Hampir setengah hari perjalanan dari Bandung ke Tangerang Banten. Akhirnya sampai di tempat tujuan.Tanah yang sangat asing untukku. Aku Membulatkan hati untuk mengusir rasa khawatir dan takut, kemudian melangkah dengan pasti.
Aroma petrikor menghidu hingga menusuk ke hidung. Sepertinya, tanah ini baru saja tersiram air hujan. Aku menarik koper menuju alamat yang ada di pesan whatssap. Lingkungan yang agak padat, tapi tidak terlalu ramai.
Langkahku terhenti tepat di depan gerbang. Tertulis Rumah Qur'an As-Syifa dengan ukuran besar di pintu gerbang. Seorang perempuan muda mempersilakan masuk dengan ramah."Maaf, namanya siapa, Ukhty?"
"Andini khumaira dari Bandung. "
Gadis muda itu menuntunku ke kantor sekertariat. Bangunan dua lantai yang cukup besar dan rapi."Assalamualaikum, Umi."
Gadis muda itu mengucap salam sembari mengetuk daun pintu."Waalaikumsallam, masuk. " Terdengar suara lembut da
Matahari bersinar terik, panas menyengat tubuh. Peluh sudah bercucuran membasahi baju. Huh, aku paling tidak suka panas dan berkeringat. Hampir satu jam berdiri di tengah lapangan untuk menjalani hukuman yang kuterima.' Ah, ini semua gara-gara Putri' rutukku di dalam hati.Semua mata serasa tertuju kepadaku, betapa malunya diri ini melihat santri berbisik-bisik dan senyum yang tersungging di bibir maha santri dan para Ustaz.Andai aku tidak mengikuti ide gila Putri. Mengintip kamar ustaz Fikri yang terletak di bagian paling ujung gedung ini. Aku bukanlah gadis mesum yang suka mengintip pria. Aku hanya ingin tahu benda apa saja yang ia sukai."Din, klo kamu serius suka sama Ustadz Fikri. Kamu harus selidiki apa yang beliau suka, bentar lagi hari ulang tahun Ustadz Fikri, "ujar Putri dengan mimik serius."Ih, jangan ah, biarkan saja. Biar Allah yang mengatur semuanya, kalo jodoh nggak akan kemana" jawabku dengan penuh keyakinan. 
Mentari pagi membelai hangat tubuhku yang hampir membeku. Aku sengaja berjemur di taman belakang sambil murajaah seorang diri. Jadwal setoran hapalan tinggal tiga puluh menit lagi. Namun, kaki seolah terpaku dan enggan beranjak dari sini. Sampai Putri datang dan mengusik rasa nyamanku."Din, giliran kamu tuh. Yang lain udah setoran semua. "Aku masih diam dan tidak bergerak sedikit pun. Malu bercampur takut belum juga hilang. Mana mungkin fokus untuk menyetor hapalan, sedangkan bertemu saja sudah membuat jantung ini serasa melompat keluar."Cepetan, Umi yang nerima setoran hari ini, " ucap Putri geram."Allhamdulillah, kenapa nggak bilang dari tadi, " ucapku dengan perasaan lega, kemudian berlari menuju bilik tempat setoran hapalan.Maha santri perempuan kembali di bimbing Umi untuk setoran hapalan setiap harinya. Ustaz Fikri kembali membimbing anak santri laki-laki. Kami hanya bertemu sesekali saja di jam istrirahat dan jad
Cinta tidak harus memiliki, mungkin kata itu yang cocok dengan diriku saat ini. Memendam rasa dan menyembunyikannya sedalam mungkin hingga terasa sesak di dada. Suara lolongan anjing sudah terdengar beberapa kali. Angin malam menerobos celah jendela kamar hingga menusuk ke tulang. Namun, raga ini masih juga terjaga.Bayangan Zidan kembali melintas di dalam benak. Senyum serta tingkahnya seolah menari-nari dalam ingatan. Permohonan dan janjinya kepada Bapak masih terekam jelas. Rasa tidak nyaman dan gelisah seakan menghantui, sejak hati ini mulai berpindah.Apakah diri ini berdosa Ya-Rabb? Aku tidak pernah menjanjikan ikatan apapun kepadanya. Namun, kenapa hati kecil ini berbisik seakan diri ini telah berkhianat dan melukai hati yang lain.Bukankah Engkau yang menganugerahkan rasa ini kepada setiap hamba? Di manakah seharusnya hati berlabuh? Dosakah jika aku menyimpan rasa ini? Dadaku berkecamuk penuh tanya hingga tanpa sadar sudah terdeng
"Ukhty Dini! "Suara Ustaz Fikri masih terdengar beberapa kali hingga ke bawah loteng. Aku berlari sekuat tenaga menuju kamar. Tidak ingin terlibat lebih jauh dan lebih menjaga hati agar tidak semakin terluka.Biarlah mereka menyelesaikan masalahnya sendiri. Aku tidak ingin menjadi duri di antara mereka. Cukup Allah yang tahu rasa ini dan terhempas bersama angin yang berdesau malam ini.Pertemuan kembali Ustaz Fikri dan mantan tunangannya cukup menguras perasaan. Entah apa yang terjadi di dalam hati ini? Rasa takut dan kecewa mendominasi. Membuat hari-hariku serasa berat.♥️♥️♥️Hampir semua maha santri berkumpul di kelas. Akan ada perkenalan dari guru mata pelajaran bahasa Arab yang baru. Umi terpaksa mendatangkan guru baru karena guru yang lama tengah cuti melahirkan.Hampir sepuluh menit berlalu, guru yang dijanjikan belum juga datang. Kami masih asyik bersenda gurau ketika suara langkah kaki t
Aku masih terpaku dan enggan pergi. Melihat punggung bidang itu menghilang di balik pintu kantor sekertariat. Air dari langit turun membasahi bumi disertai angin yang berembus kencang. Percikannya membuat ujung gamis yang kukenakan sedikit basah."Din, ayo masuk! " pekik Putri yang berdiri di depan kelas seraya melambaikan tangan."Iya! " pekikku, kemudian berlari kecil dengan menutup kepala menggunakan kedua tangan.Baru saja berjalan beberapa langkah, sebuah payung hitam menaungi dari derasnya kucuran hujan. Aku membalikkan tubuh untuk melihat si pemilik tangan yang menggenggam payung itu.Aku sedikit terhenyak dan mundur ke belakang saat Ustaz Fikri berada tepat di hadapan. Dadaku berdetak cepat saat bola mata saling bertemu."Ustaz! " pekikku tertahan."Pakai payung, biar nggak sakit. "Lelaki itu memberikan gagang payung itu kepadaku, kemudian berlari hingga tidak terlihat lagi.Ak
Aku telah bersiap untuk kembali ke Bandung bersama Ibu dan Bapak. Semua barang telah dikemas rapi di dalam koper. Sebuah amplop putih berisi penempatan untuk pengabdian selama satu tahun, kubuka perlahan."Masya Allah, Dini ditempatkan di Bandung, Bu," ucapku semringah."Alhamdulillah."Ibu dan Bapak mengucap hamdalah bersamaan. Keduanya tampak tersenyum lebar.Mobil yang kami pesan berhenti tepat di hadapan. Bapak bergegas memasukkan barang-barang kami ke dalam bagasi. Netraku mengedar ke sekeliling memandang lekat setiap sudut pondok."Din!" Putri berteriak sambil berlari kecil menuju ke arahku.Aku membentangkan tangan dan memeluk gadis konyol itu."Jangan lupa kasih kabar ya," ucapnya memelas.Mata kami mulai berembun. Ia memelukku erat sebulum akhirnya aku masuk ke dalam mobil."Iya,pasti."Aku mengangguk sambil tersenyum lebar. Setitik air itu akhirnya lolos juga dari sudut mata. Entah kapan lagi k
Langit tampak cerah hari ini. Awan putih bergumul di beberapa titik. Aku tengah mematut diri di depan cermin. Gaun syar'i merah muda dan hijab dengan warna senada membalut tubuh. Tidak lupa memasang bros manik sebagai pemanis.Wajah hanya kupoles bedak tipis dan sedikit lipstik agar tidak terlihat terlalu pucat. Setelah dirasa cukup, aku segera ke luar kamar.Bunyi klakson terdengar beberapa kali. Aku menyibak tirai dan mengintip di baliknya. Benarlah, Aisyah sudah menunggu dengan kuda besi merah kesayangannya. Kami pergi bersama ke resepsi pernikahan Salma."Lama banget dandannya." Gadis itu mencebik dengan memonyongkan sebagian bibirnya."Kan biar keliatan cantik," jawabku seraya mengembangkan senyum."Okelah, okelah. Ayo, berangkat."Motor yang kami tumpangi pun melaju perlahan. Membelah jalanan yang mulai ramai. Kiri kanan jalan, masih sama seperti dulu. Hanya ada penambahan beberapa bangunan saja.
Hari pertama mengajar membuatku sedikit canggung. Anak-anak perempuan usia SD sudah duduk rapi dan terlihat manis.Aku mengajar sekitar enam puluh menit di pagi hari dan enam puluh menit selepas ashar. Ada satu anak yang menarik perhatianku. Tidak seperti anak lain yang terlihat ceria. Anak itu murung dan sedikit bicara.Gadis kecil itu masih terduduk di pojok kelas. Ruangan sudah hampir kosong, anak-anak yang lain telah pulang dan di jemput orang tuanya.Selain santri yang mukim, pondok ini juga menyelenggarakan kelas untuk anak-anak sekitar pondok. Biasanya kelas pagi dan sore.Aku berjalan perlahan mendekatinya. Mencoba mencari tahu sedikit tentang gadis kecil itu."Assalamualaikum, adek kenapa sedih?" tanyaku sambil menatapnya lekat.Anak itu menggeleng pelan. Manik hitamnya terlihat berkaca-kaca."Siapa namamu," tanyaku lembut."Mu-tia," jawabnya gugup."Uminya belum jemput? Ustazah temani dulu ya?"Gadis kecil itu mengangguk