"Richard!" pekik Sheryl.
________
Sheryl berlari menghampiri Richard yang bersandar di pintu mobilnya.
Mata Richard terpejam menahan sakit di perutnya yang tertancap pisau belati.
Beberapa orang yang berada di sana, seketika mengerumuni mobil Richard. Semua yang menyaksikan penyerangan tersebut tampak panik dan tercengang melihat seseorang terluka parah.
Seorang pengunjung yang ikut menyaksikan penyerangan tersebut, berinisiatif menghubungi ambulans dan polisi.
Richard terduduk lemas di aspal. Darah di perutnya keluar cukup banyak hingga membasahi hampir ke seluruh bagian depan kemeja putihnya.
Dengan wajah pucat pasih, dia berjongkok di hadapan Richard. Tangannya bergetar hendak melihat luka tusuk yang di dapat kekasihnya.
"No… No…, Richard kau harus bertahan. Aku akan membawamu ke rumah sakit," tekad Sheryl dengan suara bergetar.
Dirinya hendak bergegas membuka pintu m
Richard tak percaya harus mendapat penolakan langsung dari Sheryl dengan cara yang tak sopan, karena setelah itu terjadi… Sheryl pergi menggunakan taksi tanpa menoleh sedikitpun kepadanya.Dirinya kesal setengah hidup. Dan membubarkan para penonton dan orang-orang yang membantu sandiwaranya tadi.Dia menendang udara sambil mengumpat tak karuan, menggerutu kesal karena semua surprisenya berakhir sia-sia dengan penolakan dan kemarahan Sheryl kepadanya.Saat sedang menggerutu kesal sambil membuang semua bunga dari dalam mobilnya. Seorang wanita menghampirinya dan menawarkannya bantuan."Eherm… kau butuh bantuan?" tawar suara yang sedikit serak itu. Terdengar tak asing bagi Richard.Lantas pria yang baru saja ditolak lamarannya itu pun menoleh dan terkejut akan kehadiran wanita tersebut."Shello? Kapan kau ke sini?" tanya Richard sambil menyandarkan diri di pintu bagasi mobil yang baru ditutup olehnya.Dengan kedua tangan ya
—21—Sheryl mendengus kesal di sepanjang perjalanannya yang begitu jauh dan terlalu lama itu. Entah kemana Leonard membawanya. Dia sungguh lelah dan sangat ingin istirahat. Namun sepertinya percuma menanyakan kemana tujuan Leonard membawanya. Karena dia yakin pria itu tak akan memberitahukan tujuannya.Sheryl yakin, Leonard takut jika memberitahukan kemana tujuannya. Sheryl akan membocorkannya kepada Shello.Namun dirinya gerah untuk duduk diam tanpa bicara… dan bibirnya terlalu gatal untuk tak mengeluarkan semua pertanyaan yang sudah menempel di benaknya selama ini."Hah… sebenarnya kau ingin membawaku kemana?!" tanya Sheryl ketus."Ke sebuah rumah," jawab Leonard ringan."Heh... Sudah pasti kau akan menjawab begitu!" tukas Sheryl. Memutar manik matanya malas."Aku ingin kau tinggal di sana beberapa hari," jawab Leonard singkat."Aku tak ingin tinggal denganmu! Jika Shello tahu,
—22—Richard dan Shello memasuki Apartemen ibunya tanpa merasa curiga sama sekali saat tiba dalam keadaan di ruang tamu yang sedikit berantakan.Sampai dia menemukan Ibu dan Bibinya terlihat aneh dengan adanya air mata di ujung matanya. Seketika Richard menghampiri keduanya dengan wajah panik dan khawatir."Mom… Aunty, ada apa? Apa Sheryl belum ke sini? Kenapa kalian menangis?" tanya Richard cemas.Lincone dan Lindsay hanya bisa menatap Richard dengan sendu. Mereka juga tak tahu bagaimana harus menjelaskan kejadian yang begitu cepat berlalu.Padahal sebelumnya mereka begitu antusias menyiapkan kejutan untuk Sheryl, saat selesai menerima lamaran dari Richard. Namun nyatanya? Semua kegembiraan itu lenyap begitu saja dan berganti dengan kepergian Sheryl yang seolah memiliki hubungan lain dengan pria lain.Begitulah pemikiran Lincone dan Lindsay saat ini."Dia sudah pergi, Riri…," ujar Lincone li
—23—"Marco…, kau-kah itu?"______Langkah pria yang turun darijeepitu terdengar kasar dan di saat dia sudah tiba di hadapan Sheryl, tampaklah wajahnya yang membenarkan tebakan Sheryl."Sedang apa kau di sini, Sheryl?" tanya Marco. Dia mengerutkan keningnya memperhatikan gerak gerik Sheryl yang seakan baru saja melarikan diri dari markas mafia berbahaya.Dengan terbatah-batah Sheryl berujar sambil mengatur napasnya. "Hah… beruntung kau di sini, Marco. Tolong… bawa aku ke kota. Aku ingin kembali ke tempat kakakku," pinta Sheryl. Dia sedikitpun tak merasa curiga terhadap Marco yang seharusnya bisa ia tanyakan…sedang apa Marco di sini?Namun keadaannya saat ini lebih mendominasi pikirannya untuk pergi dari tempat itu lebih dulu."Tentu. Ayo… naiklah ke dalam mobilku," ajak Marco.Sheryl mengangguk t
-24-Richard tak berhenti menekan pedal gas-nya menuju kemana arah gps di tubuh Sheryl menuntunnya melaju menjauh dari apartemen Lincone.Amarah dalam dirinya terlalu besar hingga mungkin dia tak akan menahan diri untuk menghajar Leonard jika bertemu nanti. Rasanya dia akan melupakan status sepupu Dowson saat tahu Sheryl diculik secara licik oleh Leonard."Kau sungguh bajingan Leon! Beraninya membawa kabur wanitaku. Kita lihat apa yang bisa kau lakukan saat aku menemukanmu!""Hei... yang kau sebut bajingan adalah sepupumu!"tukas sebuah suara."Shello?""Ya... ini aku. Kau pikir, mobilmu bisa menanggapi keluhanmu?! Fokuslah Richard... jangan terbawa Emosi! Leon disebut-sebut sebagai hantu merah. Dia bisa menghilang tanpa kau sadari,"peringat Shello."Aku tahu. Karena aku sudah belajar darimu. Kau yang sudah lama mengenalnya saja, bisa kehilangan jejaknya! Detective macam apa kau ini? Heh!
—25—Setelah Sheryl melangkah pergi dari rumah sederhana yang ditinggali Rachel dan Anna. Leon hendak mengejarnya, namun Rachel menahan pergerakannya."Leon! Apa yang terjadi? Kenapa Sheryl menatapku begitu tajam?""Hah! Dia pasti sudah berpikir aneh terhadap kita. Aku… lupa menjelaskan apapun kepadanya, tentang kita. Aku harus mengejarnya sebelum dia jauh. Tunggulah…," pinta Leon.Lalu mengambil jaket yang ada di sofa, namun saat dia memakainya, pintu kamar Anna terbuka. Menampilkan sosok bocah kecil yang keluar sambil mengucek matanya."Dad…, kau sudah pulang?" tanya suara kecil itu.Leon menghampiri Anna dan berjongkok di depan bocah tersebut."Ya… kenapa kau terbangun?" tanya Leon merapikan rambut yang berantakan di kening Anna."Karena aku mendengar suaramu, Dad…," jawab Anna."Maafkan aku jika suaraku begitu berisik hingga membangunkanmu, tidurlah kemb
—26—Sheryl menyempatkan diri menatap ke bawah setelah dia akhirnya memilih ikut bersama Sergio dan Marco. Mereka mengudara dan mulai menjauh dari kota Paris.Melihat beberapa penjaga di mansion Sergio yang dilumpuhkan oleh beberapa orang yang sepertinya ahli dalam menggunakan senjata api.Sergio memerhatikan Sheryl yang merenung seakan masih tak bisa menerima cerita yang diberitahukan oleh Sergio.Dia merasa semua itu hanyalah sebuah cerita yang dikarang oleh Sergio untuk membuatnya percaya bahwa semua itu kejahatan di dalam CIA.“Aku tahu kau tak mudah percaya dan tak akan percaya denganku, Sheryl. Namun aku tak peduli… aku tetap akan melanjutkan ceritaku sampai selesai, sebelum aku mendapat serangan lain. Aku hanya ingin kau dan kakakmu berhenti membuang waktu untuk melakukan hal yang sia-sia,” ujar Sergio.Sheryl menatap Sergio seolah sedang menelisik apa yang tengah dikatakan pria beralis
—27—Sheryl memasuki apartemennya… berharap Richard belum tiba di sana lebih dulu. Karena dia sangat ingin berendam demi menurunkan panas di kepalanya yang seakan ingin meleburkan lava panas yang siap keluar saat itu juga jika ia berdebat dengan Richard.Pintu apartemennya terbuka dalam keadaan yang masih gelap. Membuat Sheryl menghela napasnya lega, ia memasuki ruang tamu dan menanggalkan sepatunya sembarangan. Lalu menutup pintu tanpa menyalakan lampu, karena penerangan dari pantry cukup membuatnya mampu melihat langkahnya agar tidak tersandung.Namun dia tak menyadari sesosok makhluk yang berada di balik pintu depannya. Sudah berdiri menunggu kehadirannya dalam diam di kegelapan.Langkah Sheryl terhenti saat dehaman suara berat yang begitu dirindukannya terdengar. “Sudah selesai berkelana, Black Swan?” sapa suara berat itu, dan mulai memajukan langkahnya agar terlihat den