Seorang lelaki duduk dengan tangan menopang kepala. Dia menatap jengah pada lelaki yang duduk bersimpuh di lantai di hadapannya saat ini. Suasana begitu hening, ada dua orang lainnya di ruangan ini, tetapi jika tidak diberi kesempatan berbicara oleh lelaki yang berkuasa itu, mereka tidak berani membuka mulut.
"Dengan cara apa aku membunuhmu?" sindir lelaki penguasa itu bertanya tentang kematian, seolah dialah dewa yang menentukan takdir."Tolong ampuni saya, Tuan, saya berjanji tidak akan melakukan hal ini lagi." Petra, lelaki yang duduk bersimpuh di lantai itu tampak memelas dengan penuh permohonan. Berkali-kali dia bersujud pada lantai yang terasa dingin, membenturkan kepalanya berkali-kali dan mengabaikan rasa sakit.Lelaki penguasa itu tersenyum sinis, menatap Petra penuh ejekan sambil menaikkan salah satu alisnya. Dia merasa seperti melihat lelucon.Embusan napas panjang terdengar dari bibir lelaki penguasa tersebut, dengan malas dia mulai berucap, "Sekali khianat, suatu saat pasti akan berkhianat lagi.""Saya berjanji, Tuan, saya tidak akan melakukannya lagi. Saya akan memberikan jaminan untuk Anda." Petra merangsek maju, mendongak penuh permohonan dengan kedua tangan saling menangkup. Tubuhnya bergetar dengan rasa gugup bercampur ketakutan pada sosok tirani di depannya. Keringat dingin menetes dari sela-sela rambut. Dinginnya AC bahkan tidak mampu mendinginkan dirinya."Cih, barang apa yang kau tawarkan sampai berani menjaminkannya padaku? Bahkan semua hartamu tidak sebanding dengan kerugian yang kudapat!" cibir lelaki penguasa itu meremehkan."Bukan barang, Tuan, tapi … tapi seorang wanita," balas Petra gugup sambil menggigit bibir."Wanita? Kau mengejekku? Aku bahkan bisa mendapatkannya detik ini juga. Jangan mempermainkanku!" hardiknya kesal dan mulai bosan pada Petra.Lelaki penguasa itu mulai memundurkan kursi kerjanya agar bisa membuka laci di bawah meja. Dia mengambil sebuah kotak dari kayu dan ketika dibuka isinya adalah pistol. Lelaki itu mengecek isi pelurunya, sebelum mengarahkannya pada Petra dengan tatapan yang begitu tajam. Dia bertindak seolah-olah siap untuk membunuh, tanpa takut risiko yang terjadi kedepannya."Wanita yang masih tersegel," sahut Petra cepat dengan sekali tarikan napas. Tubuhnya menegang saat menyadari jika nyawanya sedang terancam sekarang. "Seorang gadis, Tuan … gadis!" imbuhnya lagi menekankan ucapannya agar menarik perhatian lelaki penguasa tersebut."Gadis? Cukup mustahil di jaman sekarang menemukan yang seperti itu," cibir lelaki penguasa itu terlihat tidak percaya, dia menatap Petra dengan dahi berkerut dalam."Saya tidak mungkin berbohong pada Anda, Tuan. Saya bisa menjamin memberikan wanita yang masih gadis pada Anda. Jika ucapanku adalah dusta, Anda boleh menembak mati saya." Petra mengucapkan kalimat itu dengan tergesa, memelas penuh permohonan agar jaminan yang dia tawarkan diterima. Mau bagaimanapun, jika lelaki penguasa itu menolak, dia bisa kehilangan nyawanya saat ini juga.Cukup lama ruangan menjadi hening, lelaki penguasa itu terlihat diam dengan sesekali menggerakkan tubuhnya pada kursi kerjanya yang bisa diputar. Sebelah tangannya bersedekap, sedangkan tangannya yang lain masih memegangi pistol untuk menopang dagunya.Embusan napas kasar terdengar dari bibirnya sebelum dia berkata malas, "Hem ... baiklah. Kau beruntung karena aku memberikanmu kesempatan kedua. Besok, kau harus bawa wanita itu datang ke rumahku. Tapi sebelum itu …."Lelaki penguasa itu menoleh ke belakang, untuk melihat asistennya sebentar. Dia kembali menatap Petra saat melanjutkan," Aku butuh surat perjanjian, agar kau tak berani mengkhianatiku lagi."Seolah paham dengan yang diminta, asisten lelaki penguasa yang bernama Kenzo itu segera mengambil laptop yang ada di dekatnya. Dia memutuskan duduk di sofa sambil menatap bosnya, seolah siap untuk mendengarkan kalimat yang akan diketiknya nanti.Melihat asistennya telah siap, lelaki penguasa itu mulai berkata, "Isi dalam surat perjanjian itu, Petra siap mati jika dia berani berbohong dan menghianatiku lagi. Seluruh keluarganya juga akan terkena dampak dan akan menjadi budak pekerja untukku tanpa bayaran. Petra juga tak akan ikut campur lagi dengan wanita yang akan dijaminkan padaku nantinya."Dia terdiam beberapa saat dengan mata terpejam. Seolah berpikir hal apalagi yang bisa dituliskan untuk menekan Petra. Namun, tiba-tiba wajahnya berkerut kesal, saat tak menemukan apa pun dalam pikirannya. Akhirnya dia kembali melanjutkan, "Sudah, itu saja dulu. Aku sedang malas berpikir."Kenzo—sang asisten—mengangguk, menyelesaikan tulisan tersebut lalu keluar dari ruang kerja bosnya. Tidak sampai lama dia kembali lagi membawa sebuah map yang berisi surat perjanjian tadi, lalu menyerahkan barang tersebut pada bosnya.Lelaki penguasa itu melihat berkas map di depannya dengan wajah yang datar. Tangannya segera meraih bolpoin, membubuhkan tanda tangannya dengan cepat. Setelahnya, dia sedikit membanting berkas tersebut sambil melirik Petra dengan mata yang memicing.Petra yang mengerti kode itu langsung berdiri menghampiri meja. Tangannya terlihat bergetar saat menandatangani kertas perjanjian tersebut. Sesekali dia melirik lelaki tirani di depannya dengan takut. "Sudah, Tuan," ucapnya begitu dia telah selesai.Lelaki penguasa itu tersenyum sinis ke arah Petra, mengambil berkas map tersebut lalu menyerahkannya pada Kenzo. Dia mulai menyandarkan tubuhnya pada kursi kerja, sambil menyatukan kedua jarinya dan menatap tajam ke arah Petra."Pergilah … segera kirimkan hadiahmu ke rumah. Jangan sampai kau mengulangi hal ini lagi," ucapnya begitu dingin, yang membuat Petra mengangguk lalu berpamitan dan langsung keluar dari ruangannya.Dia menghembuskan napas kasar, tatapannya tajam terasa malas saat melihat kepergian Petra. Seharusnya, kecoa seperti Petra harus langsung dibasmi saja tanpa ampun. Namun, mendengar tawaran Petra malah membuat dia goyah dan menjadi sangat penasaran."Kau lelah? Ingin pergi ke bar? Aku akan memesan wanita untukmu," ucap Kenzo tiba-tiba yang membuyarkan lamunan lelaki penguasa itu."Cih, kau selalu saja mengerti yang kupikirkan," sahut lelaki penguasa itu tersenyum sinis saat melirik Kenzo. Setelahnya dia langsung berdiri, melepaskan jasnya dan berjalan keluar dari ruangannya.Dia benar-benar merasa lelah dan begitu jenuh saat ini. Dan hal yang paling ampuh untuk mengusir rasa tersebut adalah datang ke tempat hiburan untuk meminum alkohol dan melihat wanita penghibur menari di mejanya. Lelaki penguasa itu terkekeh pelan, saat otaknya memikirkan hal mesum yang membuat tubuhnya bergairah.Kenzo menggeleng dan tertawa melihat itu, dia sudah sangat hafal apa yang diinginkan bosnya jika sedang bosan. Meskipun di kantor mereka adalah bos dan asisten, tetapi itu tidak berlaku di luar karena mereka adalah teman yang sudah mengenal lama.Nama lelaki penguasa itu adalah Maxime Jaccob Ainsley, seorang CEO dari perusahaan yang cukup terkenal di negara ini. Beberapa anak cabang telah berdiri di setiap kota, membuat dia dijuluki pebisnis sukses di usianya yang menginjak matang.Namun, bukan hanya usaha legal yang dijalaninya, usaha ilegal pun dia punya. Dia menjajaki dunia jual beli senjata api dan dunia malam yang menawarkan pelayanan bagi mereka yang suka dengan minuman dan para wanita.Jake, begitulah panggilannya. Dia sangat suka bermain dengan wanita, setiap malam dirinya selalu bergonta-ganti wanita. Baginya, wanita semua sama saja. Hanya diberikan uang dan perhiasan, mereka akan takluk padanya.Ayahnya, Rikard adalah seorang pengusaha yang sukses. Namun, Jake tidak menyukai ayahnya, dia menganggap ayahnya bodoh. Karena sampai Rikard sudah tua sekalipun, lelaki itu masih mengharapkan seorang wanita yang pernah mencampakkannya, dan wanita itu adalah istrinya sendiri.Sifat Jake yang gemar bermain wanita dipicu oleh kebenciannya pada ibunya.Dia sangat membenci ibunya yang dulu pergi meninggalkan dirinya dan ayahnya, sampai sekarang pun belum ada kabar tentang ibunya itu. Membuat dia melampiaskan kebenciannya dengan bermain wanita.Banyak wanita yang sudah dijelajahinya, tetapi tak satu pun dia pernah mendapatkan yang original. Karena itu, dia begitu tertarik saat Petra menawarkan wanita yang masih gadis tadi. Jake benar-benar tidak sabar menunggu hadiahnya datang besok.Namun, untuk saat ini, biarlah dia bermain-main dulu dengan yang lainnya.Maria pulang telat karena restoran sedang ramai tadi. Ya, meskipun dia masih menjadi mahasiswa di sebuah universitas, tetapi dia juga bekerja part-time untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Dia memang anak orang yang berkecukupan, tetapi dia diperlakukan berbeda oleh ayahnya karena dia hanyalah anak tiri. Wanita itu sampai di rumah ketika hari mulai larut malam. Dia memarkirkan motor begitu saja di halaman, lalu berjalan masuk ke rumah. Dia mengira semua penghuni rumah sudah tertidur, tetapi ternyata salah. Saat membuka pintu dan masuk, dia melihat ayah dan ibunya sedang duduk di ruang tamu. Dahi Maria berkerut heran sambil melirik jam yang ada di tangannya. Dia tidak salah lihat dan ini sudah hampir setengah dua belas malam. Namun, kenapa orang tuanya belum tidur? pikir Maria penasaran. "Maria, kemarilah sebentar!" perintah ayah tiri Maria, melambaikan tangan dengan wajah yang begitu datar. Lelaki paruh baya itu menatap anak tirinya dengan wajah yang menahan kesal. Mau tak mau Mar
Maria berjalan tergesa memasuki kelasnya, dia bahkan tak menghiraukan makian orang yang ditabraknya. Tujuannya saat ini adalah kelasnya. Dia harus cepat-cepat masuk sebelum Miss Claire berada di tempat.Tapi langkahnya menjadi pelan tatkala dia melihat Miss Claire sudah di kelasnya. Dia menjadi ragu ingin masuk atau tidak, tapi akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk pintu yang sedikit terbuka itu.Tok tok tok..Seisi kelas menoleh kearahnya termasuk dosennya itu. Maria hanya bisa tersenyum meringis, sahabatnya yang duduk paling pojok tertawa karena melihat kelakuan Maria. Gadis yang biasanya bar-bar takut pada sosok dosen killer yang selalu menurunkan nilai jika terjadi sesuatu kesalahan di matanya.Miss Claire, seorang wanita paruh baya dengan badan sedikit gempal. Rambut di atas bahu dan memakai kacamata itu menoleh ke arah pintu. Melihat salah satu mahasiswanya yang telat datang hampir setengah jam."Tidak sekalian membolos?" ucap Miss Claire ketus.
Setelah kepergian wanita itu Jaccob kembali mengerjakan beberapa dokumen yang harus dilihatnya. Dia terlihat fokus dengan lembaran-lembaran kertas di depannya itu.Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka dan dia mengira itu adalah staf karyawan, membuatnya menjadi kesal."Tidak bisakah kau mengetuk pintu terlebih dulu," ucap Jake tanpa mengalihkan pandangannya."Haruskah aku keluar kembali dan izin untuk memasuki ruanganmu," ucap seorang lelaki yang tak kalah tampan dari Jaccob. Tingginya hampir setara dengan Jake, mempunyai dada bidang dan tangan yang terlihat berotot. Rambutnya yang sedikit panjang dikuncir sebagian.Jake mengalihkan pandangannya ketika mengenali suara ini, dia menatap Sean, salah satu sahabatnya selain Kenzo. Mereka dulu berkuliah di universitas yang sama, mengambil satu jurusan membuat mereka bertiga menjadi dekat dan memutuskan untuk berteman.Tapi Sean termasuk anak orang kaya. Dia sekarang mengambil alih perusahaan ayahnya dan m
Jaccob juga kaget melihat wanita yang saat ini berdiri di samping Petra. Dia mengulum senyum, ternyata keberuntungan jatuh kepadanya. Dia memang tertarik pada Maria saat di kantor tadi, tak disangka dia adalah hadiah yang dimaksud oleh Petra."Selamat malam Tuan," ucap Petra sedikit menunduk ketika Jaccob duduk di sofa tunggal di depannya.Jaccob hanya menganggukan kepalanya. Dia masih melihat ke arah depan, bukan ke Petra, melainkan Maria.Maria menyipitkan mata tatkala melihat tatapan Jaccob yang baginya sangat mesum itu. Tapi dia akan diam, menilai situasi terlebih dahulu."Jadi ini hadiah yang kau maksud? Menarik juga," ucap Jaccob tersenyum sinis."Ya Tuan, dia akan menjadi milik anda." ucap Petra.Maria segera menoleh ke arah ayahnya. Apa maksud perkataannya itu."Mulai sekarang, kau akan menjadi wanita milik Tuan Jaccob," ucap Petra yang melihat tatapan bertanya dari Maria itu."Apa maksudmu, kau hanya bilang aku akan bekerja di
Maria terbangun dari tidurnya ketika pintu kamarnya diketuk dari luar. Dia bangun perlahan, kapalanya masih terasa sakit. Meskipun dia minum sedikit tadi malam, tapi benturan saat Jake mendorongnya menambah rasa sakit di kepalanya.Dia membuka pintu yang terkunci itu, melihat Rose, pelayan rumah ini ada di depannya."Nona, segeralah turun. Tuan Jake sudah menunggu anda untuk sarapan." ucap Rose."Baiklah, aku akan bersiap-siap dahulu." ucap Maria.Dia menutup pintu lalu bergerak ke arah kamar mandi dan membersihkan dirinya. Dia masih ingat bagaimana semalam Jake menciumnya dan itu membuat dirinya risih.Tak ingin membuat sang bos barunya itu marah, Maria segera menyelesaikan mandinya, berjalan ke ruang ganti dan memakai pakaiannya sendiri, sebuah blouse putih panjang dengan tali di perut, dan sebuah celana jeans longgar. Dia tak selera memakai sebuah gaun. Bagaimana dia akan naik montornya nanti jika dia pakai rok?.Maria hanya memoles lipba
Wanita yang berada di pangkuan Jake itu panik, dia segera berdiri dan terlihat merapikan pakaiannya. Melihat wanita yang menatapnya tajam, wanita itu berpikir mungkin dia salah satu wanita bosnya itu. Dia tidak ingin mencari masalah, dia hanyalah karyawan kecil di perusahaan ini, akhirnya dia pamit dan berjalan keluar dengan tergesa-gesa.Jake terlihat santai, dia menyenderkan tubuhnya dan melihat ke arah Maria yang bersedekap tangan masih memandangnya. Jake mengangkat sebelah alisnya tanpa mengatakan apapun.Maria berjalan mendekat dan langsung duduk di kursi yang ada di depan meja Jake, dia ikut menyenderkan badannya dan bersedekap."Kau menyuruhku kesini cepat-cepat hanya untuk melihatmu bercumbu?" tanya Maria ketus."Jika kau ingin dicumbu bilang saja, tidak usah berlagak cemburu seperti itu," kata Jake masih menatap Maria.Maria menganga mendengar ucapan bosnya itu, bagaimana bisa dia berpikir begitu."Cih, sudahlah. Itu tak penting, sekarang
Sudah satu minggu Maria tinggal di rumah Jake, setiap pagi dia selalu berkuliah, dan dilanjut dengan menjadi sekretaris Jake di kantor. Maria mulai terbiasa dengan kegiatannya itu. Dan sudah satu minggu setiap mereka bertemu hanya mengobrol secukupnya saja. Sampai saat ini pun Maria masih acuh kepada Jake, dia lebih diam dari biasanya yang suka membantah.Pagi ini mereka sedang sarapan seperti biasa, Jake sudah sibuk dengan handphonenya dan Maria sibuk memakan roti sarapannya. Setelah selesai Maria hendak berdiri pergi dari ruang makan, tapi tertahan karena omongan Jake."Aku sudah cukup sabar menghadapimu selama ini. Kau kira dengan diamnya aku, kau bisa seenaknya saja?" ucap Jake tanpa mengalihkan pandangannya.Maria kembali duduk, diam lagi tanpa menjawab. Hal itu membuat Jake bertambah kesal."Mulai malam nanti, kau harus siap melayaniku. Aku tidak menerima penolakan," ucap Jake, dia menggebrak meja dan meninggalkan Maria.Maria, meskipun di luar di
Maria sangat cantik malam ini, riasan di wajahnya yang natural membuat Maria yang memang cantik terlihat tambah cantik. Gaun hitam panjang belahan sampai lutut, dengan bagian belakang yang terbuka. Rambutnya digelung ke atas, menampakkan punggung Maria yang begitu putih dan halus.Jake terpana dengan penampilan Maria, dia terdiam beberapa saat tanpa mengalihkan pandangannya dari Maria."Ehem," suara Sisi merusak lamunan Jake."Bagaimana? Cantik kan? Karyaku tak pernah mengecewakan." ucap Sisi.Jake sekali lagi melihat dengan detail, menatap Maria dari atas sampai bawah, bahkan menyuruh Maria untuk berputar. Matanya terhenti ketika melihat punggung Maria yang terekspose itu, dia mengerutkan dahi dan menatap ke arah Sisi."Gerai saja rambutnya, aku tidak ingin wanitaku menjadi tontonan orang lain," ucap Jake bersedekap.Sisi mengerutkan dahinya, apa dia tidak salah dengar? Biasanya Jake yang paling membuat heboh soal wanita. Tapi apa kali ini, Sisi