Maaf untuk part ini sedikit, hehe.
Lingga menatap diam dua buah koper besar yang berada di sebelah tempat tidurnya, berwarna merah dan juga hitam. Ia menatapnya sambil tersenyum tipis. Hari ini adalah hari keberangkatannya ke Belanda, lebih tepatnya sore nanti. Setelah sekian lama, akhirnya ia bisa mewujudkan mimpinya berkuliah di salah satu universitas terbaik pilihannya di luar negeri. Akhirnya.. Lingga menghela napasnya.Matanya kemudian melirik kearah jam di dinding yang masih menunjukkan pukul satu siang. Hari ini ia akan menemui Dinar.Mencobanya kembali, dan ia berharap Dinar mau menemuinya. Matanya melirik ponselnya yang tadi sempat di ambilnya untuk melihat pesan yang di kirimkan pada Dinar, tapi hanya di baca olehnya. Lingga pun mengunci ponselnya dan kembali memasukkannya ke dalam sakunya.Meski tidak mendapatkan jawaban, Lingga masih berharap dan yakin kalau Dinar akan datang. Iapun melangkah mendekati meja belajarnya dimana tas ranselnya berada disana. Tangannya kemud
Lingga melamun menatap jalanan yang ada. Kendaraan yang berjalan silih berganti, berlawanan arah atau searah dengannya.Lingga tidak percaya akan seperti ini. Menunggu lagi selama dua jam di Taman, namun Dinar tidak juga datang. Sampai akhirnya, ia berada di dalam mobil ini yang akan membawanya menuju bandara, tanpa bisa bertemu dengan Dinar dan mengatakan apa yang ingin dikatakannya padanya untuk terakhir kalinya, di Indonesia. Padahal ia benar-benar ingin mengungkapkan semuanya, tapi Dinar sepertinya memang sangat marah dan kecewa padanya. Pesan terakhir yang dikirimannya pun hanya di baca olehnya, tanpa ingin membalasnya. Lingga pun memejamkan matanya dalam. Dadanya terasa sesak. Ia tidak ingin pergi, karena semua ini masih membebankannya. Ada hal yang belum di selesaikan, dan itu membuatnya tidak nyaman. Ia juga ingin melihat Dinar untuk terakhir kalinya, karena ia tidak tahu bisa kembali kesini saat libur tiba atau tidak. Tapi sepertinya ia tidak ingin merepo
﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏Jakarta, 21 Juli 2017.Untukmu."Saya suka sama kamu."Ada yang berbeda sebelum itu. Perasaan gundah, gelisah, dan tidak nyaman. Apa itu sebuah rasa? Saya bahkan tidak tahu. Saat itu. Senang melihatmu tersenyum, dalam balutan seragam putih abu-abu setiap harinya. Wajah lelah kepanasan, dan jengkel. Ada yang meletup-letup dalam diri. Seolah ingin terus menatap, menghampiri, dan ingin dekat. Tidak pernah sedikit pun merasa seperti itu sebelumnya. Hati ini tidak mengerti. Tapi, melihatmu membuat saya paham apa arti pandangan pertama.Rasa suka yang berbeda. Saya tidak pernah melihat dan merasakan yang seperti ini. Sampai akhirnya, saya memberanikan diri mengungkapkannya. Ada kebahagiaan saat kamu menerima meski sempat mendapat penolakan mentah-mentah di awal.Karena kamu yang pertama, dan mungkin, jika kamu tidak mengatakan ingin, saya akan terus menjadi laki-laki yang kamu kenal kemarin. Ba
"Sekarang kumpulkan buku latihan kalian." Perintah seorang guru wanita yang berada didepan sebuah kelas. "Kalau sampai saya melihat foto selfie dengan banyak filter edit seperti kemarin, bakalan langsung saya buang ke tempat sampah." Salah satu guru mengharuskan muridnya untuk memiliki dua buku latihan dan buku catatan, kemudian diharuskan menempelkan foto rapih mereka, juga bahkan menuliskan peraturan yang dibuat oleh guru mereka pada lima lembar utama di masing-masing buku. Oleh karena itu, mereka satu persatu mengumpulkan buku mereka sesuai barisan yang diperintahkan oleh guru mereka untuk melakukan pengecekan, dan itu juga dilakukan oleh seorang gadis yang sudah menitipkan bukunya pada kursi didepan untuk kembali dioper ke depan, dan kini dia sedang duduk bersandar sambil memainkan Ludo diponselnya secara diam-diam bersama denga
Harlingga Dio Wardana.Laki-laki berkacamata itu biasa di kenal dengan sapaan Lingga. Laki-laki yang selalu diduga lahir di Antartika paling ujung, dan mungkin juga Ibunya selalu mengidam banyak silet tajam. Begitulah, sekiranya orang-orang sering mengenalnya dan menjulukinya. Berwajah dan juga sikap yang dingin dan ketus, mulutnyapun setajam silet di acara televisi pada zamannya. Meski laki-laki itu jarang sekali bicara, tetapi sekalinya berucap, kalimat pedas, tajam dan menusuk sangat terasa di telinga dan dada.Lingga yang menjabat sebagai ketua MPK membuat orang-orangpun semakin tidak menyukainya, karena tahun sebelumnya, laki-laki itu sudah pernah menjabat menjadi ketua OSIS, kemudian di tahun berikutnya justru menjabat sebagai ketua MPK. Hal itu jelas membuat seluruh murid seperti berada didalam lapas penjara. Selalu ada banyak peraturan dan kedisplinan yang melelahkan bagi mereka, terutama bagi para murid
"CAL! TEMENIN GUE KE KAN—"Suara teriakan yang terdengar menggema dari lorong koridor itu menggantung. Dinar, si gadis yang baru saja berteriak dan kini berdiri diambang pintu kelas seorang Calvin Perwira yang ia panggil dengan Jangkung itu pun terkejut. Ia yang berniat ingin menghampiri Calvin untuk mengajaknya pergi ke kantin itu terdiam, karena matanya menangkap keberadaan laki-laki yang sudah menjabat sebagai pacarnya kurang lebih selama dua tahun ini.Laki-laki berkacamata yang duduk manis di barisan bangku paling depan, terlihat sedang sibuk menuliskan sesuatu disebuah kertas dengan banyak buku dan kertas-kertas lainnya dimejanya. Laki-laki itu tidak sendiri. Disebelah kanan dan kirinya, dia ditemani dengan kedua teman satu organisasinya, yang jika bagi seorang Dinar sendiri, mereka adalah musuh terberatnya disekolah.
Tidak ada hari bagi seorang Lingga tanpa adanya sebuah kesibukan.Seorang Lingga selalu disibukkan dengan banyak hal. Dimulai dari kesibukannya sebagai ketua MPK, kesibukannya untuk selalu menyempatkan diri membaca buku yang sudah ditambahkan ke dalam daftar bacaannya, waktunya untuk belajar saat malam hari, atau juga kesibukannya meluangkan waktu untuk membantu Bunda diwarung sembako yang sudah menghidupi keluarganya selama sepuluh tahun terakhir ini. Intinya, Lingga itu sibuk. Benar-benar sibuk. Tidak ada kata untuk membuang-buang waktu dikesempatan mudanya, karena masa depan sudah didepan mata saat ini. Bahkan karena sibuknya, terkadang ia sampai lupa untuk makan atau melakukan kegiatan sehari-hari lainnya seperti sekedar untuk bersantai atau beristirahat sebent
BUGH!"Maya!"Dinar menatap tajam musuh bebuyutannya yang saat ini sudah terkapar pingsan dan sedang berusaha ditolong oleh beberapa temanseanggotanyadengan darah mengalir dari hidungnya. Di gerakkannya tangannya seperti preman yang habis menghabisi banyak orang. Pandangannya puntidak lepas menatap ke arah Maya dengan jengah. Baru satu pukulannya mendarat, dan itu baru pukulan biasa, tapi gadis itu sudah terkapar.Senyuman lantasmenggembangdibibirnya. Ia tersenyum menang, tentunya. Karena lihat? Siapapun yang beranimenganggunya, dan menentangnya, semua akan berakhir seperti Maya. Garis bawahi, kalau Naura tidak pernah takut dengan siapapun. Jangan berani macam-macam dengannya, jika tidak ingin terjadi sesuatu.