Tiga tahun berlalu semenjak kepulanganku ke Kanada, begitu terasa cepat. Tidak banyak yang berubah dariku, kecuali hanya bertambah tua.
Aku masihlah Daniel Christiadjie yang dulu, seorang pria yang begitu mencintai Kinara Ayudya Maheswara, wanita yang bahkan hingga detik ini masih merajai hatiku.Yah, aku masih saja mencintainya meskipun wanita itu telah menggoreskan luka.Ah, aku jadi kembali mengingatnya.Bagaimanakah kabarnya?Seperti apakah wajahnya sekarang?Jujur saja aku rindu.Kuharap ia berbahagia, meskipun tanpa diriku.Aku tersenyum tipis, lalu kembali melajukan mobilku perlahan, menembus jalan lengang di hadapan.Ya, aku kembali berada di Indonesia sekarang. Nenek yang begitu kusayangi telah berpulang ke Rumah Bapa di Surga, dan aku sebagai cucunya ingin sekali memberikan penghormatan sekaligus salam terakhir untuknya.Pandangan mataku menelusuri kanan-kiri trotoar. Entah kenapa tiba-tiba saja secara otomatis ingatanku melayang pada beberapa tahun silam. Tepat pada setiap kenanganku bersama Nara—begitulah aku memanggilnya.Dahulu, aku dan dirinya sering kali melangkah bersama di sana. Saling bergandeng tangan mesra menyusuri jalan paving yang berpayung dedaunan rimbun pohon di sekitarnya. Sesekali berbagi pandangan dengan penuh rasa cinta.Ah, aku semakin rindu saja.Berada jauh dari sosok itu nyatanya tak mampu sedikit pun menghapus bayangan dirinya. Ia ... masih saja bermain-main dalam pikiranku, menghantui di setiap langkahku, bahkan selalu hadir dalam mimpi indahku; tak terkecuali mimpi basah, aku tak menampik hal itu.Meskipun banyak gadis yang kutemui selama di Kanada, nyatanya tak sekali pun dapat membuat hatiku bergetar seperti saat bersama Nara.Berkali-kali aku mencoba menjalin sebuah ikatan cinta bersama wanita, berkali-kali pula hanya rasa hampa yang kuterima. Entahlah, hatiku serasa mati saat membersamai perempuan lain selain dirinya.Aku selalu mencoba move on darinya. Namun, selalu saja gagal di tengah jalan. Aku selalu mencoba membuka hatiku untuk perempuan lain. Namun, hanya rasa kekecewaan yang mampu kutorehkan pada hati mereka; aku sering kali kelepasan memanggil mereka 'Nara' dan tentu saja berakhir dengan perpisahan.Yah, aku memang secinta itu padamu, Nara. Aku begitu menggilaimu.Lantas, bagaimana denganmu?Ah, kau pasti sudah kembali berumah tangga sekarang, dan melupakanku begitu saja.Nyatanya aku tak ada artinya bagimu, kau membatalkan pernikahan kita segampang itu.Aku tersenyum miris saat pemikiran tadi melintas begitu saja dalam pikiranku.Aku menggulirkan pandanganku ke depan. Sedikit terkesiap kala bangunan megah yang masih terlihat jauh tertangkap indera penglihatanku.Bukankah itu mansion Maheswara?Dan benar. Aku baru mengingat jika jalan yang kulalui memang searah jalan menuju tempat tinggal Nara. Tiba-tiba jantungku berdebar kencang.Bolehkah aku berharap dapat melihat sosoknya?Yah, meskipun hanya dari kejauhan pun tak masalah bagiku. Setidaknya hal itu akan mengurangi rasa rinduku yang begitu menyiksa kalbu.Aku melajukan mobilku lebih pelan dari sebelumnya, mematri setiap kenangan yang berada di sekitarnya.Ingatan-ingatan tentang dirinya kembali menyeruak dalam angan. Dulu, aku pernah memasuki bangunan besar itu untuk meminta dirinya; melamarnya.Secara spontan aku tersenyum ketika mengingat segalanya. Mengingat wajah ayunya, mengingat binar di matanya ketika Ayah Abiyasa menerima lamaranku waktu itu, mengingat pelukan hangatnya ketika ia merasa senang, serta ... manis bibirnya yang sering kali kukecup mesra.Kembali kugulirkan pandanganku pada pintu besar nun jauh di sana, berada cukup jauh dari pagar besi yang menjulang tinggi.Ah, ada seseorang yang baru saja keluar dari dalam rumah besar itu, dan aku sangat berharap jika orang itu adalah Nara.Namun, di detik berikutnya aku diam tak bergerak. Seakan ada seseorang yang sengaja memaku kedua kakiku di tempat, pun mobilku berhenti melaju seketika. Kedua mataku terbelalak.Di sana ... di dalam pekarangan rumah Maheswara ... aku melihat seorang anak lelaki balita. Di belakang tubuh kecilnya terdapat seorang wanita paruh baya dengan seragam baby sitter berwarna biru tua. Namun, bukan itu yang menjadi fokus utamaku.Aku menatap sosok itu begitu lama, nyaris tak percaya, seiring detakan jantungku yang bergema menyiksa.Anak lelaki itu memiliki warna rambut serupa kelopak bunga matahari; pirang. Anak lelaki kecil itu... begitu mirip denganku!Tentu hal tersebut membuat rasa hangat mengalir menyelimuti dadaku.Apakah ia ... putraku?Tapi, bagaimana bisa?Setahuku, pria dengan ras kaukasoid yang berhubungan dekat dengan Nara hanyalah aku.Tanpa pikir panjang atau pun berniat buang waktu, aku segera membuka cepat pintu mobil di samping tubuhku.Dengan naluriku, aku melangkah cepat, bahkan berlari menuju pintu gerbang yang tertutup rapat.Aku akan menemuinya.Ya, aku yakin di hatinya masih tetap sama, bahkan kami telah memiliki seorang putra."Nara, aku pulang."Akan kuambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku, sekarang.***Tbc...MENTARI hampir terbenam di ufuk barat senja kala langkah kaki pelan itu memasuki kediamannya. Satu lagi hari yang melelahkan telah terlewati, namun senyuman indah itu masih mampu terpatri. Wajah jelita itu terlihat penat, tetapi tiada sekali pun pernah sebuah keluhan meluncur dari bibir tipisnya yang sewarna cherry.Ya, dia adalah seorang single mommy. Ia haruslah menjadi wanita yang kuat dan setegar karang dalam menjalani kehidupan, sebab ia tak memiliki seseorang untuk bersandar; ia seorang janda. Lagi pula ada seorang lelaki kecil yang bergantung hidup padanya; putra semata wayangnya.Menjadi seorang single parent sebenarnya tidaklah mudah, ada kalanya ia pun pernah berada dalam titik terendah dalam hidupnya. Tetapi, semua ini memang sudah menjadi keputusannya, pilihan dalam hidup yang ia ambil. Ia harus giat bekerja demi menghidupi putra kecilnya. Yah, meskipun sebenarnya ia tidak pernah kekurangan dari segi materi; ayahnya, Abiyasa Maheswara adalah pemilik perusahaan besar nan bo
Lantunan lagu-lagu rohani masihlah terdengar merdu dari lantai bawah rumah mendiang Elizabeth, nenek Daniel. Suasana masihlah terasa ramai. Para kerabat, teman serta orang-orang terdekat mendiang nenek berambut pirang itu silih berganti datang untuk memberikan ucapan duka cita, tentu sekaligus memberikan salam terakhir mereka.Berbeda dengan para anggota keluarga lain yang berbaur di bawah sana, Daniel justru memisahkan diri di lantai dua. Pria dengan surai pirang dan bermata biru itu terlihat duduk seorang diri di sofa ruang keluarga sembari menenggak minuman beralkohol langsung dari mulut botolnya, sedangkan di hadapannya tergeletak beberapa botol minuman tersebut di atas meja.Wajah tampan itu terlihat frustrasi. Entahlah, setelah pertemuannya tadi siang dengan seorang anak lelaki yang bagaikan coppy-an dirinya, ia seakan kembali terhisap ke dalam masa lalunya bersama Kinara, tentu bersama kenangan yang begitu menyesakkan dada.Ya, ia akui memang rasa cinta untuk wanita itu masihla
Alat transportasi beroda empat yang ia kemudikan melaju pelan ke arah pintu gerbang. Ia lantas melengkungkan sebuah senyuman kala kedua netra indah miliknya bertemu pandang dengan sang satpam penjaga rumahnya—yang membungkuk hormat padanya sebelum akhirnya menggeser gerbang besi nan besar, memberikan akses jalan untuk mobil majikannya. Ya, wanita berambut panjang yang kini dikuncir kuda itu akan berangkat bekerja, tentu ke Butik miliknya.Namun, senyuman yang tersungging dengan begitu manisnya di bibir Kinara tiba-tiba musnah kala atensinya menangkap sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan pintu gerbang, seakan sang pengendara yang terlihat duduk di atas kap mobil itu memang sengaja menghalangi jalan wanita itu.Mata indah itu menyipit tajam memperhatikan sesosok pria berambut pirang yang duduk membelakanginya. Entah kenapa postur tubuh pria berkemeja hitam itu terasa tak asing baginya. Dan ... jantungnya berdegup kencang secara tiba-tiba seiring angannya menerka-nerka.'Jangan-jan
Kinara masih membatu mendengar ucapan Daniel. Ia tak menyangka bahwa pria itu benar-benar berhasil melihat, bahkan sempat berinteraksi dengan putra mereka yang sengaja ia sembunyikan kehadirannya di dunia.'Jadi, benar Dan yang menemui Axel kemarin,' batinnya."Bukan." Berbanding lurus dengan kenyataan, Kinara justru menyangkal. Ia kemudian membuang muka pada sisi jendela.Daniel menaikkan salah satu sudut bibirnya ketika mendengarnya. "Jangan berbohong. Rambut pirang dan mata birunya tak bisa menipuku, Nara."Kinara hanya mampu menutup erat kedua netranya. Sekuat apa pun ia mencoba menyangkal rasanya percuma saja, memang fisik Axel begitu mirip dengan ayah biologisnya."Kenapa kau tidak memberitahuku?""Untuk apa?" Kinara bergumam lirih."Kau masih bertanya?!" pria itu menoleh dengan tatapan tak percaya. "Dia putraku, tentu aku berhak atas dirinya, dan juga kau.""Kau bukan suamiku."Daniel kembali tersenyum miring, lantas kembali fokus mengemudi. "Kau sendiri yang menolak untuk kun
Kepala berambut pirang itu menunduk, seakan begitu terasa berat untuk sekedar terangkat. Jari-jemari kedua tangannya meremas kuat rambutnya, mencoba mengenyahkan suara wanita yang selalu saja menggema di kepala. Menggores kembali hatinya, pula membuatnya nyaris gila seharian ini.'Kau ... terlalu baik untukku, Dan.'Netra biru itu memejam erat ketika suara lembut yang sukses membuat hatinya tercabik kembali terasa berdesing di telinga, berpadu menjadi satu dengan suara musik yang mengentak di sekitarnya, membuat kepalanya semakin pening saja. Kedua tangan besar itu meraih botol whiskey bermerk Jack Daniel's di atas meja. Meminum langsung dari mulut botolnya, bahkan hingga hampir tandas. Ketika cairan dengan rasa manis bercampur pahit itu mengaliri tenggorokan, perlahan salah satu sudut bibir merah kecoklatan itu terangkat; tersenyum miring.'Baiklah, aku akan menjadi pria jahat, sesuai permintaanmu. Kuharap kau tak menyesal.'Tak berselang lama, Daniel tertawa dalam hati, menertawai
Kendra menghela napas panjang. Sungguh, melihat wajah sang sahabat yang kian muram membuat ia tak tega. Setelah tiga tahun tak saling jumpa, ia justru kembali menemui Daniel dengan keadaan yang ... ah, bahkan ia sukar untuk mendeskripsikannya. Ia tentu tahu segala yang terjadi antara pria di depannya ini dengan wanita bernama Kinara. Saking besarnya rasa cinta Daniel pada wanita itu, hingga membuat pria yang berasal dari keluarga Christiadjie itu menjadi bodoh. Kendra tak habis pikir, Daniel sudah dikhianati dan disakiti sekejam itu, namun pria itu masih saja mengharapkan wanita seperti itu?!Yah, meskipun Daniel tak berkata bahwa dirinya masih berharap untuk kembali bersama Kinara, tetapi raut wajahnya seakan menjelaskan segala yang tak terucap."Kau lihat di bawah sana, wanita bukan hanya Kinara saja di dunia ini." Kendra menunjuk kumpulan kaum hawa berbaju kurang bahan di lantai dansa, membuat Daniel turut memandang ke arah yang sama. "Sebaiknya kita bersenang-senang untuk menyamb
Sorotan cahaya lampu berbagai warna, pula suara bising di sekitar yang memekakkan telinga justru menambah rasa pening di kepala. Daniel mengembuskan napas lelah. Niatannya ke tempat hiburan malam adalah menghilangkan gundah, tetapi yang ia dapati justru kehampaan. Ia kembali menenggak whiskey di hadapan, berusaha mendapatkan sensasi yang ditimbulkan. Namun kenyataannya, tubuhnya masih saja mampu menoleransi alkohol yang ia konsumsi; ia tidak mudah mabuk, seberapa banyak pun cairan itu mengalir di dalam darahnya. Desahan frustrasi lolos dari celah bibirnya yang merah kecokelatan. Ia kini sendiran. Kendra, seseorang yang mengajaknya bertemu justru melarikan diri entah ke mana, dan Daniel tiada peduli. Ia menyentuhkan ujung jari telunjuk pada mulut botol dengan gerakan memutar, ia benar-benar bosan. Hingga beberapa menit kemudian suara lembut dari kaum hawa terdengar berbisik di telinganya secara tiba-tiba, membuat kepala pirang itu mau tak mau menoleh pada asal suara. Dan sesosok wani
"Akh!" pekikan keras terlepas dengan refleks dari celah bibir merah menyala si wanita saat tamparan Kinara telah mendarat di salah satu sisi wajahnya. Tangannya memegangi bekas memerah yang terasa berdenyut pada pipi, tentu dengan spontan menatap wajah pelaku penamparan. Ia lantas mengerutkan kening dalam, pasalnya ia sedikit pun tak mengenalinya. Terkejut? Tentu saja. Hell, ia tak mengerti salahnya di mana sehingga mendapatkan serangan tiba-tiba. Namun, ia tetap tak bisa marah. Jika tebakannya benar, pastilah wanita cantik dengan wajah memerah di depannya ini ada hubungan dengan si pria berdarah asing yang saat ini menjadi pelanggannya."Nara?!" Daniel berucap seakan tak percaya; ia pun sama terkejutnya dengan wanita yang bersamanya. Sungguh, ia tak menyangka akan bertemu dengan sang mantan kekasih di tempat seperti ini. Dan lagi ... kenapa wanita itu menampar Karin?"Jalang sialan!" Kinara mengumpat keras. Ia terlihat tengah mengatur napasnya yang memburu, dadanya naik-turun menahan