/ Romansa / When I Meet You / QUE SERA-SERA

공유

QUE SERA-SERA

작가: Key Nara
last update 최신 업데이트: 2021-04-09 11:25:50

Bel pulang sekolah berbunyi, terpaksa membuatku menghentikan gerakan tangan kanan yang sedang menggambar sebuah seketsa wajah. Mataku mengedar, menatap teman-teman sekelas yang tampak membereskan barang-barangnya.

“Baiklah, Ibu akhiri pelajaran hari ini. Selamat sore!” ujar Bu Lisa dengan senyuman lebarnya.

“Sore, bu,” seru teman-teman kelasku  secara bersamaan.

Satu persatu dari mereka bergegas pulang, beranjak dari kursi duduk yang berjam-jam menopang badan menuju pintu keluar dengan diiringi tawa penuh lega.

Aku mendengus, sedikit iri kala melihat gadis-gadis seumuranku yang lain mudah mendapatkan teman.

Merasa hal itu tak perlu kupikirkan sekarang, aku memilih ikut bergegas menuju pintu keluar setelah membereskan barang-barangku sendiri. Hanya senyuman tipis yang kutunjukan tatkala Hana, Dwi, dan Sanda yang hari ini bertugas piket menatapku dengan tatapan penasarannya.

Apa aku semisterius itu?

Sepertinya keberuntungan tak ingin memihaku kali ini, aku mengadah, menatap gumpalan awan kelabu yang menurunkan air hujan dengan derasnya. Melihat itu membuatku mendesah kecewa, apa ramalan cuaca hari ini salah? Bukannya tadi pagi kulihat cuacanya akan berawan saja?

Dengan sangat terpaksa, aku menerobos hujan deras itu. Berbekal tas sekolah yang kujadikan pelindung kepala dan langkah kaki yang berlari menuju halte bus depan sekolah.

Tak henti-hentinya umpatan-umpatan kecil kutunjukan pada genangan air yang menciprat ke dalam sepatu yang kupakai.

“Benar-benar sial,” rutukku setelah sampai pada halte bus yang hanya disinggahi beberapa siswa berseragam sama.

Aku duduk dengan jarak lumayan jauh dengan mereka, tak berniat berkata atau sekadar bersapa. Lebih menyukai dunia kesendirian yang berhasil mengatarkanku pada Athala.

Mengingat laki-laki itu langsung membuatku mengecek arloji pada pergelangan tangan.

Masih tiga puluh menit lagi, syukurlah. Jadi aku harus menunggangi bus selama dua putaran agar terjebak dalam pikiran di kendaraan besar itu?

Mataku kembali mengedar dengan kedua tangan yang memeluk tubuhku sendiri, kedua kakiku yang menjuntai di bawah sama bergerak maju-mundur.

Raut wajah berbinar kulihat dari wajah mereka, manusia lain yang singgah di halte depan sekolah ini.

Bus datang dari arah kiri, berhenti tepat di depan halte disusul naiknya mereka ke dalam kendaraan itu.

Aku ikut beranjak, mendekap tas basah di depan tubuhku dan masuk ke dalam bus tanpa menghiraukan basah rambut yang benar-benar mengganggu.

Setelah mendudukan tubuh di kursi favoritku dalam bus ini, kendaraan yang kutumpangi mulai berjalan. Tak ada yang bersuara, penumpang bergeming ditempatnya dengan netra dan telinga mengkmati keadaan jalanan basah di luar sana.

Begitupun aku, mataku berbinar tatkala mendapati siluet jingga yang sedikit memburam karena adanya awan hitam, pemandangan yang sering kudapati sebelum mulai hanyut dalam dunia pikiranku sendiri.

***

“Apa ini, Tha?” tanyaku dengan padangan penasaran mendapati kertas berisi coretan-coretan aksara yang tak dimengerti netra. Tulisan yang ia tulis berada ditengah-tengah kertas, tampak seperti sebuah judul.

Kulihat Athala terkekeh mendapati ekspresi bingungku, tangannya kembali terulur menuju puncak kepalaku, mengusapnya perlahan penuh sayang, mungkin?

Lagi-lagi seperti ini, perasaan menggelitik ini, menyebalkan sekali. Tak sadar aku kembali tenggelam dalam netra sejuknya. Lu! Hentikan ini!

Aku menggeleng-gelengkan kepala dengan gerakan yang lumayan cepat, membuat tangan Athala yang bertenger di atas kepala kini tehempas dengan sendirinya.

“Selalu seperti itu responmu,” ujar Athala dengan senyuman tipisnya.

“Apa salah bereaksi seperti itu?” tanyaku dengan nada sinis.

Kulihat ia kembali terkekeh, setelahnya memalingkan wajah dan menatap buku bersampul coklat yang beberapa waktu lalu ia gunakan untuk menulis.

“Tha,” panggilku masih dengan nada penasaran akan arti kalimat yang dituliskannya.

“Apa Lu?” tanya Athala tanpa melihatku. Entahlah, mendapati responnya seperti itu malah membuatku tidak senang, aku terbiasa dengan tanggapan manis yang biasanya Athala lontarkan.

“Apa arti tulisannya? Kau belum membertitahukannya padaku,” tanyaku menagih.

Gerakan tangannya terhenti, sempat hendak menuliskan kata baru tetapi ia urungkan karena mendapati ucapanku barusan.

Ia kembali mendonggak, menatapku tanpa ekspresi yang sialnya terlihat menyebalkan di dimata.

“Apa sulitnya memberitahukan arti kalimat itu?” tanyaku lagi dengan bibir yang maju beberapa senti. Ah, sebenarnya sedang berusaha menguatkan raga akan tatapan yang Athala tunjukan.

“Kau tidak suka belajar bahasa?” tebaknya yang langsung kuangguki beberapa kali.

“Pantas saja,” sambungnya singkat saat mendapati respon anggukan kepalaku. Ucapannya itu membuatku melotot tidak terima, apa-apaan ini!

“Jadi apa artinya, Tha?” tanyaku lagi untuk yang ketiga kalinya.

“Untuk PR di dunia aslimu saja ya? Ingat kalimat ini, kau cari tahu di dunia nyatamu,” ujarnya. Ia memperlihatkan kalimat yang ditulisnya agar bisa kutatap lebih jelas.

“Tha!” seruku tidat terima. Namun sayang, waktu satu jam kami di dunia pikiran ini habis. Aku dan Athala kembali pada dunia asli masing-masing.

***

Aku bergegas keluar dari dalam bus, benar apa kataku kan? Dua putaran hari ini.

Mataku kembali mengedar, mendapati jalanan basah dengan genangan di pinggir jalan sisa hujan sore tadi. Pukul 18.48 WIB, terlihat sangat tidak masuk akal siswa SMA sepertiku pulang selarut ini.

Langkah kakiku kembali berjalan, belok ke arah jalan kecil yang biasa disebut gang gang menjadi jalan pulang.

Kedua tanganku kumasukan ke dalam saku rok sekolah yang masih kukenakan, sesekali bersenandung agar perjalanan pulang tidak terlalu mencengkram.

Penduduk sekitar sini cenderung lebih senang menghabiskan wantunya di dalam rumah, tak banyak yang duduk di depan rumah atau singah di tempat tongkrongan, sepi sekali.

Namun situasi ini yang malah membuatku betah, hening.

Tanganku meraih gerbang rumah, membukanya dan masuk ke dalam perkarangan rumah setelah menutup gerbang itu kembali.

Sepatu sekolah basah yang masih kukenakan terpaksa kuletakan di rak sepatu yang terdapat di depan pintu. Karena bila kubawa masuk sebagai alas, lantai rumah pasti kotor karenanya.

Mataku mengedar saat berada di ruang tamu, tak sama seklai mendapai nenek di ruangan ini.

Kakiku kembali melangkah, tak berniat menuju kamar lebih dulu. Lebih memilih mengecek keadaan nenek yang biasanya hanya kutemui sebelum berangkat sekolah setiap harinya.

Aku tersenyum lega tatkala mendapati tubuhnya terbaring dengan selimut yang menutupi tubuhnya hingga sebatas dada.

Terasa hangat dan tenang tatkala melihatnya seperti itu. Memutuskan untuk tidak mengganggu waktu istirahat nenek, aku bergegas menuju kamarku sendiri untuk berganti baju dan mencari arti dari kalimat yang diberitahu Athala.

Tanganku meraih handuk kecil di dekat gantungan untuk megusap-usap rambutku yang masih sedikit basah dengan langkah kaki berjalan menuju kamar mandi. Rasanya lengket sekali, tidak apa mandi malam-malam seperti ini bukan?

Lima belas menit berlalu, aku mendudukan tubuhku di kursi belajar dan membuka laptop, berniat mencari kalimat Athala yang benar-benar mengganggu pikiranku.

Aku masih ingat betul kalimat yang ada dalam bukunya di dunia pikiran kami.

‘Que sera-sera’ hanya kalimat singkat itu.

Embusan napas keluar dari mulutku tatkala internet seakan berjalan sangat lambat, rasa penasarnku sudah diubun-ubun, tolong.

Mataku berbinar tatkala pencarianku membuahkan hasil, artinya ...

“Apa yang akan terjadi, terjadilah,” ujarku membaca tulisan pada layar menyala yang menjadi arti kalimat singat yang Athala beritahu.

Terjadi? Apa yang terjadi?

Mengapa terlihat membingungkan sekali artinya. Athala sialan, berani sekali membuatku berpikir dua kali!

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • When I Meet You   UNTUKMU, LEBIH DARI SUNGGUH

    “Ayo ikut pulang denganku saja.” Ucapan Athala yang tiba-tiba terlontar di tengah perbincanganku dengan Lee membuat kami bertega menoleh secara bersamaan. Aku terlebih dulu membenarkan letak ranesl yang kubawa agar berposisi dengan tepat pada pundak. Sedangkan kulirik sepasang sejoli di sampingku yang kaini juga tengah menatap Athala, Joo dengan raut wajah datarnya serta Lee tang mengulum senyum saat menatapku dengan kedua alis yang terangkat.Aku memutar bola mata malas menanggapi gadis itu, kemudian kembali beralih menatap Athala yanga kaini masih memfokuskan atensinya pada diriku tanpa memperdulikan keadaan sekitar yang bisa saja menyalah artikan kedekatan kami.Taoi harapanku juga begitu, aku dianggap sebagai orang terdekat Athala di mata mereka. Terlepas dari hubungan samar-samar kami, aku terlanjur mencintai laki-laki itu.“Kau tidak memakai motor?” tanyaku dengan kedua alis yang terangkat, juga berusaha menghiraukan tatapan menggoda Lee

  • When I Meet You   MALAM DAN DIRIMU

    “Andalusia bagaimana aku tidak paham sedari awal?” Lee berucap dengan suara cemprengnya setelah gadis itu berlari menuju ke arahku dengan langkah lumayan lebar. Dua jam yang lalu aku sampai di bumpi perkemahan dibantu Athala, seperti yang sudah kuduga semua orang di sini kewalahan saat mendapati kabar bila diriku hilang saat mencari kayu bakar.Aku menyirit bingung saat mendaoati gadis itu terduduk di sampingku dengan gerakan yang cukup gesit, Lee lebih dulu menyodorkan teh hangat dalam cup yang kubawa sendiri seperti yang sudah aku minta padanya untuk mengambilkannya di dapur buatan panitia di sisi utara.Tanganku terulur guna menerima gelas itu dan mengucapkan terima kasih. Kedua bola mataku kembali tertuju pada gadis itu saat mendapatinya menumpukan tubuhnya di atas karpet yang sama dengan ku dengan posisi sedikit menyerong.“Ada apa?” tanyaku dengan kedua alis yang terangkat. Merasa heran saja saat mendapati gadis itu berlari terpongoh-pong

  • When I Meet You   CAMPING PERTAMA DI KAMPUS 2

    Rombongan kampusku yang terdiri dari delapan bus untuk mahasiswa dan satu bus untuk panitia dan pengurus kampus sampai di tempat camping untuk dua hari ke depan.Aku membuka kelopak mata saat merasakan sapuan hangat pada pipiku oleh tangan seseorang di sisi kiri.Segera tersadar dan tak ingin berlama-lama dalam sandaran nyaman Athala, aku nemilih bangkit dari duduk dan merentangkan kedua tangan dengan netra tak terlepas dari pemandangan indah penuh warna hijau di luar sana.Setelah puas memandang, aku berbalik menatap sang presensi tegap yang masih terduduk di atas bamgkunya dengan wajah mebdonggak menatapku yang sedang berdiri sembari menampakan senyuman indah menawannya.Aku berdeham, bergegas menyadarkan Athala agar laki-laki itu bangkit dan memberikanku ruang untuk turun dari bus ini. Setidaknya, menyingkirkan kedua kakinya yang sejak keberangkatan bus menghalangi jalan keluarku.Namun aku mengangkat kedua alis saat melihatnya bergemi

  • When I Meet You   CAMPING PERTAMA DI KAMPUS 1

    Dua hari berlalu begitu saja, ini hari ke tiga Lee berada di rumah sakit setelah tiga hari ia dimintai untuk rawat inap lantaran penyakit magh-nya kambuh setelah sekian lama tidak menghilang tak mendera.Kedua langkah kakiku berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan suasana sedikit ramai dan sedikit sepi. Hanya ada beberapa suster dan dokter yang hilir masuk atau keluar dari sebuah ruangan ke ruangan yang lain, serta beberapa pasien yang duduk di kursi rode, berjalan menggunakan kedua kaki walau di papah manusia lain, dan ada yang juga yang menikmati kesendiriannya di bangku taman kecil yang ada di dalam rumah sakit cukup besar ini.Tanganku langsung membuka knop pintu kamar yang menjadi ruangan dimana Lee dirawat, namun rupanya gerakanku tak lebih cepat dnegan laki-laki paruh baya berjas putih yang kuingat menjadi dokter Lee selama beberapa hari ini dan seorang suster dengan papan berisi beberapa lembar kertas yang ada di pelukannya. Aku mengangguk sopan, kemudian men

  • When I Meet You   LEE TUMBANG

    Hari kembali berjalan semestinya, kedua langkah kakiku membawaku menuju keluar dari gedung fakultas setelah kelas pada hari ini berjalan lancar dan berakhir pada pukul empat sore. Aku belum menceritakan pada kalian perihal apa yang terjadi dengan dunia pikiran setelah Athala dan diriku bertemu di dunia nyata. Ada rasa sesal yang merelung dan sesak yang tak tampak saat kembali mengingat du nia pikiran, kali aini aku tak lagi punya kesempatan untuk pergi ke sana setiap harinya pada pukul 17.17 Wib pada seperi hari-hari sebelumnya.Dunia pikiran sepertinya sudah tak lagi emnampungku dan Athala, dunia itu ternyata salah satu bentuk Tuhan paling baikuntuk menmertemukan dua manusia yang terikat takdir sejak belum dilahirkan. Itu simpulan yang Athala berikan dan Athala pikirkan jauh-jauh ahri sbeluk kami berdua dipertemukan di dunia nyata.Flashback on.Deru motor kuno yang kutunggangi bersama Athala bertenti tepat di depan taman ramai dnegan gerlap-kerlip lampu yang meneran

  • When I Meet You   PIKNIK BERSAMA

    Bukit tak jauh dari pusat kota, tempat itu yang dituju oleh Athala saat kami memutuskan menghabiskan waktu betsama setengah hari ini. Setelah memastikan laki-laki itu turun dan melepas helm yang dipakainya, aku ikutturun dnegan tangan yang memegangi jok depan untuk berjaga-jaga agar tidak terjatuh.Mataku mengedar, setelahnya berdecak kagum saat menyadari luas bukit ini dengan pemandangan yang sangat apik. Aku beralih menatap laki-laki yang membawaku kembali dengan kedua alis yang terangkat saat merasakan tangan kananku ia tautkan dengan tangannya yang lain. Senyuman yang terpatri pada wajah milih Athala membuatku langsung meneguk ludah. Siapapun pasti akan luluh melihatnya, dan aku sudah terlalu terbiasa dengan hal yang sedemikian.“Mengapa menautkan jarimu?” tanyaku dengan kerutan pada dahi yang sangat ketara. Athala langsung menanggapi ucapanku yang beberapa detik lalu terlontar dengan kekehan pelan, ia melirik ke sekitar sebelum mengeluarkan suaranya.

  • When I Meet You   BERBAGI EARPHONE

    Gedung pelatihan berenang kini bukan lagi tempat pilihan yang harus dikunjungi tiga hari sekali. Suasanyanya cukup hening dikarenakan tibanya aku di gedung besar ini terlalu pagi. Walau ada beberapa manusia yang sedang berenang bolak-balik sembari mengitari kolam renang dengan berbagai gaya berenang. Aku tak menjadikan gedung ini sebagai pilihan, melainkan sebuah keharusan. Melihat yang aku sukai hanyalah bermain air aku hanya bisa berusaha untuk mengembangkan hal-hal yang kusukai.Kedua langkah kakiku bergerak mendekati kolam untuk mengecek suhu air di dalamnya. Takut-takut air di dalamnya tak cocok dengan kondisi tubuhku yang kini memang terasa tidak enak. Setelah memastikan airnya tidak terlalu dingin, kedua langkah kakiku ini kembali berjalan menuju ruang ganti untuk mengganti baju yang kugunakan menjadi pakaian berenang yang biasanya kupakai di saat berda di tempat ini.Lee dan Joo masih sibuk dengan kuliah mereka sekarang ini, dibanding dengan diriku sendiri mereka b

  • When I Meet You   ONE DAY WITH ATHALA

    Helaan napas lelah keluar dari multuku saat selesai menyelesaikan cucian bajuku sendiri dan menjemurnya di halaman samping. Dengan keringat yang meluncur dengan deras karena sinar matahari pagi yang hari ini bersinar dengan kemilaunya aku menyeka keringat menggunakan lengan kananku. Sementara satu tangan yang lainnya sibuk mengipasi diriku sendiri walau tahu hasil yanga kurang memuaskan.Aku melangkahkan kaki menuju ruang tamu tanpa berniat menuju kamar untuk sekeda mendunginkan tubuh. Sesekali kedua bola mataku mengedar mencari debu yang mungkin saja masih menempel pada satu benda yang lainnya. Aku tak bohong bila akhir-akhir ini merasa pikun, selalu melupakan sesuatu bila kekelahan mendera.Langkah kakiku berjalan menyusuri tapakan keramik putih yang berbunyi seirama dengan sandal rumahanku yang kini kembali terpakai. Tubuhku terduduk di atas singgle soffa depan pintu utama dengan kedua piantu rumah yang terbuka lebar, menetralkan deru napas yang memburu karena tig

  • When I Meet You   PANGERAN DAN TUAN PUTRI

    Rasanya tak percaya dengan skenario Tuhan yang terasa dan tampak tak mudah di depan mataku kali ini. Aku duduk berhadapan dengan athala yang kini juga sedang menatapku dengan senyuman yang sejak beberapa manit yang lali tak luntur. Aku merasakan deruan napas miliknya menerpa dengan lembut pada permukaan wajahku yang kali ini memilih bungkam dan berperan pasif.Agaknya tak percaya dengan harpanku di dunia pikiran yang menjadi kenyataan di dunia nyata. Mataku kembali memanas saat mengingatnya, ia benar-benar Athala. Aku tidak berada di awang-awang dunia yang biasanya memepertemukan antar diriku dan aAthala.“Lu?” panggilnya dengan kedua alis yang terangkat saat menyadari diriku tidak dalam keadaan yang tenang untuk mendengarkan deretan kalimat yang keluar dari mulutnya.Aku tersadar begitu saja, kemudian Athala yang kini masih emnampilkan wajah tenagnya seolah pertemuan pertama kami di dunia nyata tak sama sekali membuatnya canggung atau memeras atak e

좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status