Home / Romansa / Ya, Sayang? / Kapan Punya Mama?

Share

Kapan Punya Mama?

last update Last Updated: 2022-04-19 04:31:34

Dua hari setelah kejadian 'penculikan' di kebun binatang, Nanda masih saja ngambek pada Arjuna. Ini semua karena Nanda masih ingin bermain di kebun bersama Nismara, apalagi sambil makan permen kapas yang manis dan lembut.

"Kamu jangan ngambek terus dong, Nanda. Papa jadi pusing, nih." Arjuna menghela napas. Ia masih belum bisa menghadapi anaknya yang sedang dalam mode merajuk. Akan percuma diiming-imingi apa pun karena Nanda orangnya sangat keras kepala.

"Aku pengen ke kebun binatang lagi, Pa!"

"Jangan. Kemarin kan udah. Ke tempat yang lain aja, ya?"

"Nggak mau! Aku pengennya ke kebun binatang terus ketemu sama Bu Nismara sama anak-anaknya. Papa juga harus minta maaf ke Bu Nismara karena udah marahin Bu Nismara. Untung aja Bu Nismara nggak nangis sambil marah. Papa jahat marahin orang!"

"Dia itu penculik, Nanda! Ingat itu!"

"Bukan! Bu Nismara bukan penculik! Papanya aja yang orang jahat!"

"Abimanyu!" Arjuna kalau sedang marah selalu memanggil anaknya dengan nama depan. Walaupun Nanda masih kecil tapi Nanda tahu kalau ayahnya tengah marah.

"Ya udah kalau aku nggak dibolehin pergi ke kebun binatang. Aku minta yang lain, boleh?"

"Boleh."

"Tapi Papa janji buat ngabulin permintaanku ini." Nanda mengangkat jari kelingkingnya.

"Janji. Apa pun yang kamu mau, Papa oabulin semua." Arjuna mengaitkan jari kelingkingnya.

"Kalau gitu Papa harus kasih aku mama. Aku pengen punya kayak orang lain. Semua teman-temanku punya mama, aku nggak. Mereka juga sering diantar-jemput sama mamanya, aku nggak. Kalau lagi hari ibu teman-teman aku selalu ngasih kado ke mamanya, aku nggak. Aku sedih, Pa."

Arjuna mengembuskan napas. Ia mengusap kepala Nanda dengan penuh kasih sayang. "Papa janji deh bakal ngasih kamu mama. Tapi nggak sekarang."

"Dari dulu Papa selalu gitu."

"Soalnya nyari mama itu susah, Sayang."

"Terus kapan, Pa?"

"Kalau Nanda masuk SD. Gimana?"

"Masih lamaaa!"

"Kalau gitu Nanda mau apa lagi? Yang cepet dikabulin sama Papa?"

Nanda berpikir keras. "Permen kapas?"

"No!" Arjuna langsung menolak.

"Cokelat?"

"No!"

"Es cendol!"

"No!"

"Ih, Papa!!!" Nanda kembali merajuk.

"Jangan kebanyakan makan yang manis-manis, entar gigi kamu makin ompong, lho, kayak kakek-kakek. Mau?"

Nanda langsung menutup mulut lalu menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak!"

"Ya udah, kamu mau apa? Mainan baru?"

"Nggak mau." Nanda menggeleng. "Aku mau masuk sekolah lagi, Pa. Udah lama, kan, aku nggak sekolah."

"Hari Senin depan kamu mulai sekolah, ya. Papa udah dapat sekolah baru buat kamu."

"Asyiiik!!!" Nanda kembali ceria. Ia melupakan keinginan terbesarnya setelah keinginan yang sekian akan dikabulkan oleh ayahnya.

Nanda jadi tidak sabar mengenakan seragam baru dan bertemu teman-teman baru. Selama beberapa bulan ini Nanda benar-benar kesepian karena tidak ada teman yang menemaninya.

***

Hari Sabtu, Arjuna dan Nanda pergi ke acara pernikahan anggota staf kantor di perusahaannya. Semua tamu undangan terpesona melihat ketampanan Arjuna yang bagaikan seorang dewa di dalam cerita-cerita legenda. Sesuai namanya, Arjuna adalah sosok laki-laki yang begitu tampan dan gagah, mungkin ini adalah perwujudan asli dari tokoh Arjuna dalam cerita perwayangan.

Para perempuan yang masih single mulai mencari perhatian, dan ibu-ibu yang memiliki anak gadis berharap Arjuna akan meminang anaknya. Tetapi harapan mereka pupus ketika melihat dan mendengar Abimanyu Nandana memanggil Arjuna 'papa' dengan suara yang cukup keras karena suara musik dari sound sistem begitu menggelegar.

Ketika sesi perasmanan, Arjuna sengaja mengambil dua piring, yang satu untuk dirinya dan yang satu lagi untuk Nanda.

Arjuna duduk berkumpul bersama rekan-rekannya di kantor, mereka makan sambil membicarakan banyak hal, tapi topik utamanya adalah membicarakan harga pasar saham.

"Pa!" Nanda menarik lengan jas hitam milik Arjuna.

"Ada apa, Sayang?"

Jari Nanda menunjuk ke arah Yesi, istri dari direktur keuangan di kantornya.

"Tante Yesi punya bayi, bayinya perempuan, Pa."

"Iya, terus?"

"Tapi Aryo katanya nggak mau adik perempuan."

"Kok gitu?"

"Katanya kalau punya adik perempuan itu nggak asyik, lebih asyik punya adik laki-laki. Soalnya adik perempuan nggak bisa diajak main mobil-mobilan, robot-robotan, perang-perangan. Adik perempuan mainnya boneka barbie terus. Emang iya, Pa?"

"Kata siapa? Nggak juga, kok."

Nanda berdecak pelan. "Berarti Aryo bohong dong, Pa?"

Arjuna tidak menjawabnya karena Yesi dan Sigit keburu datang menghampiri dan ikut duduk di kumpulan mereka.

Nanda dan Aryo kembali bermain, sesekali mereka berdua meminta kue-kue atau buah-buahan pada petugas catering.

Nanda mengambil satu potong kue brownies kukus lalu memberikannya pada Yesi. Nanda bilang itu untuk bayinya yang bernama Amanda. Yesi menerimanya dengan senang hati, tetapi ia kemudian memberitahu kalau Amanda masih belum bisa memakan kue.

"Paaa...!" Nanda memanggil Arjuna dengan suara pelan dan sedikit manja.

"Ada apa?"

"Aku pengen punya adik."

Meskipun suara Nanda pelan, tetapi orang-orang di sekitarnya dapat mendengar apa yang bocah itu ucapkan.

Semuanya menahan tawa, kalau kelepasan, bisa-bisa mereka dipecat karena Arjuna adalah pemimpinnya, direktur utama di kantornya. Di antara mereka, hanya satu orang yang bisa mentertawakan, bahkan sampai memukul bahu Arjuna, siapa lagi kalau bukan direktur personalia, Radit namanya.

"Yang sabar ya, Pak, ya! Hahaha..."

Arjuna berdecak kesal. Radit ini memang teman seperjuangan dari jaman SMP, jadi maklum saja kalau Radit berani meledek bahkan bersikap sangat akrab pada atasannya itu.

"Jadi gimana, nih, Pak? Pak Arjuna mau ngasih dulu mama buat Abimanyu atau mau ngasih adik dulu? Ya mending kasih Abimanyu mama dulu ya, kan, Pak? Soalnya kalau langsung ngasih adik mau buatnya gimana kalau nggak ada mamanya?" tanya Radit masih dengan tawanya yang belum hilang.

"Matamu!"

Pada akhirnya semuanya menahan tawa.

"Aduh... ampun, Pak, jangan pecat saya," ucap sekretaris Radit karena ia juga ikut tertawa.

"Apalagi jangan pecat saya, Pak. Istri saya baru lahiran tiga bulan yang lalu, bayi saya masih kecil, saya harus beli popok, susu dan perlengkapan bayi yang lainnya, apalagi untuk masalah dapur harus tetap ngebul." Aryo merapatkan kedua tangannya, memohon supaya ia juga tidak dipecat.

"Saya nggak akan pecat kalian, tapi saya akan potong gaji kalian jadi tiga puluh persen. Puas?"

"Aduh, Pak, potong gajinya jangan kebanyakan. Cicilan mobil saya belum lunas, ini." Kini giliran Radit yang mengeluh. Bisa gawat juga kalau Arjuna benar-benar memotong gaji karyawan.

"Gini aja, deh, Pak, sebagai gantinya, saya akan cari calon mama buat Abimanyu. Gimana? Setuju gak, Pak?"

"Om Radit beneran mau nyari mama buat aku? Serius, nih, Om? Asyiiik!!!" Nanda kegirangan, tentu saja. Di mana coba ada anak yang tidak senang ketika dirinya diiming-imingi oleh orang lain yang pastinya akan cepat terealisasikan.

"Bener, dong. Masa Om bohong."

"Terus kapan Om mau nyari aku mama?"

"Emmm... Abimanyu maunya kapan?"

"Besok! Biar Papa cepet ngasih aku adik."

Arjuna tersedak. Semua orang kembali menahan tawa. Anak kecil berumur lima tahun pikirannya memang benar-benar masih polos. Nanda pikir membuat adik itu langsung jadi seperti membuat kue.

"Abimanyu mau mama yang kayak gimana?"

"Aku mau mama yang kayak Bu Nismara, Om."

Radit mengerutkan kening. "Bu Nismara itu siapa, ya?"

"Penculik," jawab Arjuna dengan nada dingin. 

"Oh... penculik yang waktu itu Pak Arjuna ceritain, ya?" tanya Aryo.

Arjuna mengangguk.

"Kalau sama tante yang itu gimana?" Radit menunjuk seseorang yang sedang berjalan ke arah mereka sambil tersenyum.

Gaya glamor dan nyetrik membuat dirinya menjadi pusat perhatian orang-orang.

Nanda menggeleng lalu memeluk ayahnya erat-erat. "Nggak mau. Tante itu kayak nenek sihir di film-film."

Tawa mereka kembali pecah. Nanda bisa berbicara seperti itu karena diajarkan oleh Arjuna yang selalu menghindar ketika akan didekati oleh 'tante' yang Radit maksud.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ya, Sayang?   Special Chapter

    "Yan, tolong ambilin popok di toko, gih.""Nanti aja, Mbak. Tanggung, nih." Dayyan masih terfokus pada layar televisi yang sedang menayangkan acara kartun di hari Minggu pagi.Di rumah keluarga Pak Gumilar sekarang orang-orang sedang sibuk. Bu Darmaya dan Novi sibuk mencuci dan membereskan rumah, Nirmala sibuk mengasuh si kembar dan Dayyan juga ikut menjadi babysitter, menjaga Nanda dan Juni."Cepetan, Yan.""Suruh bang Wowo aja bawa ke sini.""Di toko lagi rame, Mbak tadi udah telepon katanya bang Wowo lagi ngaterin barang, bang Deri lagi sibuk soalnya di toko sekarang lagi banyak pembeli.""Bentar lagi atuh, Mbak. Sabar. Nunggu dulu iklan." Baru saja Dayyan bilang begitu, tiba-tiba tayangan berubah menjadi iklan komersial.Dayyan beranjak dari posisi rebahannya. Ia berjalan gontai mengambil kunci motor yang menggantung di dekat saklar lampu."Om Day, aku ikut." Nanda berlari menuju Dayyan."Sekalian sambil bawa Juni juga, Yan.""Iya, iya." Dayyan menggerutu. Ia menggendong Juni, sem

  • Ya, Sayang?   Si Kembar

    Nismara saat ini seperti orang yang hendak melakukan sebuah tindak kejahatan. Kepalanya celingukan dan ia terus mengatur napasnya yang memburu, bahkan jantungnya berdetak tidak karuan.Setelah menunggu beberapa saat. Nismara mengambil sebuah benda panjang berwarna putih itu dari dalam gelas yang berisi air berwarna kekuningan dan berbau pesing.Dengan harap-harap cemas, Nismara perlahan mengintip hasil dari benda panjang berwarna putih tersebut. Dan sesaat kemudian napasnya tercekat dan mulutnya menganga. Ia sangat tidak percaya dengan hasil yang ditunjukkan oleh alat tes kehamilan tersebut.Nismara langsung teringat, ia tidak boleh merasa puas dan senang dulu, soalnya kata Bu Mia, kalau ingin tahu hasil yang akurat itu tes harus dilakukan lebih dari sekali.Sebelum Arjuna bangun, Nismara buru-buru menyembunyikan alat tes kehamilan tersebut dan membuang air urinenya.Beberapa hari kemudian, Nismara mencoba mengecek kembali dan hasilnya tetap sama, dua garis merah yang artinya Nismara

  • Ya, Sayang?   Bulan Madu

    Resepsi pernikahan selesai ketika menjelang malam hari. Di kamar pengantin, Nismara dilanda insomnia dan serangan panik yang membuat jantung berdetak abnormal.Jari-jari tangan Nismara saling meremas satu sama lain, tubuhnya juga bergetar hebat."Ini malam pertama! Ini malam pertama! Ini malam pertama!" ucapnya berkali-kali dengan suara yang sangat lirih.Nismara sudah selesai mandi dari setengah jam yang lalu, sekarang wajahnya full tanpa ada riasan, rambutnya juga basah sehabis keramas."Kenapa gak datang bulan sekarang, sih? Kan aku gak bakal tegang kayak gini. Please, datang bulan datang lagi, dong. Tolongin aku, lah."Meskipun berdoa seperti itu tidak akan terkabul karena baru lima hari yang lalu Nismara selesai masa menstruasinya.Nismara berlari ke arah tas selempang yang tergeletak di atas meja rias. Diam-diam ia mengeluarkan obat tidur lalu meminumnya. Semoga dengan ini ia bisa tidur dan tidak ingat apa-apa.Buru-buru ke atas tempat tidur dan bersembunyi di balik selimut, Nis

  • Ya, Sayang?   SAH!!!

    "Jangan tegang begitu dong, Nis. Rileks, rileks."Nismara mengembuskan napas panjang, berulang kali sampai rasa gugupnya sedikit menghilang."Bayangin aja pas kamu kemarin lagi siraman, gugup gak? Tegang gak? Rileks. Santai, Nis." Reona kembali menenangkan Nismara karena tubuh gadis itu gemetaran dan wajahnya sangat tegang."Siraman sama akad sekarang beda nuansanya, Miss. Aku gugup banget, nih. Nov, tolong ambilkan obat penenang punya Mbak, dong."Novi mendelik kesal. "Kemarin, kan, udah dihabiskan sama Mbak. Obat penenangnya buat sekeluarga, bukan buat Mbak doang. Emangnya Mbak mau overdosis? Kalau diminum sekarang nanti pas naik ke pelaminan gimana, Mbak? Yang tegang bukan Mbak aja, kita semua sekeluarga juga tegang, aku aja yang bukan pengantin aja ikut tegang, merasakan sensasi jika suatu saat nanti aku mau nikah jadi gini rasanya."Pegawai Reona memberikan air minum untuk Nismara dan langsung diminum sampai tandas."Miss, aku mau ke toilet lagi."Reona berkacak pinggang. "Ini ya

  • Ya, Sayang?   D-1

    Setelah rangkaian pre-wedding dan antek-anteknya, hari ini hari terakhir Nismara mengajar sebelum menghitung hari menuju ke hari yang berbahagia. Saat hari pernikahan Nismara nanti, Andin juga akan ijin cuti selama dua hari, bukan ijin cuti untuk menikah, tetapi Andin ditunjuk sebagai penerima tamu alias pagar ayu bersama dengan Novi dan sepupu Nismara yang lain."Kalau nikahnya di Bogor sekalian kita jalan-jalan, ya. Untungnya kamu ngambil akad hari Minggu, jadi kita-kita semua gak harus bolos massal," ujar Bu Tari.Nismara hanya tersenyum menanggapinya."Omong-omong, ini yang mendesain kartu undangan siapa, Nis? Bagus banget, deh," puji Bu Mia."Itu saya sendiri yang mendesainnya, Bu.""Ih ternyata kamu hebat banget, ya. Keren banget, lho, ini. Simple tapi elegan. Nanti saya promosikan kamu ke para tetangga, kolega dan saudara saya buat desain undangan bisa gak, Nis? Eh, tapi sebentar lagi kamu, kan, jadi nyonya CEO, dibolehin gak, nih, kamu kerja? Jangan-jangan ini hari terakhir

  • Ya, Sayang?   Pra Nikah

    Reona meneguk secangkir kopi hitamnya yang sudah dingin dan tinggal setengah. Ia mengembuskan napas panjang kemudian tersenyum puas. Akhirnya setelah penantian yang panjang dirinya berhasil menyelesaikan tiga gaun pengantin untuk Nismara dan Arjuna. Satu untuk akad dan dua lagi gaun untuk resepsi. Para pegawai yang membantu Reona juga terlihat sangat puas akan hasil kerja sama mereka."Besok kalian boleh libur. Tenang saja, nominal gajian tetap sama, kok," ucap Reona.Para pegawainya bersorak gembira. Mereka mengucapkan terima kasih pada bosnya itu kemudian pamit pulang karena hari sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Ketika para pegawainya sudah pulang, Reona masih berada di dalam ruang kerjanya, menatap lurus ke arah patung manekin yang sudah dipasangi sepasang gaun pengantin yang baru saja selesai dibuatnya.Reona mengembuskan napas panjang, pikirannya berkecamuk, di saat para sahabatnya sudah menikah dan bertunangan, dan masih ada yang berpacaran, hanya dirinya saja yang masih s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status