum sama aku, pernah kencan sama cewek model apa sih? Di sini semua lengkap, Abang. Nggak ribet pindah tempat, nyari parkir.”“Tapi kamu … keluarga Bestari, Ka.”“Iya, kalo Abang kencannya sama Eyang, mungkin harus bawa ke restoran mewah. Astaga, A

  • When I Me(e)t You   44 Inner Circle

    “Kenapa muka Abang kusut? Masalahnya belum beres?” tanya Arka bingung begitu melihat Caraka masuk ke dalam ruangannya dan langsung menuju dispenser, menghabiskan satu gelas air dingin.Caraka berbalik, menatap Arka dari tempatnya berdiri. Tidak ada yang salah dengan wanita itu. Arka tidak terlalu girly dengan pakaian serba pink seperti barbie berjalan atau menggunakan pernak-pernik yang membuatnnya seperti toko aksesories berjalan.Penampilan Arka justru terlihat simple, dengan celana jeans dan blouse putih yang dikenakannya. Tidak ada yang salah. Ia hanya tampak girly karena kitten heels yang dikenakannya. Itu hanya selera berpakaian. Kenapa Daniel sampai berkata seperti itu, Caraka benar-benar tidak habis pikir.“Bang.”“Hmm?” Caraka baru tersadar kalau ia sudah terlalu lama menatap Arka.“Kenapa? Ada yang salah?” Arka melihat lagi penampilannya, barangkali ada noda di bajunya atau sesuatu yang salah dengan bajunya.“Nggak. Nggak ada.” Caraka mendekat, melihat buku yang sedang dibac

  • When I Me(e)t You   43 Ingin Bertahan

    "Arka, bisa nggak jangan naik turun tangga? Abang susah ngejar kamu.” Tentu saja itu dusta karena Caraka sudah naik turun tangga sejak Arka pergi mengajar. Kakinya sudah pulih walaupun belum bisa diajak lomba lari.“Nggak ada yang nyuruh Abang ngejar,” Arka duduk bersila di atas sofa perpustakaan, berpura-pura membaca buku karena malas meladeni Caraka.“Tapi pengen dikejar kan?” goda Caraka yang kini mengambil posisi duduk di samping Arka.“Nggak!” jawab Arka (terlalu) cepat.“Kan Abang udah pernah bilang, dari artikel—”“Coba, tunjukin ke aku artikel mana yang dari kapan itu Abang omongin!” sela Arka. Ia jadi mengira kalau Caraka membohonginya.“Udah lama Abang bacanya, lupa di mana.”Arka berdecak pelan sambil menahan wajahnya yang terasa panas, entah karena tadi dia baru saja menangis atau karena Caraka mendekatinya.“Maaf ya, Abang salah sangka. Tapi kalo kamu nanya kenapa Abang bertahan ya … karena Abang mau bertahan.”“Alasan macam apa itu?”Caraka mengedikkan bahu. Ia memang su

  • When I Me(e)t You   42 Hanya Bertanya

    Sebuah rumah makan dengan konsep masakan sunda yang telah menjadi langganan mereka, dipilih Yudha untuk makan siang mereka berdua. Yudha menatap Arka, hampir tidak berkedip karena rasa rindunya pada gadis itu.Arka sedikit salah tingkah mendapati Yudha yang terus menatapnya, Hingga makanan tersaji di atas meja pun, Yudha seperti tidak ingin mengalihkan perhatiannya."Mau ngomong apa, Yud?""Gimana hari ini? Murid-muridmu pada nurut? Nggak ada yang bikin kamu harus lari-lari?"Arka terdiam. Yudha memang selalu menanyakan hal itu setiap harinya. Katanya, ia suka mendengar Arka bercerita antusias tentang murid-muridnya. Dulu, Arka suka mendapat perhatian seperti ini dari Yudha. Tapi tidak kali ini, hatinya bisa goyah karena perhatian-perhatian kecil dari Yudha."Ya gitulah, namanya juga anak-anak. Yud, aku nggak bisa lama-lama, aku mesti cepet pulang, jadi kalo kamu mau ngomong sesuatu yang penting, mending buruan deh. Kamu tau kan aku kalo laper, makanku cepet."Yudha terkekeh, tapi sep

  • When I Me(e)t You   41 Kemarahan

    "Bang. Kok Abang diem aja dari tadi?” tanya Arka yang bingung melihat Caraka mendiamkannya sejak mereka pulang dari kediaman ibunya.Caraka tidak menjawab pertanyaan Arka. Ia langsung masuk ke kamar yang berada di lantai bawah dan merebahkan dirinya.“Abang nggak mandi? Biar kuambilin baju di atas.”“Nggak usah.”“Ya udah, aku mandi dulu di atas ya.”Dengan kebingungannya, Arka naik ke lantai dua. Apa ia salah bicara sampai Caraka marah?Caraka sudah terlelap dengan posisi menghadap dinding saat Arka masuk ke kamar bawah. Arka merebahkan diri di sisi kasur yang kosong, kemudian mematikan lampu tidur di atas nakas.‘Apa aku ada salah? Atau akhirnya dia sadar kalo aku nggak pantes?’ Arka masih terus bertarung dengan pikirannya hingga tertidur.Karena beberapa hari belakangan Arka selalu terbangun tengah malam, sepertinya hal itu menjadi sebuah kebiasaan baru baginya.Anehnya, malam itu ia tidak ingin menangisi kenangannya bersama Yudha. Seharian itu juga ia hanya mengingat Yudha ketika

  • When I Me(e)t You   40 Kebencian

    Suara pintu dibanting dari kamar sebelah memang berhasil membuat mereka merenggangkan jarak.Caraka juga tampak kesal dengan kelakuan adiknya, tapi sedetik kemudian fokus Caraka kembali ke hadapannya—ke seorang gadis yang mengerjap bingung dan seperti baru saja tersesat."Ka, kenapa?"Meskipun mereka sudah merenggangkan jarak, tapi tetap saja kasur berukuran 120x200 itu memaksa tubuh mereka berjarak lebih dekat dari biasanya."Marah?" tanya Caraka lagi."Aku dorong Abang nggak?""Nggak.""Ya udah, nggak usah nanya lagi dong, Bang." Arka baru ingin menutup wajahnya dengan kedua tangan karena rasa malunya, tapi tangan Caraka lebih dulu membawanya ke dalam pelukan."Keluar yuk, Bang.""Sekarang?""Nggak. Besok lusa.""Ok, besok lusa.""Abang, malu ih sama Ibu, masa ke sini malah tidur, bukannya nemenin Ibu.""Gimana, santai kan Ibu?""Ya santai, orang udah kenal. Tapi kok bisa sih Bang, Ibu jadi story teller di sekolahku?""Waktu itu Ibu cerita ke Abang sama ke Mas Arga, katanya pengen k

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status