Home / Romansa / Ya, Sayang? / Masih Belum Percaya

Share

Masih Belum Percaya

last update Last Updated: 2022-05-20 18:07:16

Entah untuk yang keberapa kalinya Nanda bercermin, membetulkan posisi dasi dan baju seragamnya juga rambut yang sudah disisir rapi oleh ayahnya.

"Pa, aku sudah keren, belum?" tanya Nanda sambil memutar tubuhnya.

"Sudah, dong. Sudah rapi, wangi, ganteng lagi." Arjuna menjawabnya sambil merapikan dasi lalu memakai jas hitam.

"Berarti Bu Nis bakal makin suka sama aku, dong, Pa?"

Arjuna mengerutkan kening. "Apa hubungannya sama Bu Nismara?"

"Kan Bu Nis itu suka sama aku, Pa. Papa gak tahu, ya?"

Iya, suka nyulik, ucap Arjuna dalam hati.

Setelah selesai sarapan, mereka berdua langsung berangkat ke TK Cempaka Kuning. Arjuna berpesan kalau nanti ketika Nanda pulang, ia akan menjemputnya walaupun agak sedikit terlambat.

Arjuna juga mewanti-wanti untuk menunggu di dalam sekolah, jangan mengikuti siapa pun, apalagi mengikuti Nismara, pokoknya Arjuna tidak mau hal itu terjadi. Siapa tahu Nismara memang benar-benar seorang penculik, kan?

Arjuna ini memang tipe orang yang tidak mudah percaya kepada seseorang, meskipun sudah ada bukti nyata orang tersebut adalah orang yang baik, tetapi tetap saja Arjuna selalu bersikap waspada dan selalu curiga. Oleh sebab itu dirinya memiliki hubungan pertemanan yang sangat sedikit karena Arjuna terlalu menjaga jarak.

Termasuk Arjuna juga tidak percaya akan hubungan percintaan yang setia selamanya.

Mobil Arjuna berhenti di parkiran mobil. Nismara juga baru saja datang dengan mengendarai motor matic berwarna perpaduan warna merah dan warna hitam. Murid-murid TK langsung mengerubungi Nismara, bu guru yang masih muda itu tersenyum ketika anak-anak didiknya berebutan untuk mencium tangan Nismara.

"Bu Nis!!!" Nanda tidak menutup pintu mobil karena ia buru-buru menghampiri Nismara untuk memamerkan dirinya yang menggunakan seragam TK.

"Selamat pagi, Nanda!" Nismara masih belum menghilangkan senyuman cerahnya.

"Selamat pagi juga, Bu Nis! Bu Nis, Bu Nis, lihat aku sekarang sudah pakai baju seragam. Bagus, kan?"

"Uuumm... bagus banget!" puji Nismara sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.

Sebelum pergi ke kelas, Nanda pergi terlebih dahulu ke ruang guru, nanti Nanda pergi ke kelas bersama Bu Eni untuk diperkenalkan pada teman-teman Nanda yang baru.

"Papa gak bisa nemenin kamu sekolah, Papa harus pergi ke kantor. Kamu jangan nakal, ya! Nanti pulangnya Papa jemput tepat jam sepuluh." Arjuna berjongkok lalu mengusap lembut kepala Nanda.

"Siap, Pa!"

Karena bel sudah berbunyi, jadi Arjuna hanya mengantar Nanda sampai ke depan pintu kelas saja, setelah itu Arjuna pergi ke parkiran dan meninggalkan sekolah demi bekerja di kantor.

Susah berapa hari, ya, Arjuna selalu datang terlambat? Mungkin kira-kira ada sekitar tiga hari?

Arjuna berjanji besok ia akan datang ke kantor lebih pagi seperti biasa sebelum Nanda didaftarkan ke sekolah.

***

Pukul sebelas lebih tiga puluh lima menit Arjuna masuk ke dalam ruang kerjanya. Ia mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja. Begitu terkejutnya Arjuna ketika melihat nama Nanda yang menelepon hampir dua puluh lima kali.

"Ya ampun! Nanda masih di sekolah!" Arjuna buru-buru mengambil kuncil mobil dan berlari ke luar.

Arjuna benar-benar lupa harus menjemput Nanda gara-gara tadi ada meeting dengan klien yang hari Jumat lalu pertemuan mereka tertunda akibat sang klien ada urusan keluarga dan meeting tersebut kembali diagendakan ulang hari Selasa sekarang.

[Nanda ada di rumah Bu Nis, Pa!]

Satu pesan tersebut dibaca oleh Arjuna ketika dirinya masih berada di dalam lift.

Rumah Nismara? Jangan-jangan Nanda memang sedang diculik!

Arjuna mendesis kesal bertepatan dengan pintu lift yang terbuka. Para karyawan yang sedang menunggu di depan pintu lift begitu terkejut ketika mendengar umpatan dari Arjuna. Mereka langsung menyingkir dan menunduk hormat. Arjuna mengabaikan mereka karena hal yang lebih penting baginya sekarang adalah Nanda.

"Baru kali ini aku lihat Pak Arjuna marah kayak gitu, biasanya kalau marah wajahnya suka judes doang, nggak pernah sampai mengumpat kayak gitu," ucap karyawan yang masih kaget.

"Iya, benar."

Para karyawan itu menatap punggung Arjuna sampai Arjuna tidak terlihat lagi dari pandangan mereka.

["Hal—"]

"Rumah kamu di mana?" tanya Arjuna begitu suara sambungan telepon terhubung dan diangkat. Kebetulan sekali yang mengangkat telepon Nanda adalah Nismara.

["Di kompleks perumahan Bunga Anggrek Putih. Dekat dengan rumah Bu Eni."]

Arjuna sudah tahu, tetapi ia sengaja menanyakan supaya Nismara tidak curiga, nanti kalau Arjuna disangka menguntit dirinya apa kata dunia? Pasti Nismara akan meledeknya habis-habisan.

"Kamu jangan apa-apakan Nanda, kalau kamu sampai menyakiti Nanda, saya tidak akan mengampunimu."

Di seberang telepon, Nismara hanya bisa mengernyit bingung dengan sikap suuzon Arjuna padanya.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di kompleks perumahan Nismara karena Arjuna mengendarai mobil dengan kecepatan yang cukup tinggi, Arjuna kembali menelepon ketika dirinya berada di perempatan jalan.

"Rumah kamu yang mana?"

["Rumah saya yang berpagar putih banyak tanaman merambat. Cari saja rumah yang paling banyak tanaman di depan rumahnya. Nomor dua ratus empat. Itu rumah saya, pintu rumah saya terbuka lebar, ada jemuran selimut bermotif bunga warna-warni dan saya sedang duduk di kursi teras depan rumah. Rumah saya yang paling kecil di antara rumah yang lainnya."]

Arjuna tahu itu, ia sempat mengagumi pekarangan rumah Nismara yang banyak ditanam berbagai macam bunga dan tumbuhan yang lain. Halaman rumah Nismara benar-benar hijau, jadi ketika siang hari yang panas udara akan sedikit sejuk.

Mobil Arjuna terhenti di jalan depan rumah Nismara. Dan ternyata benar apa yang dikatakan Nismara kalau dirinya tengah duduk di kursi teras depan ditemani oleh beberapa ekor kucing yang sedang sibuk memakan remahan roti.

"Di mana anak saya?"

Nismara berdiri. "Jangan waspada gitu dong, Pak. Saya nggak culik anak Bapak, kok, apalagi sampai mencongkel salah satu organ tubuhnya."

Mendengar pernyataan tersebut membuat tubuh Arjuna makin menegang.

"Silakan masuk!"

Awalnya Arjuna tidak mau masuk dan ingin langsung pulang ketika datang dan membawa Nanda, tetapi karena tadi mendengar perkataan Nismara yang seperti itu mau tidak mau Arjuna mengikut.

Di ruang tengah, Nanda sedang tertidur di pangkuan wanita paruh baya, usianya mungkin tidak terlalu beda jauh dengan Bude Marni.

"Bu, ayahnya Nanda sudah datang," ucap Nismara.

Ibunya Nismara, Bu Darmaya tersenyum ramah lalu menyapa Arjuna.

Disapa dengan hangat seperti itu membuat Arjuna kikuk sendiri.

"Silakan duduk, Pak Arjuna."

Arjuna mengangguk lalu duduk di kursi yang masih kosong.

"Nis, buatkan Pak Arjuna minuman."

"Tidak usah repot-repot, Bu. Saya datang ke sini hanya mau menjemput Nanda saja."

"Pak Arjuna tidak usah sungkan, istirahat lah dulu di sini, pasti Pak Arjuna capek sehabis perjalanan. Lagipula Nanda masih belum bangun."

"Tidak apa-apa, Bu, saya tidak mau merepotkan Ibu."

Nismara agak berdecak pelan karena Arjuna begitu baik, sopan dan ramah pada ibunya. Sedangkan pada dirinya? Malah kebalikannya.

Perlahan mata Nanda terbuka, ia menggeliat pelan lalu mengusap matanya beberapa kali. "Papa?" gumamnya pelan.

"Iya, Sayang? Papa di sini. Ayo kita pulang sekarang."

Nanda mengedarkan pandangannya. Rupanya kesadaran Nanda belum sepenuhnya terkumpul.

"Oma, Nanda haus."

Arjuna terkejut ketika mendengar Nanda memanggil ibunya Nismara dengan sebutan 'Oma'.

"Nanda, jangan gitu. Gak baik," tegur Arjuna.

"Tidak apa-apa Pak Arjuna, saya senang kok di panggil oma karena saya berasa punya cucu sendiri." Bu Darmaya tersenyum sambil matanya melirik ke arah Nismara.

Wah, sepertinya Bu Darmaya membuat 'kode' supaya anak sulungnya itu cepat-cepat pergi ke pelaminan dan segera memberikannya cucu, maklum saja teman-temannya Bu Darmaya hampir semua sudah memiliki cucu, makanya Bu Darmaya sedikit agak iri.

Nismara meletakkan segelas air di atas meja, saat Nanda hendak mengambilnya, tiba-tiba tangan Arjuna menghalangi.

Siapa tahu air minum ini beracun, pikir Arjuna.

"Tenang, kok, Pak, air itu nggak ada racunnya." Nismara tahu betul apa yang berada di pikiran Arjuna. "Kalau Bapak nggak percaya, silakan Bapak minum sendiri supaya Nanda selamat."

Arjuna menatap Nismara, bagaimana pun juga Arjuna masih belum mempercayai Nismara, apalagi gaya bercanda Nismara yang tidak seperti sedang tidak bercanda.

Sangat sangat serius.

Sepertinya air minum tersebut memang beracun.

"Gluk!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ya, Sayang?   Special Chapter

    "Yan, tolong ambilin popok di toko, gih.""Nanti aja, Mbak. Tanggung, nih." Dayyan masih terfokus pada layar televisi yang sedang menayangkan acara kartun di hari Minggu pagi.Di rumah keluarga Pak Gumilar sekarang orang-orang sedang sibuk. Bu Darmaya dan Novi sibuk mencuci dan membereskan rumah, Nirmala sibuk mengasuh si kembar dan Dayyan juga ikut menjadi babysitter, menjaga Nanda dan Juni."Cepetan, Yan.""Suruh bang Wowo aja bawa ke sini.""Di toko lagi rame, Mbak tadi udah telepon katanya bang Wowo lagi ngaterin barang, bang Deri lagi sibuk soalnya di toko sekarang lagi banyak pembeli.""Bentar lagi atuh, Mbak. Sabar. Nunggu dulu iklan." Baru saja Dayyan bilang begitu, tiba-tiba tayangan berubah menjadi iklan komersial.Dayyan beranjak dari posisi rebahannya. Ia berjalan gontai mengambil kunci motor yang menggantung di dekat saklar lampu."Om Day, aku ikut." Nanda berlari menuju Dayyan."Sekalian sambil bawa Juni juga, Yan.""Iya, iya." Dayyan menggerutu. Ia menggendong Juni, sem

  • Ya, Sayang?   Si Kembar

    Nismara saat ini seperti orang yang hendak melakukan sebuah tindak kejahatan. Kepalanya celingukan dan ia terus mengatur napasnya yang memburu, bahkan jantungnya berdetak tidak karuan.Setelah menunggu beberapa saat. Nismara mengambil sebuah benda panjang berwarna putih itu dari dalam gelas yang berisi air berwarna kekuningan dan berbau pesing.Dengan harap-harap cemas, Nismara perlahan mengintip hasil dari benda panjang berwarna putih tersebut. Dan sesaat kemudian napasnya tercekat dan mulutnya menganga. Ia sangat tidak percaya dengan hasil yang ditunjukkan oleh alat tes kehamilan tersebut.Nismara langsung teringat, ia tidak boleh merasa puas dan senang dulu, soalnya kata Bu Mia, kalau ingin tahu hasil yang akurat itu tes harus dilakukan lebih dari sekali.Sebelum Arjuna bangun, Nismara buru-buru menyembunyikan alat tes kehamilan tersebut dan membuang air urinenya.Beberapa hari kemudian, Nismara mencoba mengecek kembali dan hasilnya tetap sama, dua garis merah yang artinya Nismara

  • Ya, Sayang?   Bulan Madu

    Resepsi pernikahan selesai ketika menjelang malam hari. Di kamar pengantin, Nismara dilanda insomnia dan serangan panik yang membuat jantung berdetak abnormal.Jari-jari tangan Nismara saling meremas satu sama lain, tubuhnya juga bergetar hebat."Ini malam pertama! Ini malam pertama! Ini malam pertama!" ucapnya berkali-kali dengan suara yang sangat lirih.Nismara sudah selesai mandi dari setengah jam yang lalu, sekarang wajahnya full tanpa ada riasan, rambutnya juga basah sehabis keramas."Kenapa gak datang bulan sekarang, sih? Kan aku gak bakal tegang kayak gini. Please, datang bulan datang lagi, dong. Tolongin aku, lah."Meskipun berdoa seperti itu tidak akan terkabul karena baru lima hari yang lalu Nismara selesai masa menstruasinya.Nismara berlari ke arah tas selempang yang tergeletak di atas meja rias. Diam-diam ia mengeluarkan obat tidur lalu meminumnya. Semoga dengan ini ia bisa tidur dan tidak ingat apa-apa.Buru-buru ke atas tempat tidur dan bersembunyi di balik selimut, Nis

  • Ya, Sayang?   SAH!!!

    "Jangan tegang begitu dong, Nis. Rileks, rileks."Nismara mengembuskan napas panjang, berulang kali sampai rasa gugupnya sedikit menghilang."Bayangin aja pas kamu kemarin lagi siraman, gugup gak? Tegang gak? Rileks. Santai, Nis." Reona kembali menenangkan Nismara karena tubuh gadis itu gemetaran dan wajahnya sangat tegang."Siraman sama akad sekarang beda nuansanya, Miss. Aku gugup banget, nih. Nov, tolong ambilkan obat penenang punya Mbak, dong."Novi mendelik kesal. "Kemarin, kan, udah dihabiskan sama Mbak. Obat penenangnya buat sekeluarga, bukan buat Mbak doang. Emangnya Mbak mau overdosis? Kalau diminum sekarang nanti pas naik ke pelaminan gimana, Mbak? Yang tegang bukan Mbak aja, kita semua sekeluarga juga tegang, aku aja yang bukan pengantin aja ikut tegang, merasakan sensasi jika suatu saat nanti aku mau nikah jadi gini rasanya."Pegawai Reona memberikan air minum untuk Nismara dan langsung diminum sampai tandas."Miss, aku mau ke toilet lagi."Reona berkacak pinggang. "Ini ya

  • Ya, Sayang?   D-1

    Setelah rangkaian pre-wedding dan antek-anteknya, hari ini hari terakhir Nismara mengajar sebelum menghitung hari menuju ke hari yang berbahagia. Saat hari pernikahan Nismara nanti, Andin juga akan ijin cuti selama dua hari, bukan ijin cuti untuk menikah, tetapi Andin ditunjuk sebagai penerima tamu alias pagar ayu bersama dengan Novi dan sepupu Nismara yang lain."Kalau nikahnya di Bogor sekalian kita jalan-jalan, ya. Untungnya kamu ngambil akad hari Minggu, jadi kita-kita semua gak harus bolos massal," ujar Bu Tari.Nismara hanya tersenyum menanggapinya."Omong-omong, ini yang mendesain kartu undangan siapa, Nis? Bagus banget, deh," puji Bu Mia."Itu saya sendiri yang mendesainnya, Bu.""Ih ternyata kamu hebat banget, ya. Keren banget, lho, ini. Simple tapi elegan. Nanti saya promosikan kamu ke para tetangga, kolega dan saudara saya buat desain undangan bisa gak, Nis? Eh, tapi sebentar lagi kamu, kan, jadi nyonya CEO, dibolehin gak, nih, kamu kerja? Jangan-jangan ini hari terakhir

  • Ya, Sayang?   Pra Nikah

    Reona meneguk secangkir kopi hitamnya yang sudah dingin dan tinggal setengah. Ia mengembuskan napas panjang kemudian tersenyum puas. Akhirnya setelah penantian yang panjang dirinya berhasil menyelesaikan tiga gaun pengantin untuk Nismara dan Arjuna. Satu untuk akad dan dua lagi gaun untuk resepsi. Para pegawai yang membantu Reona juga terlihat sangat puas akan hasil kerja sama mereka."Besok kalian boleh libur. Tenang saja, nominal gajian tetap sama, kok," ucap Reona.Para pegawainya bersorak gembira. Mereka mengucapkan terima kasih pada bosnya itu kemudian pamit pulang karena hari sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Ketika para pegawainya sudah pulang, Reona masih berada di dalam ruang kerjanya, menatap lurus ke arah patung manekin yang sudah dipasangi sepasang gaun pengantin yang baru saja selesai dibuatnya.Reona mengembuskan napas panjang, pikirannya berkecamuk, di saat para sahabatnya sudah menikah dan bertunangan, dan masih ada yang berpacaran, hanya dirinya saja yang masih s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status