Share

You're MINE
You're MINE
Penulis: Riri riyanti

intro

Tiga tahun berlalu semenjak kepulanganku ke Kanada, begitu terasa cepat. Tidak banyak yang berubah dariku, kecuali hanya bertambah tua.

Aku masihlah Daniel Christiadjie yang dulu, seorang pria yang begitu mencintai Kinara Ayudya Maheswara, wanita yang bahkan hingga detik ini masih merajai hatiku.

Yah, aku masih saja mencintainya meskipun wanita itu telah menggoreskan luka.

Ah, aku jadi kembali mengingatnya.

Bagaimanakah kabarnya?

Seperti apakah wajahnya sekarang?

Jujur saja aku rindu.

Kuharap ia berbahagia, meskipun tanpa diriku.

Aku tersenyum tipis, lalu kembali melajukan mobilku perlahan, menembus jalan lengang di hadapan.

Ya, aku kembali berada di Indonesia sekarang. Nenek yang begitu kusayangi telah berpulang ke Rumah Bapa di Surga, dan aku sebagai cucunya ingin sekali memberikan penghormatan sekaligus salam terakhir untuknya.

Pandangan mataku menelusuri kanan-kiri trotoar. Entah kenapa tiba-tiba saja secara otomatis ingatanku melayang pada beberapa tahun silam. Tepat pada setiap kenanganku bersama Nara—begitulah aku memanggilnya.

Dahulu, aku dan dirinya sering kali melangkah bersama di sana. Saling bergandeng tangan mesra menyusuri jalan paving yang berpayung dedaunan rimbun pohon di sekitarnya. Sesekali berbagi pandangan dengan penuh rasa cinta.

Ah, aku semakin rindu saja.

Berada jauh dari sosok itu nyatanya tak mampu sedikit pun menghapus bayangan dirinya. Ia ... masih saja bermain-main dalam pikiranku, menghantui di setiap langkahku, bahkan selalu hadir dalam mimpi indahku; tak terkecuali mimpi basah, aku tak menampik hal itu.

Meskipun banyak gadis yang kutemui selama di Kanada, nyatanya tak sekali pun dapat membuat hatiku bergetar seperti saat bersama Nara.

Berkali-kali aku mencoba menjalin sebuah ikatan cinta bersama wanita, berkali-kali pula hanya rasa hampa yang kuterima. Entahlah, hatiku serasa mati saat membersamai perempuan lain selain dirinya.

Aku selalu mencoba move on darinya. Namun, selalu saja gagal di tengah jalan. Aku selalu mencoba membuka hatiku untuk perempuan lain. Namun, hanya rasa kekecewaan yang mampu kutorehkan pada hati mereka; aku sering kali kelepasan memanggil mereka 'Nara' dan tentu saja berakhir dengan perpisahan.

Yah, aku memang secinta itu padamu, Nara. Aku begitu menggilaimu.

Lantas, bagaimana denganmu?

Ah, kau pasti sudah kembali berumah tangga sekarang, dan melupakanku begitu saja.

Nyatanya aku tak ada artinya bagimu, kau membatalkan pernikahan kita segampang itu.

Aku tersenyum miris saat pemikiran tadi melintas begitu saja dalam pikiranku.

Aku menggulirkan pandanganku ke depan. Sedikit terkesiap kala bangunan megah yang masih terlihat jauh tertangkap indera penglihatanku.

Bukankah itu mansion Maheswara?

Dan benar. Aku baru mengingat jika jalan yang kulalui memang searah jalan menuju tempat tinggal Nara. Tiba-tiba jantungku berdebar kencang.

Bolehkah aku berharap dapat melihat sosoknya?

Yah, meskipun hanya dari kejauhan pun tak masalah bagiku. Setidaknya hal itu akan mengurangi rasa rinduku yang begitu menyiksa kalbu.

Aku melajukan mobilku lebih pelan dari sebelumnya, mematri setiap kenangan yang berada di sekitarnya.

Ingatan-ingatan tentang dirinya kembali menyeruak dalam angan. Dulu, aku pernah memasuki bangunan besar itu untuk meminta dirinya; melamarnya.

Secara spontan aku tersenyum ketika mengingat segalanya. Mengingat wajah ayunya, mengingat binar di matanya ketika Ayah Abiyasa menerima lamaranku waktu itu, mengingat pelukan hangatnya ketika ia merasa senang, serta ... manis bibirnya yang sering kali kukecup mesra.

Kembali kugulirkan pandanganku pada pintu besar nun jauh di sana, berada cukup jauh dari pagar besi yang menjulang tinggi.

Ah, ada seseorang yang baru saja keluar dari dalam rumah besar itu, dan aku sangat berharap jika orang itu adalah Nara.

Namun, di detik berikutnya aku diam tak bergerak. Seakan ada seseorang yang sengaja memaku kedua kakiku di tempat, pun mobilku berhenti melaju seketika. Kedua mataku terbelalak.

Di sana ... di dalam pekarangan rumah Maheswara ... aku melihat seorang anak lelaki balita. Di belakang tubuh kecilnya terdapat seorang wanita paruh baya dengan seragam baby sitter berwarna biru tua. Namun, bukan itu yang menjadi fokus utamaku.

Aku menatap sosok itu begitu lama, nyaris tak percaya, seiring detakan jantungku yang bergema menyiksa.

Anak lelaki itu memiliki warna rambut serupa kelopak bunga matahari; pirang. Anak lelaki kecil itu... begitu mirip denganku!

Tentu hal tersebut membuat rasa hangat mengalir menyelimuti dadaku.

Apakah ia ... putraku?

Tapi, bagaimana bisa?

Setahuku, pria dengan ras kaukasoid yang berhubungan dekat dengan Nara hanyalah aku.

Tanpa pikir panjang atau pun berniat buang waktu, aku segera membuka cepat pintu mobil di samping tubuhku.

Dengan naluriku, aku melangkah cepat, bahkan berlari menuju pintu gerbang yang tertutup rapat.

Aku akan menemuinya.

Ya, aku yakin di hatinya masih tetap sama, bahkan kami telah memiliki seorang putra.

"Nara, aku pulang."

Akan kuambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku, sekarang.

***

Tbc...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status