"Meeting-nya jadi sekarang? Hari ini? Oh, baik, baik." Kepala Arjuna mengapit ponsel yang diletakkan di bahu kanannya. Sedangkan kedua tangannya sibuk memasukan beberapa map dan amplop berwarna cokelat. Sepertinya itu berkas-berkas penting. Tidak lupa juga ia memasukan flashdisk dan adaptor ke dalam tasnya."Baik, Pak. Sampai bertemu di kantor." Arjuna mematikan sambungan teleponnya lalu ia kembali menghubungi seseorang. Sepertinya Arjuna menghubungi Radit karena gaya bicaranya sekarang tidak formal."Tolong!" Arjuna meletakan tasnya di atas meja makan. Tangan kanannya terulur ke depan, lebih tepatnya ke arah Nismara.Nismara yang sudah selesai mencuci piring dan sedang mengelap tangannya itu awalnya sedikit agak bingung, tetapi ketika melihat benda yang berada di genggaman tangan Arjuna ia langsung mengerti. Tanpa berpikir panjang, Nismara segera memakaikan dasi untuk Arjuna.Sementara Arjuna sibuk berbicara lewat ponsel, Nismara tidak terlalu terganggu. Maklum saja, hari ini hari Sen
Nismara mengembuskan napas berkali-kali. Dirinya masih kepikiran tentang percakapannya dengan Nanda saat jam istirahat tadi. Pertanyaan yang lebih terdengar seperti pernyataan itu membuat ambigu. Nanda meminta untuk Nismara menjadi mama bohongan atau mama asli? Nismara tidak tahu. Nismara tidak menanyakan hal lebih jelas karena takut nanti hatinya malah baper, alias bawa perasaan.Selesai membereskan barang-barangnya, Nismara langsung keluar dari ruang guru. Matahari siang ini benar-benar bersinar penuh dengan semangat. Cuacanya benar-benar cerah juga sangat panas. Panas-panas begini kalau minum es campur pasti enak."Bu Nis!!!" Nanda melambaikan tangannya ketika melihat Nismara yang masih berada di lorong koridor. Nanda sedang bersama Arjuna di parkiran.Kenapa mereka belum pulang?"Ada apa, Nanda?" tanya Nismara."Jadi Bu Nis mau nyari mama aku kapan?"Nismara kaget. Ia menatap panik Nanda dan Arjuna bergantian. Nismara lebih panik saat melihat ekspresi wajah Arjuna yang datar, bena
"Kamu sama Pak Arjuna, apa kalian berdua mempunyai hubungan khusus?"Nismara langsung tersedak makanan saat mendengar ucapan dari Andin barusan. "Uhuk! Uhuk! Uhuk! Ada-ada saja kamu!" balas Nismara sambil mengelap bibir dan dagunya."Aku ngomong kayak gitu karena akhir-akhir ini aku selalu merhatiin Pak Arjuna. Eh, maksudku selalu merhatiin kalian berdua. Aku lihat kalian berdua kayak yang akrab banget, gitu. Apalagi kemarin kalian ngobrol lama di parkiran. Pasti di antara kalian berdua ada sesuatu, kan? Ayo lah, Nis, jujur saja sama aku.""Kenapa kamu selalu merhatiin Pak Arjuna? Apa jangan-jangan kamu naksir sama Pak Arjuna ya, Din?""Enak aja!" Andin langsung menyanggah, tetapi meskipun begitu, semburat merah di pipinya tidak bisa menyembunyikan semuanya."Kalau naksir mah gak apa-apa, Din. Sah-sah saja, toh lagian Pak Arjuna nggak ada yang punya, alias duda plus jomblo. Jadi nggak ada yang ngelarang buat naksir sama dia.""Aaah... aku nggak bisa bohong! K
Hal pertama yang Nismara lihat adalah langit-langit berwarna putih dan lampu neon berukuran besar yang masih belum menyala. Tubuh bagian atas Nismara terasa hangat, juga hidungnya mencium sesuatu yang wangi. Nismara tahu dan kenal dengan aroma wangi ini. Ini adalah wangi parfum yang selalu digunakan oleh Arjuna."Sudah bangun?" Suara yang dalam dan agak serak itu menyadarkan Nismara. Dengan kesadaran yang belum terkumpul semua, Nismara mengangkat tubuhnya yang terbaring di sofa."Saya ketiduran ya, Pak?" tanya Nismara sambil menguap. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan menatap ke sekeliling."Sekarang jam setengah lima sore.""Apa?!!" Nismara hampir terlonjak dari duduknya. "Setengah lima sore?! Kenapa Bapak gak bangunin saya?""Kamu sudah pikun, ya? Kan waktu saya tinggal pergi kamu masih melek. Pas saya datang tadi jam setengah empat sore saya kira kamu sudah pulang."Nismara menyimpan jas milik Arjuna yang tadi digunakan
Andin menguap lebar, padahal hari masih pukul setengah tujuh malam, tetapi Andin sudah merasakan kantuk yang luar biasa. Ini semua akibat dirinya begadang semalaman demi menonton drama Taiwan yang tayang sekitar awal tahun dua ribuan. Sengaja Andin mencari drama Taiwan jaman dahulu karena stok drama yang tayang tahun ini sudah ia tonton semua, sekaligus Andin ingin bernostalgia saat dirinya masih kecil."An, tolong ambilkan Mbak air hangat.""Iya, Mbak." Andin mengambil air minum dari dispenser. Setelah itu ia lalu memberikannya pada Sulis, kakak iparnya yang baru kemarin malam melahirkan anak pertamanya."Mbak mau makan buah, gak? Biar Andin beliin, sekalian Andin mau beli roti di bawah.""Boleh deh, An. Mbak mau apel hijau.""Ya sudah, Andin ke bawah dulu ya, Mbak. Bentar lagi Mas Danang datang." Andin mengambil tas selempang kecilnya yang tergeletak di atas nakas. Ia segera pergi ke luar. Dan kebetulan sekali kedua otang tuanya Sulis baru saja datang dari kantin rumah sakit, jadi S
Kali ini Nismara dibantu memasak oleh Arjuna. Mereka memasak cukup banyak karena Bude Marni katanya akan datang bersama seseorang. Dilihat dari raut wajah Arjuna, sepertinya ia sedikit agak senang. Bisa dilihat dari matanya yang berbinar."Tamunya Bu Marni siapa, Pak?" tanya Nismara basa-basi."Nanti juga kamu bakal tahu." Mode dinginnya Arjuna sepertinya tidak pernah mencari.Setelah sayur capcay matang, Nismara meletakan wadah tersebut di atas meja makan. Sekarang ia kembali menumis bumbu untuk memasak makanan yang lain. Ayam goreng yang tadi sudah digoreng oleh Arjuna juga diletakan di atas meja. Kini Arjuna sedang memasak tahu dan tempe goreng yang sudah direndam di bumbu kuning.Lima belas menit kemudian, semua masakan sudah tersaji rapi. Nismara memindahkan nasi ke dalam sangku lalu meletakkannya di tengah-tengah. Semua gelas juga sudah terisi air putih."Kamu juga ikut makan," ucap Arjuna. Ia menyusun piring, sendok dan juga garpu. Total semua ada enam piring. Berarti tamu Bude
Arjuna benar-benar tercengang melihat banyak kantong belanjaan di dalam bagasi. Di dalam keterpanaannya, Arjuna ikut membantu membawa tiga kantong plastik belanjaan tersebut."Kamu gila, ya?""Bukan gila lagi, Pak. Tapi Mbak Nismara sudah edan keleyengan." Dayyan yang menjawab.Mereka bertiga masuk ke dalam lalu meletakan belanjaan di atas meja makan."Bu Marni dan tamunya sudah pulang, Pak?""Sudah, dari lima belas menit yang lalu."Nismara menyuruh Dayyan untuk membawa kantong plastik berisi sayur-sayuran, buah dan daging. Nismara ingin menyimpannya ke dalam kulkas. Dayyan ikut membantu menyusun sayuran tersebut, sementara Arjuna yang mencucinya terlebih dahulu."Kulkas sultan beda banget sama yang di rumah kita ya, Mbak. Kulkas ada dua yang ini yang paling gede." Dayyan berdecak kagum. "Kalau kulkas yang besar ini aku bawa pulang terus di simpan di kamar, aku gak bakal keluar-keluar kayaknya.""Hus!" Nismara
"Pak, hari ini saya mau ijin gak masak untuk makan malam, ya? Soalnya saya mau bantu-bantu untuk acara tujuh hari bayi di rumah kakaknya Andin."Arjuna yang sedang menatap ponsel mengalihkan perhatiannya. Ia kemudian mengangguk pelan, memberi ijin pada Nismara."Apa hari ini saya sekalian masak untuk makan malam? Biar nanti tinggal dihangatkan.""Tidak usah. Hari ini sudah siang, tidak cukup waktu. Bisa-bisa kamu terlambat."Nismara mengecek jam tangannya. "Kalau begitu saya pergi dulu ya, Pak? Soalnya saya sudah ditunggu oleh Bu Tari, hari ini jadwal piket saya."Belum sempat Arjuna berbicara lagi, Nismara sudah pergi, tetapi ternyata ia lupa mengambil tas selempangnya yang ia simpan di atas kursi.***Nismara berdecak kesal. Ia menghela napas panjang lalu menelungkupkan wajahnya ke atas meja kerjanya. Hatinya benar-benar berkecamuk, entah karena apa Nismara sekarang merasa kesal dan bawaannya emosi terus."NII