Setelah kepergian wanita itu Jaccob kembali mengerjakan beberapa dokumen yang harus dilihatnya. Dia terlihat fokus dengan lembaran-lembaran kertas di depannya itu.
Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka dan dia mengira itu adalah staf karyawan, membuatnya menjadi kesal.
"Tidak bisakah kau mengetuk pintu terlebih dulu," ucap Jake tanpa mengalihkan pandangannya.
"Haruskah aku keluar kembali dan izin untuk memasuki ruanganmu," ucap seorang lelaki yang tak kalah tampan dari Jaccob. Tingginya hampir setara dengan Jake, mempunyai dada bidang dan tangan yang terlihat berotot. Rambutnya yang sedikit panjang dikuncir sebagian.
Jake mengalihkan pandangannya ketika mengenali suara ini, dia menatap Sean, salah satu sahabatnya selain Kenzo. Mereka dulu berkuliah di universitas yang sama, mengambil satu jurusan membuat mereka bertiga menjadi dekat dan memutuskan untuk berteman.
Tapi Sean termasuk anak orang kaya. Dia sekarang mengambil alih perusahaan ayahnya dan mengelolanya. Berbeda dengan Kenzo yang kala itu mendapat beasiswa di universitas itu, orang tuanya termasuk tidak berkecukupan. Dan dia memutuskan untuk bekerja dengan Jaccob.
"Ada apa kau kemari?" tanya Jake melihat Sean berjalan ke arah sofa.
"Aku sedang bertemu client di sekitar sini tadi dan memutuskan untuk mampir. Tapi aku tidak melihat Kenzo di depan, di mana dia?" tanyanya yang duduk di sofa langsung menyilangkan kakinya.
"Ada sedikit urusan yang harus dikerjakannya di luar," ucap Jake, dia memilih kembali sibuk dengan kertas di depannya ini daripada harus menghampiri Sean.
"Cih, aku sedang bosan di kantor. Bagaimana jika kita ke bar milikmu saja," ucap Sean, dia kembali duduk tegap dan menatap Jaccob.
"Aku masih sibuk," ucap Jaccob dingin.
"Aku membawa wanita dari luar," ucap Sean yang membuat Jaccob menoleh ke arahnya.
Sudah dia duga, jika berurusan dengan wanita pasti Jaccob bersemangat.
"Tunggulah sebentar lagi, aku akan menyelesaikan ini." ucap Jacoob.
Sean tertawa, dia merebahkan tubuhnya di sofa. Sambil menunggu, dia memainkan handphonenya, mengirim pesan pada Kenzo bahwa dirinya ada di perusahaan Jaccob.
Tak lama handphonenya berbunyi, sebuah pesan dari Kenzo bahwa dia sedang dalam perjalanan.
Berselang setengah jam, Kenzo masuk ke ruangan Jaccob dan langsung bergerak menuju sofa, duduk di sebelah Sean.
"Tak bisakah kau mengetuk pintu terlebih dahulu? Kalian kira ini tempat umum seenaknya saja masuk ruangan orang lain," ucap Jaccob sedikit jengah.
Sean hanya tertawa mendengar ucapan Jaccob. Sedangkan Kenzo hanya meringis, dia sedikit takut jika bosnya itu marah.
Jaccob yang merasa jengkel lalu menutup semua berkas yang ada di depannya ini. Menatap kedua temannya yang duduk di sofa dalam ruangannya. Akhirnya Jaccob berdiri, melepaskan jas yang dia pakai.
"Kerjakan berkas yang ada di meja itu, besok harus segera beres," ucapnya pada Kenzo.
"Baik Bos," ucapnya sambil meringis, karena mendapatkan pekerjaan double.
Kenzo berdiri, dengan segera membersihkan kertas yang sedikit berserakan di meja bosnya itu. Memasukkannya ke dalam tas karena dia akan mengerjakannya di rumah.
"Ayo," ucap Jaccob berjalan duluan yang diikuti Sean dan Kenzo yang membawa tas kerja.
**
"Sudah Ayah katakan untuk pulang lebih awal, jam berapa sekarang. Kau membuat Ayah menunggu, bagaimana jika bos Ayah marah nanti," teriakan keras dari ayahnya menyambut Maria ketika dia masuk ke dalam rumah.
Dia menghela nafas pelan, menatap ke arah ayahnya. "Aku ada urusan sedikit tadi, bukannya Ayah bilang nanti malam. Aku bahkan belum membereskan bajuku," ucap Maria berjalan melewati ayahnya.
"Dasar anak tidak tahu diri, jam 6 kau harus sudah siap," ucap ayahnya lagi.
Maria mengabaikan perkataan ayahnya, dia menuju ke kamarnya dan masuk. Dia merebahkan tubuhnya, rasanya sangat lelah hari ini. Dia juga merasa pusing, jika dia harus tinggal dan mengurusi semua kebutuhan bos ayahnya lalu bagaimana dengan kuliah dan jam kerjanya untuk membayar hutang itu.
Huh, dia menghela nafas kasar. Dia memukul-mukul ranjangnya. Kakinya menendang udara kosong, Maria sangat bingung dengan nasibnya kali ini. Biarlah, mungkin besok dia bisa bilang pada bos ayahnya agar dia bisa bekerja saat malam hari. Maria mengira bahwa ayahnya akan memperkerjakan Maria sebagai pembantu di rumah bos ayahnya itu.
Dia segera bangun, mengambil koper yang berada di atas lemari. Membukanya dan mengisi beberapa baju yang akan dibawa. Dia juga memasukkan beberapa buku yang akan menjadi pelajaran mata kuliahnya seminggu ke depan. Mungkin besok-besok dia bisa mampir lagi ke sini mengambil barangnya yang lain jika dirasa kurang.
Maria melirik ke arah jam, masih ada waktu untuknya. Dia akan mengistirahatkan tubuhnya terlebih dulu.
~
Tepat pukul 6 sore ayahnya menggedor-gedor pintu kamarnya, Maria baru saja selesai berpakaian, dia menggunakan celana jeans ketat berwarna hitam dengan blouse coklat berlengan panjang. Maria bergerak menuju pintu dan membukanya.
"Kenapa belum siap, jam berapa ini?" tanya ayahnya yang melihat Maria belum berdandan.
Sedangkan Maria menatap dirinya sendiri, dia melihat bahwa dirinya sudah siap untuk pergi, tinggal mengambil tasnya saja dan dia siap keluar.
"Pakailah sedikit riasan di wajahmu, agar terlihat lebih segar." ucap Petra.
"Ayah tunggu di bawah," ucapnya lagi berjalan meninggalkan Maria.
Maria mengangkat alisnya heran dengan perkataan ayahnya. Tapi karena tak ingin berdebat Maria menurut, dia hanya memoleskan lipbalm ke bibirnya agar tak terlihat pucat. Dia menggerai rambutnya, wajahnya tanpa memakai bedak pun aslinya sudah terlihat cerah. Jadi Maria mengabaikan itu. Dia mengambil kopernya, memakai sebuah tas slempang kecil berwarna navy lalu bergerak turun menuruni tangga.
Dari atas tangga, Maria melihat ibunya ada di bawah sedang menunggunya. Tangannya saling bertautan seperti orang yang sedang khawatir. Dia memeluk ibunya ketika sampai di lantai bawah,
"Aku akan baik-baik saja Bu, Ibu jaga kesehatan ya. Maria akan sering datang berkunjung jika pekerjaan Maria sedikit longgar." ucap Maria.
"Kau juga, berhati-hatilah. Jangan lupa menelfon Ibu. Ibu menyayangimu," ucap Irina.
Mereka saling berpelukan lagi sebelum ayahnya memanggilnya untuk masuk ke mobil dengan segera. Maria pun meninggalkan ibunya, memasukkan kopernya ke dalam bagasi mobil dan ikut duduk di sebelah ayahnya di bagian depan. Mobil pun segera melaju meninggalkan rumah Maria.
**
Jaccob sedang duduk diapit oleh kedua wanita yang berpakaian sangat seksi. Dia meraba kantong celananya ketika dirasa handphonenya bergetar. Dia segera mengambilnya, melihat layar handphone yang menunjukan panggilan dia pun segera menerimanya.
"Saya sudah mengantarkan hadiah anda di kediaman anda tuan," ucap suara dari seberang.
"Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan segera pulang," ucap Jake tersenyum puas. Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga.
Dia melepaskan pelukan kedua wanita penghibur itu dan berdiri, membuat mereka kecewa. Dia melihat sahabatnya Sean yang sudah terlihat mabuk.
"Kau mau kemana?" tanya Kenzo melihat Jake yang berdiri.
"Aku ada urusan, kau tetaplah disini. Urusi bajingan satu ini," ucap Jake pada Kenzo, dan mengarahkan dagunya ke arah Sean yang sudah mabuk berat di samping wanita penghibur.
"Baiklah," ucap Kenzo.
Jaccob segera pergi dari bar itu. Tak membutuhkan waktu lama dia sudah sampai di rumah. Dia melihat sebuah mobil yang terparkir di depan rumahnya. Dia pun tersenyum dan segera memasuki rumahnya.
"Sudah menunggu lama?" ucapnya berjalan masuk menghampiri kedua tamunya itu di ruang tamu.
Suaranya yang menggema membuat kedua tamunya menoleh ke arahnya.
"Kau....!!! " ucap seorang wanita yang terdengar kaget setelah melihat dirinya.
**
Hai readers, jangan lupa tinggalin review dan ulasan ya, bintang 5'nya juga. Tengkiyuu, author padamu.
Sinokmput
*5 tahun kemudian. "Xavier, jangan berlari nak. Kau bisa terjatuh nanti." Illene berteriak panik melihat cucunya berlari ke sana-sini di taman. Dia sampai kewalahan mengejar Xavier. Maria yang baru saja keluar dari arah dapur itu tersenyum. Dia meletakkan nampan berisi teh hangat dan beberapa cemilan di meja. "Sudahlah Bu, nanti juga dia berhenti sendiri. Tak udah dikejar atau Ibu yang akan kelelahan nanti." ucap Maria. Illene menghela nafas lalu duduk menyusul Maria. Wanita yang rambutnya sudah beruban itu tampak ngos-ngosan. Dia mencoba menarik nafas perlahan lalu mengambil secangkir teh hangat dan meminumnya. Dia menyesapnya sebentar sebelum menatap ke arah Maria. "Ya, kau benar Maria. Astaga, dia sangat aktif sekali." keluhnya. Maria hanya terkekeh, dia melirik ke arah anak lelakinya yang sekarang berumur 4 tahun. Dia lalu mengusap perutnya, kali ini Maria hamil lagi dan usia kandungannya sudah menginjak 7 bulan
Kandungan Maria sudah memasuki minggu ke-35, artinya tinggal menghitung hari Maria akan melahirkan. Hari ini Jake memutuskan untuk libur dan menemani Maria untuk mendekorasi kamar calon anak mereka. Karena sampai saat ini mereka belum tahu jenis kelamin anak mereka, jadi mereka mengisi kamar itu dengan warna netral.Kamar yang dulu dipakai oleh Maria sekarang menjadi kamar calon anak mereka. Jaccob memutuskan merenovasi untuk memberikan pintu penghubung ke kamarnya."Kau tak boleh kelelahan Mary, biarkan aku saja yang membersihkan kamar ini. Kau duduk saja dan lihatlah!" perintah Jaccob.Tapi ucapan itu tak dihiraukan Maria. Dia bahkan dengan senang hati merapikan satu-persatu baju kecil yang terlihat lucu baginya. Dia memisahkan di antara perlengkapan lainnya."Benar yang dikatakan Jaccob, Maria, lebih baik kau istirahat saja," ucap Illene yang ada di sana membantu mereka."Kalian tak bisa melarangku. Aku juga ingin menyiapkan keperluan anakku," u
"Kau terlihat sangat cantik Sera," ucap Maria yang baru saja masuk ke dalam kamar hotel.Sera yang mendengar itu langsung menoleh, menatap Maria yang juga sangat cantik dengan perutnya yang sudah membesar. Wanita itu bahkan berjalan tertatih sambil memegangi perutnya."Maria," seru Sera dengan senang. "Kau sendirian?" tanya Sera."Tidak, Jaccob ada di sini, tapi dia pergi untuk melihat Lucas." Maria mendekat ke arah Sera, menyerahkan sebuket bunga mawar putih kepada Sera. "Khusus permintaan ibu," ucapnya sambil tersenyum.Sera menerimanya, dia meletakkan bunga itu di meja. Dia tidak bisa banyak bergerak sekarang karena Sisi masih merias wajahnya.Hari ini adalah hari pernikahan Sera dan Lucas. Sudah sejak setengah tahun lalu hubungan mereka dengan Maria dan Jaccob membaik. Sera bahkan sering menginap di rumah Jaccob untuk menemani ibu hamil yang banyak maunya itu."Bagaimana, apa semua sudah siap?" Illene
Lagi-lagi rumah sakit dibuat kalang kabut ketika mendengar pemilik rumah sakit, Jaccob akan datang ke sini. Para senior dan junior dokter terlihat gugup menanti orang yang diisukan dengan sikap yang kejam itu. Mereka bahkan sudah menunggu di depan pintu masuk rumah sakit tersebut.Mobil yang ditumpangi Jake berhenti, Aciel segera membuka pintu untuk Jake dan Maria. Jake masuk ke dalam sambil menggandeng tangan Maria."Apa kabar Maria?" sapa dokter Nathan yang mendekat ke arah mereka."Aku baik Paman," balas Maria dengan senyuman."Kenapa semua orang ada di sini?" tanya Jaccob heran melihat semua orang menyambutnya.Kening dokter Nathan mengerut, dia menatap Jaccob dengan heran. "Bukannya kau datang untuk memeriksa kepentingan rumah sakit?" tanyanya."Aciel," panggil Jaccob sambil menoleh ke belakang. Sedangkan Aciel hanya meringis sambil menggaruk tengkuknya."Aku lupa tak memberitahu dokter Nathan."Jake menghela nafas kasar,
"Kenapa kau membawa wanita ini ke sini?" tanya Jake menatap tajam Lucas."Jake," lirih Illene, mencoba melerai tak ingin ada pertengkaran."Kau tak tahu Bu, mereka yang menyebabkan Maria kehilangan bayinya dulu," ucap Jake masih dengan nada yang dingin."Semua sudah berlalu Jake, bahkan kau pun sudah membalasnya pada Sera," jawab Lucas dengan tenang."Ya, tapi aku belum membunuhmu!" sengit Jake."Jake, Lucas, kemarilah!" perintah Illene dengan nada tegas.Mereka mendekat, duduk saling berhadapan. Jake masih menatap Lucas dengan tajam, sedangkan Lucas tak menhiraukannya, dia bersikap dengan tenang. Karena memang, dia ke sini hanya ingin perdamaian, tak ingin permusuhan mereka terus berlanjut. Lucas ingin memperbaiki semuanya."Kalian adalah anak-anak Ibu. Jika kalian terus bertengkar seperti itu, Ibu akan merasa sedih." Rikard sudah berdiri di belakang Illene, dia mengusap pundak Illene lembut ketika wanita itu mulai menangis.
Maria terbangun karena aroma dari masakan yang tercium di hidungnya. Dia membuka matanya perlahan, menoleh ke sampingnya tapi tak menemukan keberadaan suaminya.Akhirnya Maria bangun, dia menutupi tubuh polosnya masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan dirinya. Dia menikmati guyuran air shower yang membuat tubuhnya menjadi segar. Setelah selesai dia segera keluar.Maria memeriksa koper yang masih ada di sebelah sofa. Karena kegiatan semalam, dia sampai lupa belum membereskan barang-barang yang dibawanya.Maria mengeluarkan satu-persatu baju yang ada di sana. Tapi dia menyerngit heran, semua bajunya hanyalah sebuah gaun tipis, baju tanktop, celana pendek dan....lingerie. Apa-apaan ini? Siapa yang menyiapkan baju-baju laknat seperti ini?Maria mendesah, dia segera memakai salah satu gaun yang ada di sana. Ini terlalu pendek, pikir Maria ketika melihat tampilannya di cermin. Tapi dia mengabaikannya dan segera keluar dalam keadaan rambut setengah basah.