Share

9 Terserah!

Penulis: Ans18
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-17 17:18:02

Arka terpaksa membiarka Caraka masuk ke dalam kamarnya. Semua karena ucapan Caraka yang mengatakan pada papanya kalau mereka harus menyelesaikan perdebatan mereka yang membuat dirinya menangis.

Perdebatan apa coba?

"Kamu nggak mau terima kasih sama aku? Dua kali loh aku ngelindungin kamu hari ini."

"Kok pamrih? Aku kan nggak minta dilindungi juga," jawab Arka kesal. Ia berjalan menuju lemari pakaiannya dan mengambil satu set piyama tidur sebelum beranjak menuju pintu kamar mandi yang berada di ujung kamarnya.

Caraka menggeleng-gelengkan kepala melihat betapa keras kepalanya Arka. Ia lantas duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Entah berapa lama ia melakukannya, sampai sebuah teriakan dari Arka membuat telinganya berdenging.

"Kamu ngapain masih di sini?"

"Lah terus aku mesti ke mana?" tanya Caraka bingung.

"Ya ke kamarmu sana."

"Kan tadi alasanku itu mau nyelesaiin perdebatan kita, masa iya cuma lima belas menit bisa beres."

"Udah lah, sana keluar!"

"Kalo kamu nyuruh aku keluar sek
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • When I Me(e)t You   88 Tidak Sama Rasanya

    "Kamu nangis, Ka?" Arga sampai memicingkan mata demi melihat lebih jelas.Rupanya sejak tadi Arga duduk di sofa yang ada di depan kamar Arka karena penasaran apa yang akan terjadi. Bisa saja adiknya yang sering labil itu berteriak dan mengusir Caraka. Karena itu, untuk berjaga-jaga, Arga hanya duduk, menunggu dengan pasrah di depan kamar Arka.Dan betapa kagetnya Arga saat melihat Caraka—yang baru keluar kamar Arka—menutup pintu sambil mengusap matanya.Caraka tidak menjawab pertanyaan Arga. Ia langsung menggulir layar ponselnya, mencari nomor telepon dokter keluarga yang pernah diberikan olah Arga."Arka demam tinggi, Mas. Ada memar juga di pinggangnya. Aku panggil dokter keluarga yang waktu itu ya.""Hah? Pasti karena seharian bolak-balik berendam di kolam renang," gerutu Arga sambil melangkah menuju kamar adiknya, membiarkan Caraka menelepon dokter."Dek." Arga masuk ke dalam kamar setelah mengetuk pintu beberapa kali. Ia menghela napas kesal begitu memegang kening Arka yang terasa

  • When I Me(e)t You   87 Boleh Marah Asal Jangan Panggil Pengacara

    “Kenapa sih semua orang hari ini mempertanyakan perasaanku? Segitu nggak kelihatannya?” Caraka mengacak rambutnya dengan frustasi.“Memang nggak. Ya buktikan dong ke Arka kalo gitu.”“Aku ke sini kan memang untuk ngejelasin ke Arka, Mas. Boleh aku naik ke kamarnya?”“Terserah. Tapi kalo dia sendiri yang ngusir kamu, ya … aku nggak ikut-ikut.”Mengabaikan tatapan tajam Arga, Caraka memilih langsung beranjak menuju kamar Arka yang terletak di lantai dua.Semula ia ingin mengetuk pintu, tapi mengingat kalau kakak iparnya berkata bahwa Arka sedang tidur, Caraka memilih langsung membuka pintu dan mendapati istrinya yang memang sedang tertidur.Demi tidak membangunkan Arka, Caraka berjalan tanpa menimbulkan suara kemudian duduk di lantai bersandar pada nakas yang ada di sisi Arka tidur.Baru sekitar setengah jam kemudian Arka terbangun. Tenggorokannya terasa kering. Masih dalam posisi belum benar-benar membuka mata, Arka mencoba meraih botol minum yang biasanya ia letakkan di atas nakas."H

  • When I Me(e)t You   86 Lepaskan Arka!

    "Abaaaang!""Hei, masuk sini."Wanita itu langsung mengernyit bingung melihat luka memar di wajah Caraka. Ia meraih tangan Caraka dan mencium punggung tangan kakaknya sambil mempertahankan reaksi penasarannya."Abang kenapa? Berantem sama siapa?"Caraka bangkit dari kursi kerjanya, mengajak Oshi pindah ke sofa agar lebih santai."Kamu dari mana?" tanya Caraka mencoba mengalihkan perhatian Oshi."Dari jalan-jalan aja sama temen di mall deket sini, makanya kepikiran mampir, mau lihat kantor Abang." Oshi mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Caraka yang berwarna kebiruan. "Serius deh, Bang. Abang abis berantem sama siapa?""Jangan bilang ke Ibu, nanti Ibu khawatir.""Aku bakal bilang ke Ibu kalo Abang nggak mau cerita," ancam Oshi."Dih, anak ini, main ngancem. Nggak Abang kasih uang jajan kamu." Caraka balas mengancam Oshi."Ya sekalian aku lapor ke Ibu kalo Abang nggak ngasih uang jajan."Caraka mengacak pelan puncak kepala adiknya. Ia tahu kalau Oshi sebelas-dua belas dengan dirinya,

  • When I Me(e)t You   85 Dianggap Apa Arka?

    "Mas Arga, ini Non Arka agak aneh, Mas,” lapor salah satu ART di rumah itu yang dititipi pesan Arga untuk memantau kondisi adiknya itu.Sebenarnya Arga tidak tega meninggalkan Arka sendiri di rumah, tapi ia juga tidak bisa mengabaikan pekerjaan yang diserahkan papanya sebelum papanya berangkat ke Solo. Kalau saja papanya tidak pergi ke Solo, Arga bisa saja bekerja dari rumah, tapi sebagai pengganti papanya, ia terpaksa mengikuti ritme kerja di kantor papanya, termasuk dengan deretan meeting yang sangat melelahkan baginya.“Aneh gimana, Bi?”“Udah lima atau enam kali berendam di kolam renang.”“Hah? Gimana, Bi?” Arga sampai kebingungan mencerna ucapan ART-nya. “Kan Arka memang begitu kalo lagi banyak pikiran.”“Tapi ini udah berkali-kali, Mas. Bibi takut Non sakit. Si Non berendem di dalem kolam renang kayak biasanya kalo mood-nya lagi jelek, Mas, sekitar setengah jam. Abis itu mentas, naik ke kamar. Nggak lama, sekitar sejam-an, turun lagi, berendem lagi, trus mentas lagi. Begitu teru

  • When I Me(e)t You   84 Permintaan Kelima

    Arka mengerjap pelan, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya. Dari bau yang diciumnya dan dari tirai di sekelilingnya, ia tahu kalau dirinya sedang berada di rumah sakit, klinik, atau ... entahlah, yang jelas sebuah fasilitas kesehatan.Ia melirik ke tangan kanannya yang dilingkupi kehangatan, berbeda dengan tangan kirinya yang ada di sisi tubuhnya.Raut wajah Arka terlihat kesal saat ia melihat tangannya sedang digenggam Caraka yang merebahkan kepalanya di atas kasur, sepertinya lelaki itu tertidur."Arka, udah sadar?"Kelegaan yang luar biasa terlihat di wajah Arka saat Yasmin menyibak tirai dan mendekat ke arahnya. Setidaknya ada orang lain di situ, bukan hanya dirinya dan Caraka.Arka mengangguk pelan sambil menarik tangannya yang digenggam Caraka, dan hal itu langsung membuat Caraka terbangun."Sayang, udah bangun? Ada yang sakit?"'Hatiku!' Tapi alih-alih menjawabnya, Arka memilih mengabaikan keberadaan Caraka termasuk dengan usapan lelaki itu di keningnya.Ma

  • When I Me(e)t You   83 Satu Jam Penuh Siksaan

    Apa rasanya melihat suami sendiri duduk di sebelah seorang anak kecil yang begitu menggemaskan, dan keduanya tampak begitu menikmati permainan yang ada di depan mereka?Sayangnya anak itu bukan anaknya, melainkan anak wanita yang pernah dicintai suaminya.Oh, God! Mereka tampak seperti keluarga sempurna.Arka berusaha tidak mengacuhkan 'keluarga kecil' itu, pun ia juga harus membagi fokusnya dengan 19 keluarga lainnya. Tapi sial, matanya sering kali berhianat untuk melirik ke arah mereka.Jangan tanyakan rasanya. Hati Arka rasanya sedang menjadi talenan, di mana ada orang yang sedang mencincang bawang di atasnya. Hatinya terasa diiris-iris.Padahal tadi pagi ia sedikit merasa lega ketika Caraka pergi di pagi hari buta karena harus mengurus kecelakaan kerja di proyeknya.Setidaknya Arka bisa menghindar sampai ia menemukan momen yang pas, atau sampai mulutnya mampu menyuarakan kebingungannya.Melihat Caraka di dalam ruang kelasnya dan berperan sebagai ayah Putri, tidak pernah ada dalam

  • When I Me(e)t You   82 Hari Ayah

    Arka merebahkan diri di sofabed ruang televisi setibanya di rumah. Ia terlalu malas untuk masuk ke dalam kamar.Mata Arka hampir terpejam sebelum ia teringat kembali ucapan muridnya yang mengira Caraka adalah ayahnya. Arka terkekeh geli, tapi tak lama kemudian rasa penasarannya mencuat.Setelah menimbang-nimbang sesaat, antara menghubungi tante Putri atau membuka database murid, akhirnya Arka memilih membuka laptopnya yang berada di kamar lamanya. Beruntung database murid disimpan di dalam server yang bisa diakses dari mana pun selama ada jaringan internet.Arka baru mau mengetikkan username dan password untuk bisa masuk ke dalam database murid, saat tiba-tiba ponselnya berbunyi.“Iya, Bang?”“Udah sampe rumah?” Suara Caraka terdengar khawatir.“Udah.”“Kok nggak bilang Abang?”“Oh iya, lupa. Belum lama juga kok nyampenya.”“Udah makan siang?”“Udah beli tapi belum makan.”“Makan dulu gih.”“Bentar ya, Bang. Lima menit.”“Lagi ngapain emangnya?”Arka menghela napas. Caraka tidak akan

  • When I Me(e)t You   81 Tidak Punya Ayah

    -London, enam tahun lalu-Caraka melangkahkan kaki keluar dari apartemennya dalam cuaca yang menggigil di akhir tahun. Tidak biasanya dia keluar di jam-jam seperti itu, tapi perutnya yang meronta di tengah cuaca dingin dan kehabisan stok makanan adalah kombinasi yang sempurna untuk membuatnya menyeret kaki menuju café yang buka 24 jam di ujung jalan.Ia merapatkan dua lapis jaket yang dikenakannya kemudian memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong jaket. London dengan suhu 2 derajat celcius berhasil membuat gigi Caraka bergemeletuk.Baru ia melangkahkan kaki ke dalam café, sosok yang tak asing baginya terlihat duduk di salah satu meja. Tidak banyak café yang buka 24 jam, mungkin saja memang Niken sedang sangat ingin makan supper, dan café itu hanyalah satu-satunya opsi, atau mungkin Niken sedang menunggu Delia.“Ken.”Niken mendongak dan mendapati Caraka yang tengah menatapnya bingung.“Kamu ngapain jam segini, Ka?” Pasalnya memang saat itu sudah menunjukkan hampir pukul 02.00 dini

  • When I Me(e)t You   80 Ayah?

    Arka masih mengatur ritme jantung dan otaknya, ia juga masih menata pikirannya karena apa yang baru saja muridnya ucapkan itu, sebelum Putri berkata lagi, “Bukan ya, Bu? Ayah Putri kan nggak pernah pulang. Kalo pulang pasti nemuin Putri kan.”Hati Arka mencelos saat mendengarnya, apalagi saat melihat raut kesedihan di wajah Putri. Rasanya mungkin Arka tidak akan pernah bisa melupakannya. Anak itu tidak menangis, hanya menunduk sambil menatap ponsel Arka yang masih di tangannya dengan tatapan sendu. “Mungkin cuma mirip aja, Putri.”“Iya, Bu. Cuma mirip. Putri pulang ya, Bu.”Arka mengangguk, badannya masih terasa lemas untuk berdiri apalagi mengantar Putri sampai ke luar sekolah seperti niat awalnya.Barulah beberapa saat setelahnya Arka tersadar. Seharusnya ia menemui mama dari Putri, karena wanita itu belum pernah hadir di acara sekolah karena kesibukannya. Arka paham, sebagai single parent pastilah tidak mudah mengatur waktu untuk datang ke sekolah anaknya dan ini salah satu kesempa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status