Home / Young Adult / Without You [Indonesia] / Harlingga Dio Wardana

Share

Harlingga Dio Wardana

Author: hihelloray
last update Last Updated: 2021-05-28 19:11:58

Harlingga Dio Wardana.

Laki-laki berkacamata itu biasa di kenal dengan sapaan Lingga. Laki-laki yang selalu diduga lahir di Antartika paling ujung, dan mungkin juga Ibunya selalu mengidam banyak silet tajam. Begitulah, sekiranya orang-orang sering mengenalnya dan menjulukinya. Berwajah dan juga sikap yang dingin dan ketus, mulutnyapun setajam silet di acara televisi pada zamannya. Meski laki-laki itu jarang sekali bicara, tetapi sekalinya berucap, kalimat pedas, tajam dan menusuk sangat terasa di telinga dan dada.

Lingga yang menjabat sebagai ketua MPK membuat orang-orangpun semakin tidak menyukainya, karena tahun sebelumnya, laki-laki itu sudah pernah menjabat menjadi ketua OSIS, kemudian di tahun berikutnya justru menjabat sebagai ketua MPK. Hal itu jelas membuat seluruh murid seperti berada didalam lapas penjara. Selalu ada banyak peraturan dan kedisplinan yang melelahkan bagi mereka, terutama bagi para murid pendosa (badung).

Lingga pun merupakan anak yang teladan disekolah. Laki-laki itu disiplin, pekerja keras dan sangat pintar. Itu sebabnya kenapa para murid tidak menyukainya karena alasan itu. Tapi Lingga tidak ingin ambil pusing. Ia akan tetap menjalankan apa yang menurutnya manusia lakukan dengan benar, bukan justru sebaliknya. Lagi pula ia menyukainya dan menginginkan semua itu. Menjadi badung dan bodoh hanya menyia-nyiakan hidup, menurutnya.

Selain Lingga pintar dibidang akademik, Lingga juga pandai bernyanyi. Tidak heran, dibeberapa kesempatan saat sekolah mengadakan acara, sekolah jarang mengundang bintang tamu. Karena selain mencari dana dan pihak promotor tidak semudah itu, jadi Lingga bersama anak eskul padus sudah bisa menghibur yang lain dengan suara merdu mereka.

Jika bagi perempuan, mendengar suara Lingga saat menyanyi rasanya seperti mendengar sholawat nabi. Sangat merdu, lembut, dan indah didengar. Namun berbeda lagi saat laki-laki itu berbicara dengan nada datar dan dinginnya, tidak ada lagi kata merdu. Tidak ada lembut, apalagi indah. Suaranya justru terdengar mematikan. 

Seorang Lingga tidak memiliki teman yang benar-benar dekat dengannya selain Hafidz si anak Rohis dan Pramuka yang satu pemikiran dengannya. Mereka sama-sama murid teladan dan pintar disekolah. Namun meskipun cukup dekat, mereka tidak sering terlihat bersama karena kesibukan mereka masing-masing. Dan mereka merupakan sama-sama orang yang di tidak disukai disekolah setelah pak Yusuf dan Bu Helga yang ketus, dingin dan menyebalkan. 

Lingga juga sangat anti dengan murid yang melanggar aturan. Itu sangat berbanding jauh dengan apa yang sudah melekat didirinya, tentunya. Wajar saja jika ia membencinya. Dan musuh terbesar Lingga adalah, si ketiga laki-laki yang selalu membuat onar dengan tidak kira. Lingga sampai sempat berpikir ingin sekali rasanya ia mengajukan pada pak Ikhsan untuk memberikan hukuman berat para murid tidak jelas seperti mereka bertiga, dan juga ia sempat berpikiran ingin memusnahkan keberadaan mereka dari muka bumi ini. Mereka hanya pengganggu. Perusak masa depan. 

"Mau kemana?"

Lingga menatap dengan datar ketiga laki-laki yang baru saja buru-buru menuruni tembok belakang sekolah. Tepat sekali Lingga sedang melakukan patroli keliling saat upacara berlangsung, dan ia mendapatkan tiga curut tidak jelas sedang mencoba masuk ke sekolah tanpa ingin mengikuti upacara bendera. 

Mereka bertigapun tersentak. Kepala mereka menoleh dan langsung menyengir lebar menampilkan deretan gigi mereka dihadapan Lingga.

"Eh, elo, yo." Cengirnya bodoh. "Ngapain dah disini? Bukannya minggu ini patroli didepan? 

Calvin bertanya sambil terus menyengir bodoh. Laki-laki jangkung itu sudah mengerti bagaimana tatapan Lingga saat ini pada mereka, karena selama dua tahun ini mereka berada didalam kelas yang sama, jadi Calvin sudah hapal betul maksud tatapan itu. 

"Ngga sadar, poin lo semua udah berapa?"

Mereka bertiga terdiam sesaat, kemudian berpura-pura berpikir, dan terkekeh konyol. 

"Hm, berapa, ya?" Kean berakting bodoh dihadapan Lingga. "Berapa weh, Sat?"

Lagi-lagi mereka bertiga hanya menyengir tidak jelas dihadapam Lingga. Iapun hanya menatap dengan datar mereka bertiga. Sudah bukan menjadi hal aneh lagi melihat mereka selalu menyengir bodoh saat ditanyakan seperti ini. Bukan menjadi hal baru lagi pula, melihat mereka selalu datang siang ataupun membolos melewati tembok belakang, dan selalu mencoba menghindarinya.

"Itu, itu, itu, itu," Jarinya menunjuk pada seragam sebelah kanan dan kiri mereka, ke arah kerah, lalu menunjuk pada sepatu mereka. "Pada kemana? Miskin semua?"

Mereka bertiga melirik ke arah yang ditunjuk oleh Lingga. Letak bet sekolah, dasi, topi yang tidak ada dan sepatu mereka yang berwarna jelas melanggar peraturan sekolah. Namun mereka hanya menyengir kuda, —lagi, dengan bodohnya. 

"Hilang pas dicuci nih." Satria mencoba mengeles.

"Iya nih, gue nggak ada duit buat beli." Kata Kean.

"Seragam baru yo, jadi nggak ada, hehe." Terakhir, Calvin.

Lingga hanya menatap datar mereka bertiga. Namun tatapannya kali ini terasa begitu mematikan dari biasanya. Berbeda. Dan ini menandakan hal buruk akan terjadi pada ketiga laki-laki itu, tidak akan lama lagi.

Karena Lingga adalah Lingga. 

Lingga pun mulai mengeluarkan sesuatu dari kantung almameternya. Sebuah buku, yang merupakan buku catatan poin murid di sekolahnya yang diberikan khusus untuk anak OSIS dan MPK. Ia memegangnya dan berhak mengisinya jika murid melanggar aturan karena ia juga ketua MPK. 

"Nggak pake pakaian lengkap, lima—"

"Woi, Sialan!" Teriakan seseorang menghentikan pergerakan Lingga. "Kemana lo—"

BRAK!

"Gue main di tinggal!"

Ketiga laki-laki itu lantas menoleh saat mereka mendengar teriakan serta suara orang terjatuh ditembok sebelah kanan, tidak jauh dari keberadaan mereka. Tepatnya berada dibelakang mushola. Itu adalah suara seorang gadis. Gadis biasa yang juga menjadi sahabat ketiga laki-laki itu dan merupakan biang onar yang sebenarnya. Mereka pun kini terdiam memperhatikan gadis itu yang datang sambil sibuk merapihkan pakaiannya. Matanya pun menatap terkejut karena adanya keberadaan Lingga yang langsung membuatnya terdiam. 

Sia-sia ia memanjat tadi. 

"A-apa?!"

Ketiga laki-laki itu hanya menyengir bodoh lagi, sementara Lingga menatap datar gadis itu.

"Terlambat datang, lima po—"

"Nggak usah ngomong! Gue juga tau!"

Lingga menatapnya jengah. "Kalo tau kenapa masih ngelanggar?"

Gadis itu hanya bisa dengan sabar menatap seorang Lingga. Rasanya ia kesal dan ingin sekali marah, tapi tidak bisa. Sudah menjadi peraturan sekolah diberlakukan seperti itu, dan juga karena laki-laki itu adalah..

"Heh, woi! Gila!" Mata gadis itu membulat tajam saat ketiga temannya pergi meninggalkannya. "Jangan tinggalin gue, set—"

"Ngomong kasar lima poin."

Mata gadis itu melirik cepat dan langsung menatap dengan tajam juga tidak suka pada Lingga. Gadis itu kesal dengan laki-laki itu. Oh tidak, semuanya pasti sangat kesal dan benci dengan laki-laki itu. Kecuali mungkin hanya guru yang tidak melakukannya.

"Mau ikut mereka kabur poin lo nambah, atau ikut gue ke lapangan?"

Gadis itu mengepalkan tangannya kesal. Kalau saja Lingga bukan siapa-siapa, pasti ia akan menamparnya, mencakarnya, atau bahkan menonjoknya. Pasti. Tapi dengan terpaksa gadis itu hanya menurut dan mengikuti seorang Harlingga Dio Wardana di belakangnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Without You [Indonesia]    Special part end: Letter

    ﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏Jakarta, 21 Juli 2017.Untukmu."Saya suka sama kamu."Ada yang berbeda sebelum itu. Perasaan gundah, gelisah, dan tidak nyaman. Apa itu sebuah rasa? Saya bahkan tidak tahu. Saat itu. Senang melihatmu tersenyum, dalam balutan seragam putih abu-abu setiap harinya. Wajah lelah kepanasan, dan jengkel. Ada yang meletup-letup dalam diri. Seolah ingin terus menatap, menghampiri, dan ingin dekat. Tidak pernah sedikit pun merasa seperti itu sebelumnya. Hati ini tidak mengerti. Tapi, melihatmu membuat saya paham apa arti pandangan pertama.Rasa suka yang berbeda. Saya tidak pernah melihat dan merasakan yang seperti ini. Sampai akhirnya, saya memberanikan diri mengungkapkannya. Ada kebahagiaan saat kamu menerima meski sempat mendapat penolakan mentah-mentah di awal.Karena kamu yang pertama, dan mungkin, jika kamu tidak mengatakan ingin, saya akan terus menjadi laki-laki yang kamu kenal kemarin. Ba

  • Without You [Indonesia]    38. It's Not That It Can't Work, But It's Just Too Late Now

    Lingga melamun menatap jalanan yang ada. Kendaraan yang berjalan silih berganti, berlawanan arah atau searah dengannya.Lingga tidak percaya akan seperti ini. Menunggu lagi selama dua jam di Taman, namun Dinar tidak juga datang. Sampai akhirnya, ia berada di dalam mobil ini yang akan membawanya menuju bandara, tanpa bisa bertemu dengan Dinar dan mengatakan apa yang ingin dikatakannya padanya untuk terakhir kalinya, di Indonesia. Padahal ia benar-benar ingin mengungkapkan semuanya, tapi Dinar sepertinya memang sangat marah dan kecewa padanya. Pesan terakhir yang dikirimannya pun hanya di baca olehnya, tanpa ingin membalasnya. Lingga pun memejamkan matanya dalam. Dadanya terasa sesak. Ia tidak ingin pergi, karena semua ini masih membebankannya. Ada hal yang belum di selesaikan, dan itu membuatnya tidak nyaman. Ia juga ingin melihat Dinar untuk terakhir kalinya, karena ia tidak tahu bisa kembali kesini saat libur tiba atau tidak. Tapi sepertinya ia tidak ingin merepo

  • Without You [Indonesia]    37. Don't Know Anything

    Lingga menatap diam dua buah koper besar yang berada di sebelah tempat tidurnya, berwarna merah dan juga hitam. Ia menatapnya sambil tersenyum tipis. Hari ini adalah hari keberangkatannya ke Belanda, lebih tepatnya sore nanti. Setelah sekian lama, akhirnya ia bisa mewujudkan mimpinya berkuliah di salah satu universitas terbaik pilihannya di luar negeri. Akhirnya.. Lingga menghela napasnya.Matanya kemudian melirik kearah jam di dinding yang masih menunjukkan pukul satu siang. Hari ini ia akan menemui Dinar.Mencobanya kembali, dan ia berharap Dinar mau menemuinya. Matanya melirik ponselnya yang tadi sempat di ambilnya untuk melihat pesan yang di kirimkan pada Dinar, tapi hanya di baca olehnya. Lingga pun mengunci ponselnya dan kembali memasukkannya ke dalam sakunya.Meski tidak mendapatkan jawaban, Lingga masih berharap dan yakin kalau Dinar akan datang. Iapun melangkah mendekati meja belajarnya dimana tas ranselnya berada disana. Tangannya kemud

  • Without You [Indonesia]    36. A Regret

    Hari-hari pun telah berlalu.Lingga, duduk diam melamun menatap keluar jendela kamarnya. Memperhatikan sebuah pohon yang bergerak mengikuti angin yang berhembus tidak terlalu besar diluar. Iapun menghela napasnya. Entah apa yang dilakukannya, tapi, diam melamun memperhatikan hal-hal tidak jelas seperti sekarang menjadi kesukaannya akhir-akhir ini. Semua berjalan begitu saja, padahal ia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Memang, setelah kejadian itu, Lingga menjadi lebih murung. Ia semakin banyak diam sementara kepalanya terus memikirkan kenapa Dinar tidak ingin datang malam itu, padahal ia sudah menunggu hingga berjam-jam lamanya disana. Tidak, ia tidak menyalahkan Dinar dan berujung menjadi kesal dengannya. Ia hanya bertanya-tanya, bingung, dan tidak mengerti. Niatnya malam itu baik. Lingga ingin mengatakan semuanya, mengakui kesalahan dan menyesalkan apa yang telah dilakukannya. Tapi malam itu Dinar benar-benar tidak datang. Mungkin semua ini memang kesalahannya selama ini pada

  • Without You [Indonesia]    Special part: ii. Before

    Dalam acaknya rasa, banyaknya warna, hingga ganjilnya pola, cinta bisa saja terselip yang entah muncul dari mana.Mereka datang, tanpa di ketahui. Membuat gelisah, dan tidak terkendali.•••Hari itu..."Kamu mau jadi pacar saya?"Dinar terkejut saat mendengar laki-laki dihadapannya saat ini mengatakan itu baru saja dengan tiba-tiba. Ia lantas menarik jabatan tangannya dengan laki-laki itu. Matanya menatap heran seorang Harlingga, laki-laki yang baru saja memperkenalkan dirinya padanya dan mengatakan mereka satu gugus, namun tiba-tiba dia mengatakan hal mengejutkan. Sejauh ini, mereka-mereka yang mengangumi wajahnya, mereka hanya sekadar suka biasa yang ia tahu. Mereka hanya mengatakan bualannya dan pergi begitu saja. Namun laki-laki ini, tiba-tiba saja mengatakan menyukainya dan memintanya untuk menjadi pacarnya. Yang benar saja? "Gila lo?" Dinar menatap tidak percaya. "Gue kenal lo aja enggak. Nggak usah aneh-aneh!"Dinar lantas bangkit dan meninggalkan Lingga yang hanya diam menata

  • Without You [Indonesia]    35. And Then There Where Was No One Left

    Two weeks later...Terangnya cahaya matahari menyelinap masuk melalui celah jendela di kamar milik Lingga siang itu.Lingga, sedang merapihkan kamarnya saat ini. Ia terlihat merapihkan seprai tempat tidurnya, mengganti karpet lantainya, mengganti gorden, merapihkan dan memisahkan buku-buku yang akan dibawanya dengan yang tidak, serta memindahkan beberapa rak buku ke sisi yang terlihat lebih rapih dan tidak terlalu penuh. Setidaknya, sebelum ia pergi dan tinggal di Belanda. Terhitung sudah dua minggu berlalu, ia memang sudah memutuskan untuk tidak membuat semuanya menjadi lebih sulit lagi. Meski rasanya seperti tidak ingin, tetapi ia sudah memutuskannya. Lagi pula tidak mungkin ia menolak kesempatan besar ini, dan Bunda pun sudah mengizinkan sepenuhnya untuknya melanjutkan studi disana, karena Bunda mengatakan tidak ingin ia menyia-nyiakan apa yang sudah diperjuangkannya. Besok juga Bunda sudah diperbolehkan pulang ke rumah oleh Dokter. Sebelumnya, Dokter meman

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status