Seperti kebiasaan Wisnuaji setiap weekend sejak dirinya menarik diri dari dunia bisnis 3 bulan lalu, ia akan mengunjungi rumah putranya. Baginya menghabiskan waktu bersama anak dan menantunya sanggup mengisi kehidupannya yang hidup tanpa pasangan ini. Ia selalu berharap agar Juna dan Nada akan segera memiliki anak, apalagi mereka hampir dua tahun menikah. Namun sampai saat ini dirinya hanya berani menagih cucu saat keadaan santai dan di selingi canda gurau. Ia tidak mau membuat PR memberikan cucu menjadi beban mental bagi Juna dan Nada. Baginya melihat Juna bahagia serta bisa menikah dengan wanita yang tulus mencintainya adalah suatu keajaiban.
Akhirnya setelah pulang dari honeymoon dulu, Juna mengatakan kepada Wisnuaji bahwa ia telah mencintai istrinya dengan tulus dan ia akan berusaha berjuang untuk keutuhan rumah tangganya walau ia harus benar benar tertatih nantinya. Saat itu Wisnuaji hanya sanggup tersenyum dan menepuk pelan bahu anaknya. Dan ia hanya berpesan kepada Juna, mau sesibuk apapun ia sebagai suami, weekend adalah waktu bersama keluarga terutama istri. Jangan sampai waktu itu di isi oleh tamu yang tidak di undang.
Pelajaran kegagalan rumah tangganya sepertinya benar benar menjadi pelajaran berharga bagi Juna karena setiap hari Sabtu dan Minggu, Juna akan full bersama Nada. Jika tidak berkumpul dengan para sahabat atau keluarga, maka mereka akan menikmati liburan walau itu hanya memanjat tebing, mendaki gunung, bahkan membersihkan rumah berjamaah. Di rumah Juna, bahkan dia tidak m emiliki ART yang menginap di rumahnya. Para ART datang ketika ia dan Nada pergi bekerja. Ketika mereka pulang bekerja para ART akan pamit pulang. Jika weekend para ART diberikan libur. Bahkan Wisnuaji sampai geleng geleng dibuatnya. Sebegitu ingin privatnya kehidupan anaknya hingga ia tidak mau kehidupan rumah tangganya atau bahkan konflik rumah tangganya di ketahui oleh orang lain walau itu ART nya sendiri.
Dulu Wisnuaji sempat memiliki ketakutan karena Juna tidak berniat untuk menikah karena kegagalan pernikahannya dengan Pinar Defne, sehingga ketika ibunya bersikeras menjodohkan Juna dengan Nada ia hanya bisa menyetujuinya. Karena mengingat dirinya yang melawan orang tuanya dan menikahi Pinar Defne, ternyata berakhir dengan perceraian. Bahkan pertama kali ia membawa pulang Juna ke rumah setelah Pinar Defne memilih selingkuhannya, ibu dan ayahnya murka padanya, walau itu hanya sementara dan setelahnya mereka begitu mencintai Juna dengan tulus.
Wisnuaji benar benar bersyukur kepada Tuhan karena ia diberikan anak laki laki, sehingga ibunya tidak memaksanya untuk menikah kembali karena ia telah memberikan anak laki laki sebagai penerus keluarga. Namun sepertinya beban itu lantas berpindah kepada anaknya karena ia yang akhirnya di jodohkan dengan wanita yang memiliki latar belakang keluarga bahkan keadaan ekonomi yang tidak jauh berbeda dengan keluarganya. Sehingga tidak ada keinginan dari mereka berdua untuk saling memanfaatkan satu sama lainnya. Wisnuaji akui, ibunya begitu selektif memilihkan pasangan untuk Juna, bahkan Nada adalah salah satu wanita sempurna yang Wisnuaji pernah temui di hidupnya. Dan ia beruntung karena memiliki menantu seperti Nada yang tidak hanya cantik dan cerdas, namun juga pintar memerankan peran yang kadang tidak hanya menjadi istri,namun bisa menjadi teman, sahabat bahkan ibu bagi Juna. Ibu, satu kata yang mungkin tidak pernah bisa Wisnuaji berikan kepada Juna sejak ia berusia 6 bulan.
Selama menduda hampir tiga dekade lamanya, banyak perempuan yang mencoba menarik perhatiannya, namun ia lebih memilih fokus kepada pekerjaannya dan membesarkan putranya. Baginya itu sudah cukup menyita waktu tanpa perlu pusing memikirkan istri dan problematika rumah tangga.
Walau Juna lebih mirip ibunya, dan hanya bentuk badan dan tingginya yang mirip Wisnuaji sehingga banyak orang yang tidak percaya bahwa Juna adalah anaknya, tapi Wisnuaji tidak mau pusing memikirkannya. Bahkan dengan wajah awet mudanya dan bentuk tubuhnya yang masih sanggup membuat para wanita muda meliriknya, ia tetap cuek saja tidak menanggapi para wanita itu. Sahabat menantunya saja sampai sering menggodanya karena bentuk fisik dan wajah yang awet mudanya. Katanya ia tidak pantas di panggil Om, lebih pantas dipanggil mas. Yang sering membuat Nada naik pitam karena katanya ia lebih menggoda serta awet muda daripada anak laki lakinya.
Di usianya yang sudah 56 tahun ini, Wisnuaji bersyukur karena ia masih di berikan kekuatan fisik yang cukup baik sehingga ia masih bisa mendaki gunung seperti hari ini. Kali ini mereka hanya mendaki berdua karena Nada sedang halangan sehingga ia tidak ikut mendaki.
Ketika ia baru saja dari toilet ia melihat Juna sedang bertelepon ria dengan istrinya hingga tertawa. Wisnuaji bersyukur anaknya masih memiliki kemampuan mencintai istrinya, dan tidak pernah berniat berpaling dari istrinya walau seberat apapun cobaan yang mereka lalui. Dan ia cukup salut dengan keteguhan hati Juna untuk terus bersanding dengan istrinya. Walau mereka bukan pasangan yang romantis, setidaknya Wisnuaji bersyukur karena anaknya memiliki kehidupan yang normal bukan seperti dirinya yang melalui masa dewasa hingga tuanya tanpa pendamping. Bukan sesuatu yang mudah mengingat dulu ia harus membawa Juna imunisasi sendiri, bahkan ketika Juna sakit ia harus merawatnya sendiri tanpa bantuan seorang istri.
"Pa, pulang yuk?" Kata Juna ketika Wisnuaji duduk di sampingnya.
"Kenapa cepat-cepat? katanya kamu mau tidur dulu."
"Soalnya papa sudah ditunggu sama cewek di rumah."
"What?"
"Iya Pa, ada perempuan yang nyariin Papa ke rumahku dan sekarang dia sedang nunggu Papa."
Wisnuaji hanya diam menatap Juna. Seolah Wisnuaji sedang menelisik apakah Juna berbohong kepadanya atau tidak.
"Jangan jangan Papa punya pacar terus hamilin anak orang ya? sampai dia ngejar papa ke sini?"
Plakk .....
"Aduh Pa, sakit," kata Juna sambil memegang pipinya.
"Kamu keseringan kumpul sama geng istri kamu, jadi mulut kamu kaya perempuan."
"Ya Allah, Pa, dengerin Juna ya Pa. Papa itu berhak bahagia setelah menduda hampir tiga dekade. Memang Papa enggak rindu belaian perempuan? Juna enggak jamah Nada seminggu saja sudah kalang kabut, masa Papa bisa tahan selama ini."
Ingin rasanya Wisnuaji memukul putra semata wayangnya ini, namun ia sadar jika mereka sedang berada di tempat umum.
"Kamu nggak malu apa cerita kaya gini ke Papa?"
Juna hanya nyengir di samping Wisnuaji.
"Aku itu lagi usaha biar Papa mau nikah lagi, biar Papa ada teman hidup. Juna nggak mau masa tua Papa di habisin seorang diri sama Alda, Caiman dan semua reptil yang ada di rumah," kata Juna mengingat Wisnuaji yang mencintai kura kura Aldabra miliknya yang berusia 29 tahun dan para reptil miliknya.
Wisnuaji menghela nafasnya dan kini ia menatap putranya.
"Hidup Papa sudah ada di zona nyaman sekarang, tugas Papa membesarkan kamu sudah selesai, bahkan hingga mengantarkan kamu menuju bahtera pernikahan yang bahagia. Masa tua Papa enggak akan kesepian kalo kamu segera kasih cucu buat Papa."
Juna mendengus mendengar perkataan papanya.
"Juna sama Nada sudah usaha Pa tiap hari, tapi belum di kasih sama Tuhan. Sampai Juna enggak berani ajak Nada ke rumah Eyang, takut Nada baper kalo ditagih kapan hamil terus."
Wisnuaji hanya menepuk pelan pundak anaknya. Ia memahami perasaan Juna dan Nada yang kadang tersinggung dengan perkataan ibunya.
"Anak itu bisa di bilang bonus dalam rumah tangga Juna. Anak bisa menjadi anugerah atau cobaan tergantung kapan ia hadir ke dunia. Yang penting kalian berdua bahagia dan terus berusaha apapun caranya. Percayalah, kalian akan memilikinya walau kalian harus melalui jalan yang panjang untuk memiliki momongan. Biarlah orang lain berkomentar, yang penting kalian berdua saling menguatkan dan tetap terus bersama."
"Iya Pa. Juna yakin kok Nada akan hamil. Kan Juna anak Papa, pejantan tangguh gini, masa bikin Nada hamil saja enggak bisa."
Plakk.....
Wisnuaji kembali menampar pelan pipi anaknya.
"Sudah ayo pulang, kata kamu ada tamu yang nunggu Papa."
"Iya-iya Pa"
Kemudian Juna dan Wisnuaji mengangkat cerrier berukuran 80 liternya menuju parkiran tempat Hummer milik Wisnuaji di parkirkan.
Mobil Hummer type H1 warna hitam kesayangan Wisnuaji yang selalu menemaninya menjelajahi alam Indonesia . Walau sudah bangkrut sejak 2009 dan tidak di produksi lagi, tapi Wisnuaji begitu mencintai mobil hardtop yang ia beli satu tahun lalu ini dari Ayah Deva, Galih Sudjatmiko Utama yang terpaksa menjualnya karena jarang ia gunakan di rumah.
Sebuah mobil yang sanggup mengakomodasi kegiatannya yang sering menjelajah alam atau mendaki gunung sejak ia menarik diri dari dunia bisnis. Bahkan seluruh asetnya dari Saham, bahkan properti baik yang di dalam negri maupun di luar negri telah ia berikan kepada Juna. Kini ia hanya ingin menikmati hidupnya yang bebas tanpa tanggung jawab selain dirinya sendiri dan menemani masa tua ibunya.
Satu jam kemudian Wisnuaji telah sampai di rumah anaknya. Dan ia memarkirkan mobilnya di halaman rumah Juna yang luas kemudian ia berjalan menaiki tangga untuk masuk ke dalam rumah. Dalam hatinya ia bertanya tanya siapa wanita yang mencarinya hingga nekad sampai di rumah anaknya. "Assalamualaikum," Teriak Juna dari tangga depan sebelum memasuki rumah yang membuat Nada cepat cepat keluar rumah. "Waalaikum Salam," Kata Nada sambil berjalan ke arah suami dan Papa mertuanya. Kemudian ia menjabat tangan suami dan papa mertuanya. "Tumben kamu jadi istri manis banget." Nada hanya nyengir dan menginjak kaki Juna yang di balut dengan sepatu gunung itu. Sejujurnya ia malu ketika Papa mertuanya tau jika hubungannya dan sang suami seperti Tom and Jerry. "Sudah Nad, Papa tau kalian seperti apa hubungannya." "Ya malu, Pa, enggak ada romantis romantisnya gini sama Janaidi." "Buat apa romantis kalo kalian tidak bisa jadi diri sendiri. Oh ya, yang nyari papa masih di sini?" "Masih, Pa." Kemud
Dengan perasaan campur aduk di hatinya Wisnuaji memanggil Juna untuk berbicara berdua di halaman belakang rumah Juna yang luas dan di penuhi pepohonan rindang. "Ada apa Pa, kayanya serius banget mukanya?" kata Juna sambil mulai duduk di kursi yang ada di halaman belakang rumahnya. "Iya, Papa mau membicarakan hal yang serius sebentar sama kamu." "Perihal apa?" "Mama kamu." Wisnuaji melihat ekspresi Juna yang tiba tiba berubah tegang dan wajahnya memerah. "Ada apa dengan dia?" "Dia ingin bertemu dengan kamu." Juna diam memandang Wisnuaji didepannya. Beberapa saat kemudian ia akhirnya bersuara. "Sampaikan padanya sampai bertemu di akhirat ya Pa. Juna masuk dulu." Wisnuaji hanya bisa menghela nafasnya. Ia tidak bisa memaksakan Juna karena Juna telah dewasa dan bisa mengambil sikap serta keputusan apapun sendiri tanpa intervensi darinya. Ia cukup memahami sikap Juna yang menolak untuk bertemu dengan Pinar Defne karena rasa sakit di hatinya. Bagaimana bisa seorang ibu lebih mement
Setelah Samira keluar dari kantor Nada, ia langsung menuju ke mobilnya dan menginstruksikan kepada supirnya untuk menuju ke alamat rumah Wisnuaji. Selama di perjalanan Samira sedikit gugup mengingat pertemuan pertama mereka yang tidak terlalu baik. Bahkan dari cara Wisnuaji membahas Pinar Defne kemarin, Samira sadar, jika Wisnuaji tidak berminat untuk bertatap muka lagi dengan mantan istrinya tersebut. Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda Wisnuaji menerima telepon dari menantunya. "Hallo, Nad." "Hallo Pa. Papa ada di rumah enggak sekarang?" "Ada. Kenapa?" "Nanti Tante Samira ke rumah Papa bawain Gurame asam manisnya ya. Papa jangan pergi dulu." "Enggak Nad, Papa lagi mandiin Alda di belakang. Kamu bilang sama dia suruh masuk saja nanti ke belakang." "Ya Papa bilang sama ART Papa." "Iya." Lama Wisnuaji dan Nada saling diam dengan pikiran masing-masing. Nada dengan pikiran bagaimana cara menyampaikannya kepada Papa mertuanya bila Samira adalah gandengan Papa mertuanya unt
"Kamu siapa bisa ada disini?" Mendengar pertanyaan wanita itu Samira bangkit berdiri dari posisi duduknya dan tersenyum canggung. Kini ia bingung harus menerangkan siapa dirinya kepada wanita ini. Tidak mungkin ia mengatakan jika ia adalah pengagum rahasia Wisnuaji sejak 10 tahun yang lalu kepada wanita ini. Ya Tuhan...Tolong kirim Malaikat penolong saat ini, karena aku tidak tau harus menjawab apa sekarang.. "Saya, saya," Kata Samira dengan sedikit bingung harus berucap apa "Dia pasanganku. Siapa yang mengijinkanmu masuk ke sini?" "Satpam membukakan gerbang untuk aku tadi Mas." "Aku bukan Mas mu. Sudah cukup Retno kamu mencoba mengganggu kehidupanku sejak beberapa bulan ini. Sebaiknya kamu angkat kaki dari rumahku" Samira melihat wanita cantik yang berdandan dengan pakaian kurang bahan ini sambil menelan ludah. Ia yakin wanita ini berusia jauh di bawahnya. Mungkin kisaran 37 tahun. Jika wanita seperti ini saja di tolak Wisnuaji, apalagi dirinya yang sempurna saja tidak sebaga
PART 7Setelah menghampiri Wisnuaji dan Ibunya, mereka bertiga masuk ke Mall. Samira lebih memilih jalan di belakang Wisnuaji dan ibunya, karena ia sendiri sulit mengatur ritme irama jantungnya yang berdetak semakin cepat jika ia ada di dekat Wisnuaji. Seharusnya di usianya yang sudah kepala 4, ia tidak merasakan rasa bak anak remaja tujuh belas tahun yang sedang jatuh cinta dan naksir kepada kakak kelasnya seperti ini."Nduk, kamu kok jalan di belakang, sini sebelahan sama ibu," kata ibu Wisnuaji sambil memutar tubuhnya menghadap ke Samira dan tangannya langsung menggenggam tangan Samira untuk berjalan di sebelahnya.Kini justru Wisnuaji yang berjalan di belakang ibunya dan Samira. Bahkan Wisnuaji menghala nafasnya melihat ibunya yang bersemangat seperti ketika Juna dan Nada akan menikah."Kita mau beli apa Bu?" Tanya Samira yang berjalan di sebelah Ningrum"Apa ya, Kalo satu set perhiasan saja bagaimana?""Boleh.""Apa tidak berlebihan Bu?" Kini Wisnuaji sudah memotong pembicaraan S
PART 8Samira masuk ke sebuah toilet wanita dan ia akhirnya menumpahkan air matanya di tempat ini. Tempat di mana Wisnuaji tidak bisa melihat wajah kalahnya. Wajah yang selama ini ia sembunyikan. Memang Samira tidak pernah menyangka bila Redi sampai hati mengeluarkan kata kata itu terhadapnya setelah ia menolak Redi untuk rujuk setahun yang lalu. Karena bagi Samira, wanita baik baik tidak akan mau merusak kebahagiaan wanita lain. Dia juga tidak mau merebut kebahagiaan anak anak Redi, apalagi ia sudah tidak memiliki perasaan apapun kepada mantan suaminya itu.Diwaktu yang sama tempat yang berbeda. Ningrum dan Wisnuaji menatap Redi dengan pandangan tidak percayanya."Apa anda merasa bahagia setelah mengatakan hal itu kepada seseorang yang pernah anda cintai?" Kata Wisnuaji menahan emosinya melihat tingkah mantan suami Samira"Tidak, aku hanya ingin kalian tau kekurangannya agar kalian bisa mengambil keputusan yang tepat. Aku tidak ingin dia menjanda sampai dua kali""Wow, hanya karena d
PART 9Sepulang dari kediaman Juna dan Nada, Samira langsung di antar Wisnuaji menuju ke hotelnya. "Nduk, kamu kenapa enggak sewa rumah saja kalo di hotel kan boros?"Samira hanya tersenyum menanggapi pertanyaan dari Ningrum."Belum ada waktu Bu untuk cari rumah.""Kamu di rumahnya Juna sama Nada saja. Rumah mereka di Jogja enggak di pakai.""Tidak usah Bu, rumah itu kan mereka pakai kalo mereka lelah harus pulang pergi Jogja temanggung.""Iya, tapi daripada boros uang. Hotel kamu nginap itu kan bisa puluhan juta semalam."Samira hanya tersenyum menanggapinya."Kebetulan sebagian besar saham hotel tersebut milik saya Bu.""Owalah, pantas saja. Tapi tetap saja nyaman di rumah daripada hotel. Benar tidak Wis?" Tanya Ningrum karena sejak tadi Wisnuaji hanya diam saja"Benar, tapi kalo Samira ada uangnya dan dia nyaman tinggal di hotel, kenapa tidak Bu?""Yowes kalo begitu, besok kamu pindahan saja ke rumah ibu Nduk. Ibu cuma di rumah sendiri kok."Samira membelalakkan matanya. Tidak per
Sudah tiga hari Samira tinggal bersama Ningrum di rumah Ningrum yang begitu nyaman ini dan malam ini adalah malam dimana acara ulang tahun pernikahan orang tua Nada yang tidak lain juga besan Wisnuaji akan digelar. Menurut Ningrum setelah acara ini mereka akan berlibur bersama di Villa milik keluarga Nada yang ada di Bali selama 3 hari. Ingin Samira menolak ajakan Ningrum karena dirinya merasa tidak pantas hadir di keluarga ini, karena dia bukan anggota keluarga, namun Ningrum memaksanya agar ikut serta untuk mendampingi Wisnuaji di acara ini sekaligus perkenalan ke khalayak ramai tentang status dirinya sebagai "calon" Wisnuaji. Ini sudah di luar kesepakatannya dengan Nada sehingga kini Samira mengajak Nada bertemu. Samira mengajak Nada untuk makan siang bersama dan ia memilih menjemput Nada di kantornya. Ketika Samira sampai di sana Nada sudah menunggunya di loby dan langsung Nada memasuki mobil Samira. "Assalamualaikum Tan," kata Nada sambil membuka pintu mobil penumpang belakang