Share

Bayang masa lalu

Author: humaidah4455
last update Last Updated: 2023-02-02 19:30:38

Bayangan masalalu kekejaman sosok laki-laki yang kini menjadi pemulung terus saja menghantuiku.

"Dasar anak s*t*n! Siapa yang menyuruhmu masuk kamar ini?"

"Maaf, Mas. Rini cuma mau membersihkan kamar ini."

"Pergi kamu! Pergi!" Dia mendorongku keras hingga kepalaku membentur tembok. Darah seegar keluar dari pelipisku.

Tak henti dia saat melihatku terluka, sapu yang ku bawa direbutnya paksa, lalu dengan bringas ia memukuli tubuh kecil ini. Bahkan ia tak hirau jerit tangisku.

"Hentikan, Johan! Hentikan!" Teriakan Yu Santi saat itu.

"Jika dia terluka, Bapak akan marah!" Teriak Yu Santi lagi. Sementara Yu Yati dan Diki malah menertawakan ku.

"Biar saja anak ini mati. Dia selalu mengganggu privasi ku. Aku lagi tidur diganggu juga!" Hardik Mas Johan.

Aku segera dibawa oleh Yu Santi. Ia mengobati luka dikepalaku, lantas membuatkan obat oles untuk mengobati luka memar di tubuhku akibat pukulan Mas Johan.

"Apa yang kau lakukan hingga Johan marah padamu?" Yu Santi dengan telaten mengobati luka dipelipis, ia menutup luka dengan kasa dan plester. Perih, perih luka ini. Rini kecil waktu itu tak berdaya. Aku menangis sesegukan di depan Yu Santi.

"Istirahatlah, nanti, Yayu ambilkan makan dan susu untukmu. Diamlah disini."

Aku menurut pada Yu Santi. Hanya dia yang sayang kepadaku.

"Yu, kenapa yayu perhatian sama anak s*@l itu? Biarkan saja dia syukur kalo dia mati!" Suara teriakan Yu Yati dari luar kamarku terdengar nyaring.

Kala itu aku semakin takut. Dikamar ku menangis sambil mendekap mulut.

"Kalian tak boleh semena-mena pada Rini. Dia adik kita juga!" teriak Yu Santi.

"Pers#t#n! Dia bukan keluarga kita!"

Entah apa lagi yang mereka katakan, ku tutup telinga ini, tak ingin mendengar yang lainnya.

"Sayang, sayang. Rini," Suara Mas Bayu kembali menyadarkan lamunanku. Bayang masalalu itu terhenti.

"Kamu kenapa?" Kini Mas Bayu memelukku.

Aku masih gemetar, ketakutan.

"Mas, Rini takut. Rini takut, Mas." Lirihku.

Ku benamkan wajah ini didada laki-laki terbaiku. Ia mendekap ku erat, seakan menyalurkan energi untukku.

"Ada apa dengan Bu Rini, Pak? Kenapa seperti ketakutan begitu?" Ku dengar pengawal Mas Bayu ikut khawatir.

"Entahlah, Dim, saya juga nggak tau. Sepertinya laki-laki itu ada sangkut pautnya dengan masalalu Rini. Ini tugasmu Dimas! Singkirkan siapapun yang mengganggu istriku!" Suara Mas Bayu terdengar penuh emosi.

Aku masih membenamkan diri di tubuh Mas Bayu. Tak sepatah katapun ku ucapkan. Aroma maskulin tubuh Mas Bayu menenangkan.

"Tenangkan dirimu, sayang. Aku takkan membiarkanmu terluka lagi." Mas Bayu berucap sambil mengusap punggungku.

"Maaf Mas. Maaf," lirihku mengurai pelukan laki-laki yang kini bertanggung jawab dunia akhirat atas jiwa dan ragaku.

Ia mengulas senyum, lalu mengecup pucuk kepalaku. "Sudahlah, jangan ingat masalalu. Kamu bukan Rini yang dulu. Kau ratuku, hidupku, nyawaku. Bangkitlah, bukam semuanya!"

Kalimat yang dilontarkan Mas Bayu barusan, membuatku semakin bersyukur memilikinya. Aku yakin Allah itu maha adil. Inilah buah kesabaranku dahulu.

"Mas, entah mengapa, ketika melihat laki-laki pemulung tadi. Aku ingat masalalu. Dia orang paling kejam dalam hidupku. Dia juga penyebab luka dipelipis dan kaki ini, Mas." Buliran air mata meluncur tanpa bisa ku tahan.

"Dulu, keganasan dan kekejaman seorang Johan membuatku terlempar jauh dari rumah ayah. Hanya Yu Santi yang peduli. Beruntung bude Siti dan keluarga mau menampungku, hingga aku kuliah," kenangku pada masalalu.

"Sudah, jangan dikenang sesuatu yang membuatmu sakit. Kita kesini bukan untuk bersedih. Kita kesini untuk Yu Santi dan orang-orang yang sayang sama kamu. Hapus air matamu, pakailah makeup lagi. Perlihatkan kepada mereka siapa kamu sekarang. Rini Wibawa, istriku," Mas Bayu kembali membangun menara semangatku yang tadi sempat berguguran.

"Sini, biar Mas pakaikan," Mas Bayu mencari tasku lalu ia mengambil tas kecil tempat makeup yang dulu ia hadiahkan untukku.

4 tahun menikah dengannya, aku bahagia sekali. Dia begitu baik, begitupun ayah dan ibunya. Bungsu dari dua bersaudara ini berhasil membangun bisnis sesuai keinginannya bersamaku.

Dengan terampil Mas Bayu menyapukan bedak dan lipstik di wajahku. Ia juga membenarkan hijab yang ku pakai. Mas Bayu selalu care kepadaku.

"Begini, cantik, dan manis. Bikin aku gemes." Mas Bayu mencubit manja hidungku.

Tiba-tiba mobil berhenti. Membuat kami berdua melihat kearah jalan.

"Kenapa, Yas?"

"Bebek, Pak. Ada penggembala bebek."

Ku lihat kearah depan. Benar, seorang pengembala bebek berangkat kesawah. Yah, dulu sewaktu aku masih disini, sering menggembala bebek bersama Mas Yuda, anak bude Siti.

Mobil berjalan lagi, aku memperhatikan perubahan desa kampung halamanku. Meskipun jalanan masih berbatu, tapi desa ini banyak perubahan. Sebuah rumah mungil nan cantik ditengah perkampungan membuatku terpesona.

"Mas, cantik sekali rumah itu," Aku mencolek Mas Bayu. Mobil melambat.

"Yang mana?" Mas Bayu seolah tak melihat.

"Ini, Mas. Minimalis, asri. Ya ampun, ada berbagai anggrek disana, manis banget. Pasti seneng kalau bisa punya rumah seperti itu," cerocosku spontan.

Ku lihat Mas Bayu senyum-senyum, apanya yang lucu? Eh, tunggu. Kompleks ini bukanya komplek tanah perumahan milik ayah yang dulu dirampas haknya oleh saudara tiriku? Lantas itu rumah siapa? Yu Yati? Mas Diki? Atau Mas Johan? Siapapun pemiliknya, pasti dia sudah sukses. Gaya rumahnya loh beda sama yang lain.

"Sayang, kita mau berhenti dimana, tempat bude Siti, atau Yu Santi?"

"Em, lihat nanti, Mas. Bude pasti sibuk dirumah Yu Santi. Kita kesana saja, nanti kalau keadaan nggak memungkinkan, kita bermalam di rumah bude Siti aja."

"Em, oke."

"Yang, seandainya, kita bangun rumah disini, kecil saja nggak usah besar-besar. Kita pake kalau lagi liburan saat penat dikota, kamu mau enggak?"

Aku menoleh suamiku, seakan tak percaya dengan apa yang dia ucap.

"Maksud Mas?"

"Ya, itu ... buat rumah di daerah sini, mau?"

Tentu saja aku mau, tapi bagaimana dengan saudara tiriku? Aku bingung. Takut jika diusik lagi. Padahal secuilpun tanah milik ayah yang seharusnya menjadi milikku, tak kudapatkan. Aku sekolah dan kuliah dibantu bude dan modal beasiswa saja.

"Melamun lagi?" tegur Mas Bayu.

"Enggak, Mas. Nggak nglamun kok. Cuma lagi mikir aja, kalau kita punya rumah disini, apa nggak akan diusik oleh mereka saudara tiriku?"

"Negara kita negara hukum sayang, kalau mereka berani mengusik mu, kupastikan mereka masuk bui." Tegas, mantap, kalimat suamiku barusan.

Mobil memasuki perempatan menuju rumah Yu Santi, rumah Yu Santi memang searah dengan rumah bude Siti. 200 meter dari perempatan terlihat tenda khas orang punya hajat berdiri. Tepat berbarengan dengan kumandang Adzan Ashar, mobil kami hampir menepi.

Hatiku semakin bahagia, sebentar lagi rindu yang lama ku pendam ini akan terlampiaskan.

"Pak, nggak bisa dipercepat kah mobilnya?" Aku tak sabar.

"Bu, banyak anak kecil berlarian, takut nabrak, Bu," jawab sopirku.

Aku melihat kedepan terus. Suamiku mengusap bahu ini. "Sabarlah sayang, sebentar lagi sampai."

"Mas, aku bahagia sekali! Terimakasih, Mas mau mengantarku kesini lagi. Terimakasih, Mas." Aku memeluknya erat.

"Iya, sayang. Apapun akan kulakukan asal kamu tersenyum dan bahagia. Kalau kamu sedih, bisa runtuh duniaku," goda Mas Bayu.

Mobil kini lebih mendekat ke tenda hajatan. Aku bisa melihat orang-orang yang kukenal dulu. Aku tak sabar ingin segera turun.

Banyak pasang mata menuju mobil kami, mungkin mereka heran. Terang saja, mobil yang digunakan kami sekelas mobil pejabat DPR di sini. Pastilah mereka terheran-heran. Mobil berhenti di tepi jalan. Aku ingin segera turun.

"Sebentar, sayang! Kita buat drama dulu."

Mas Bayu mencegah saat ku hendak membuka pintu mobil. Drama apa lagi sih?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
windy
mas bayu suami idaman banget sih
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Yang Kau Bilang Miskin    Kekasih ku

    POV BayuHari telah berganti malam. Wajah Rini malam ini teramat cantik. Dibalut baju gamis pilihan Nadia, Riniku mempesona. Kesehatan Rini mulai pulih. "Kamu cantik banget sih, bikin aku gemes!" Kugoda bidadariku usai Rini menidurkan Nadia. Rini tersipu malu. Ia menyelimuti putri kami. Rini beranjak membereskan boneka Nadia kutarik perlahan tangan Rini, lalu ku bopong tubuhnya. Kubawa belahan jiwaku keperaduan kami, hingga kami terlena dibuai asmara. Azan subuh membangunkan kami. Pagi ini hatiku begitu bahagia. Melihat Rini seperti sedia kala. Kami lakukan ibadah bersama, dan aktivitas seperti biasa. "Bunda, Nadia mau main kerumah Eyang, ya!" Kami sarapan bersama. "Boleh, nanti biar diantar om Panjul, ya!" Rini meneguk air putih. "Bunda, hari ini jadwal kontrol 'kan?" Kutatap wajah Rini. Bila didepan Nadia, panggilan kami berbeda."Iya, tapi ini hari Minggu, Yah. Dokternya pasti nggak ada." Riniku terseyum. "Udahlah, ngapain sih ke rumah sakit lagi?" Alis Rini terangkat. "Lho,

  • Yang Kau Bilang Miskin    Aku ingin disini

    POV Bayu Aku keluar dari ruangan Dokter dengan hati yang hancur. Air mataku terus menetes mengurai sakit di dada. Rasanya masih tak percaya dengan semua ini. "Ya Allah! Aku gagal! Aku lalai! Aku suami yang gagal menjaga istriku!" Tangis ini kutumpahkan, tubuhku luruh bersandar di dinding. Separuh jiwaku seakan hilang. Mama, iya aku harus memberitahu Mama dan yang lain. Segera saja kuambil ponselku lalu kukirim pesan untuk Mama, Bang Riza, dan Mbak Rosa. Sedang berkirim pesan, ponsel ini bergetar sebuah panggilan dari Dimas muncul. "Halo! Assalamualaikum!" "Wa'alaikum salam. Rini gimana, Bay?" Perlahan kupijat kening ini, "Kritis. Rini kena sirosis, dia butuh donor hati." Aku terisak. "Innalilahi! Ya Allah, sabar, Bay! Aku mau ke rumah sakit sekarang, apa saja yang perlu dibawa?" "Bawakan saja baju ganti untukku dan Nadia, jangan lupa selimut juga. Kamu sama siapa kesini?" "Semuanya, Bay. Kami sekeluarga ke rumah sakit." "Oke, hati-hati dijalan. Assalamualaikum!" Telepon ku

  • Yang Kau Bilang Miskin    Jangan tinggalkan aku

    POV Bayu Ponselku berdering saat aku sedang menemani Nadia dan Zidan memberi makan ikan dikolam. Kulihat Eis yang menelpon hem, ada apa ya? Kujawab segera telpon Eis. "Assalamualaikum, Is, ada apa?" "Bay, cepat pulang sekarang! Rini pingsan. Ia batuk darah!" Suara Eis setengah berteriak dan terisak. Eis panik. "Apa?" Aku terkejut bukan main. Tadi Rini baik-baik saja. Astaghfirullah ada apa dengan istriku? "Baik, aku pulang!" Sambungan telepon kumatikan. "Nadia, kita pulang yuk, Nak. Bunda pingsan Sayang," ucapku pada Nadia. Wajah Nadia dan Zidan nampak terkejut. "Rini pingsan?" Dimas memastikan. "Bunda!" Nadia berlari sambil menangis berteriak memanggil ibunya. Segera ku kejar Nadia. Kuraih tubuh Nadia lalu ku gendong menuju motor, kami segera pulang. Kupacu motor ini Nadia terus menangis. Rini, ada apa denganmu, Sayang? Hatiku cemas bukan main. Teringat beberapa malam yang lalu Rini mimisan. Apa yang terjadi dengan Rini? Motor kuparkir dihalaman rumah, Nadia melesat masuk

  • Yang Kau Bilang Miskin    Aku pulang, Yah

    Mas Bayu sigap mengambilkan tisu. "Suhu badanmu terlalu tinggi, Yang. Jadi mimisan," ucap Mas Bayu. "Iya, bisa jadi, Mas." Aku berusaha tenang dalam situasi ini. Darah yang keluar juga tidak terlalu banyak. "Udah nggak keluar kok. Minum parasetamol, ya?" Mas Bayu menawarkan obat. Aku menggeleng. "Enggaklah, aku malas ketergantungan obat." Aku bangkit dari tempat tidur. "Mau kemana?" Mas Bayu mengernyitkan kening. "Pipis. Mas kalo cape tidur lagi aja." Aku bergegas ke kamar mandi mencuci muka lalu berwudhu. Sepertiga malam masih ada, ingin rasanya mengadukan semua ini kepada pemilik alam semesta. Kulihat Mas Bayu sudah tidur lagi. Segera saja kutunaikan kiamul lail. Kupasrahkan semua masalahku kepada sang Khalik. Usai sholat dan berdoa, aku kembali tidur. ________"Yang, bangun, subuh." Suara Mas Bayu mengusik istirahat ku. "Oh, sudah subuh." Mataku mengerjap perlahan. Mas Bayu mengecek suhu tubuhku. "Sudah turun panasnya. Alhamdulillah!" Kulihat Mas Bayu sudah berlilit kain

  • Yang Kau Bilang Miskin    Kenapa harus putih?

    Aku termenung dengan hasil lab yang menyatakan aku tidak hamil. Ingin cek kedokter spesialis penyakit dalam, rasanya masih ragu. Mungkin hasil lab ini salah. Masa iya aku nggak hamil? Aku memilih pulang saja. __________ "Assalamualaikum!" sapaku saat masuk rumah. Lelah hati, pikiran dan tubuh ini. "Wa'alaikum salam. Ibu sudah pulang," art rumah ini menyambut kedatangan ku. Kujatuhkan bobot tubuh ini disofa. "Bi, tolong ambilkan minum. Oh iya, suruh Dito jemput Nadia, ya!" Aku terpejam sambil memberi perintah kepada art-ku. "Maaf, Bu. Mbak Nadia sudah pulang, sekarang diajak Oma pergi jalan-jalan ke mol." Ah, selalu saja begini. Nadia kalau sudah ke mall sama Omanya bisa betah seharian. "Ya udah, deh. Bawakan minuman saya ke kamar. Saya mau istirahat." Aku bangkit dan melenggang ke kamar. Aku duduk di tepi ranjang membaca lagi hasil lab tadi. Ah, lebih baik kubuang saja surat ini. Segera kurobek surat hasil lab rumah sakit. "Permisi, Bu, ini minumannya. Maaf, Bu. Ibu mau makan

  • Yang Kau Bilang Miskin    Ada apa dengan Rini?

    "Bunda, besok liburan Nadia pengen ke rumah Eyang Kung di Sidoarjo. Nadia mau main di sawah, mau gembala bebek, mainan sama kak Denis, kak Iqbal, ketemu sama Tante Eis maian sama Mas kecil, boleh ya, Bunda!" Putri kecilku mengutarakan keinginannya. Sementara aku masih menahan rasa sakit di ulu hati, hingga membuat dadaku sesak. Keringatku mengucur. "Bunda, bunda kenapa?" Nadia menghampiriku. Wajahnya nampak cemas. "Bunda haus, Sayang," lirihku, duduk kembali dikursi ini. "Oh, bunda haus! Nadia ambillin minum ya, bunda!" Nadia berlari keluar kamar ini. Sementara dada ini semakin sesak, sekuat tenaga aku berusaha untuk bernafas? Ada apa denganku? Sepertinya aku harus cek up ke Dokter. "Sayang! Ini minumnya." Mas Bayu datang bersama Nadia membawa segelas air. "Kok pucet? Are you oke?" Mas Bayu mengulurkan segelas air minum. Perlahan tangan ini hendak meraih gelas itu. Rasanya seperti nggak kuat, tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Mataku berusaha terbuka saat kudengar tangisan Nad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status