Share

Chapter 12 - Kehadiran Bohay

TV LED 32 inch menyala, menampilkan film kartun Malaysia dengan tokoh utama kembar yang tak berambut. Volume suaranya dibiarkan meninggi. 

Manusia berbobot kurang lebih 100 kg enggan mengecilkan suaranya, saking asiknya ia sesekali tertawa meski mulutnya tersumpal tahu bulat yang kata penjualnya digoreng dadakan. 

Seperti tidak bertulang, Rico malas bergeser sedikitpun dari tempatnya, masih bersender di penyangga sofa berwarna kuning. Mumpung di rumah sendiri, karena anggota keluarganya tengah sibuk melakukan aktivitas masing-masing, jadi ia bebas untuk saat ini, tidak ada yang merecoki ataupun mengomeli. 

Merasa haus, tangan Rico menyusuri meja yang sangat berantakan dengan berbagai sampah plastik snack hingga berceceran di atas lantai. Entah mengapa kepalanya juga merasa malas hanya sekedar menoleh untuk melihat di mana gelas minum itu terletak. 

Setelah mendapatkan apa yang dicari, Rico langsung meneguk air tersebut hingga tandas tak tersisa. Sebenarnya, perut buncit miliknya sudah penuh, namun si Bohay ini masih saja belum merasa puas. 

Padahal makanan yang sudah ia habiskan hampir setengah troli, tanpa berbagi.  Tapi kerakusannya masih saja meronta ingin dimanjakan. 

Rico bersendawa nyaring. Sialnya, kini ia merasakan kantuk yang berbisik lembut di telinga, hingga membuat matanya sulit terbuka. Bisa saja ia tidur, jika tidak memikirkan kelas siang nanti. Meski cenderung pemalas, untuk pendidikan Rico tidak bisa bermain-main. 

Berbeda dengan sahabat tercintanya, Bara lebih suka meremehkan kuliahnya, tidak menggubris ceramah Bella di pagi hari saat membangunkannya tidur. 

Berbicara tentang Bara, si Bohay ini jadi ingat kemana perginya manusia manja satu itu? Dua hari tanpa kabar, bolos kuliah, Rico ke rumahnya tapi selalu terkunci. Cukup membuat dirinya yang perhatian khawatir. 

Masa iya baru pindah, sudah pindah lagi. Mustahil mereka meninggalkan rumah wasiat almarhum kakek Bara. 

Kantuk tidak bisa ditahan lagi, Rico mulai menutup matanya hampir rapat. Namun, dering ponsel mengagetkannya membuat ia sedikit terjingkat dan kehilangan rasa kantuk. 

"Anjir ngagetin!" umpatnya pada si penelepon.

Penuh kekesalan Rico meraihnya, dan dengan cepat menggeser panel hijau tanpa melihat siapa pemilik nama yang menelpon. 

"Yang punyanya lagi ke luar angkasa. Bye!" Setelah berkata konyol demikian Rico memutuskan sambungan sepihak. 

Tapi, beberapa detik setelah Rico meletakkan kembali ponselnya dan ingin melanjutkan tidur, ponsel tersebut kembali berdering. 

"Ampun Ya Allah ...," desisnya dan tangan kembali meraih ponsel untuk memaki si penelepon. 

"Mau apa, sih?!" tanya Rico jengkel. 

"Mama gue pergi arisan, nih," jawab seseorang di sebrang sana melalui nada berbisiknya, terdengar sedikit gusar. 

Tunggu, Rico membenahi duduknya menjadi tegap. Dahinya menaut, ia mengenali suara ini. 

"Bar Bar?" Rico seakan tak percaya yang menelpon adalah sahabat yang sempat dipikirnya sudah hilang dari muka bumi. Baru saja beberapa detik lalu ia terbayang, Bara kini sudah menelponnya, seperti pepatah pucuk dicinta ulam pun tiba. 

"Ck, jangan sok lupa, gue manusia yang tak terlupakan." ucap lelaki dari sebrang sana masih memiliki kepercayaan diri tingkat dewa. Menjengkelkan. "Mama gue arisan." Lelaki itu mengulang kalimat pembukanya. 

"Lo kemana aja, Kuntet?" Rico mengabaikan kalimat tersebut. 

"Di rumah aja."

"Mata lo! Gue ke rumah lo tapi pintunya dikunci."

"Gue ada di rumah, tapi Mama gue arisan."

"Apa hubungannya, Ganteng?!" Rico kesal, kenapa selalu bawa-bawa mamanya? 

"Lo ke rumah gue sini."

"Ngapain?!"

"Mama gue arisan."

Astagfirullahalazim! 

"Terus apa hubungannya, Nyon?!" tanya Rico gemas. 

Jika sedang berada di dekatnya, sudah pasti Rico akan kembali memiting kepala Bara seperti tiga hari yang lalu, atau ia bisa bereksperimen dengan gaya lain dalam merundung sahabatnya itu? Hum, patut Rico coba. 

"Gue mau ngasih tau sesuatu. Penting. Maksudnya, mumpung nggak ada Mama gue."

Dari nada suaranya Bara terdengar serius, berbeda dari sebelumnya. Jika ada hal penting kenapa tidak langsung tho the point? Kenapa harus mengulangi kalimat mengenai mamanya yang arisan?

Cih! Anak mami! 

Rico menimang sejenak, haruskah ia bolos untuk hari ini? sepertinya Bara benar-benar butuh bantuan.

"Oke, deh. Gue otw," putus Rico memilih bolos, setelah terdiam untuk mengambil pilihan yang tepat. 

Baiklah, tidak apa bolos sekali. Membantu sahabat dalam masalah bukankah perbuatan terpuji? Oke, alasan yang cukup mulia! 

***

Bunga mawar hitam yang tidak pernah layu, masih tetap segar meski setetes air sudah tidak pernah menyentuhnya lagi, ia seakan memiliki keabadian di setiap strukturnya. 

Kini, bunga itu terlepas dari genggaman sang pemilik, berbaring tenang di dalam kotak kaca yang terkunci, beralaskan kain putih, dan terletak tepat di atas nakas samping ranjang. 

Pemiliknya rela melepaskan, dengan syarat bunga terkutuk itu harus ditempatkan di tempat yang aman dan dekat dari jangkauan netranya. 

Pagi ini, kamar yang sekarang resmi menjadi milik Bara, tampak terang dengan sinar sang surya. Riuh juga terdengar di dalam sana menyingkirkan kesunyian yang dahulu menetap. 

Ada tiga manusia berbeda bentuk tubuh berbincang asik dengan topik yang sangat menarik. Mereka kompak duduk di atas permadani cokelat bermotif kotak putih. 

Sudah dari dua jam yang lalu Bara menjelaskan dengan sangat terperinci yakin tidak ada yang terlewatkan sedikitpun, mengenai Rose yang menjadi alasannya tidak ada kabar dua hari berturut-turut. 

Percayalah! Saat menggunakan waktu tersebut, Bara amat frustasi. Apalagi saat disuguhkan pemandangan Rose yang bercengkrama dengan paman tikus, gadis itu sudah gila menurutnya! Beruntungnya dua hari itu juga mamanya sedang banyak kegiatan di luar rumah, jadi Bara tidak perlu bersusah payah menyembunyikan Rose dari sang mama, dan tidak perlu repot mencari alasan mengenainya dirinya yang tidak pergi ke kampus. 

Bisa saja ia pergi ke kampus, jika tidak memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi. Bagaimana jika Bella tiba-tiba pulang dan mengetahui bahwa ia tengah menyembunyikan seorang gadis asing? Atau, bagaimana jika Rose berbuat sesuatu di luar nalar seperti tempo hari. 

Beribu asumsi yang pernah terlintas di otak Bara bisa saja terjadi, sebab di dunia ini sering kali tidak menutup kemungkinan. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status