Share

Chapter 9 - Pangeran Penakut & Gadis Pemilik Sihir

Anehnya gadis itu tidak tampak di mana-mana, Bara terus mengabsen setiap sudut kamarnya, tapi tetap saja tidak terlihat sosoknya.

Ah, benar ia harus berjalan lagi. Terpaksa Bara kembali memijakkan kakinya dan berjalan mendekati ranjang, barulah sosok yang dicarinya terlihat. Rupanya sosok itu tengah berjongkok di sebrang ranjang.

Samar-samar Bara mendengar gumaman gadis aneh itu yang ucapannya tidak jelas. Tepaksa lagi Bara mendekatinya, kembali berjalan lagi untuk melihat apa yang tengah Rose lakukan.

"Kasihan sekali kau Paman Tikus, aku turut berduka cita untuk itu," gumam Rose yang baru terdengar jelas saat Bara hampir sampai di dekatnya.

Ternyata gadis ajaib itu tengah berinteraksi, sayangnya Bara tidak tahu dia berinteraksi dengan siapa. Karena rasa ingin tahu yang membuncah, perlahan Bara mengintip melihat sosok apa yang tengah diajaknya berinteraksi.

"Rose?" 

Kini Bara harus membulatkan matanya jauh lebih lebar. Ia merasa sangat terkejut sekaligus merinding. Lihat gadis polos itu! Mengapa harus berjongkok bersama seekor tikus? Lebih parahnya berbicara tanpa rasa takut dan jijik.

"Aaaaaaaa!"

Tanpa diduga Bara langsung melompat ke atas kasur, melupakan jempolnya yang masih sakit. Rasa takutnya terhadap seekor tikus sepertinya jauh lebih besar dibandingkan rasa sakitnya.

"Pangeran?" Rose berdiri dari posisi berjongkoknya, menatap bingung pada Bara yang kini tengah mengibas-ngibasakan tangan agar tikus di atas lantai itu enyah dari penglihatannya.

Anehnya, bukan bergegas pergi setelah melihat seorang lelaki berteriak lantas mengusirnya, tikus itu justru tetap berdiri di tempatnya ikut menatap bingung pada Bara sebagaimana Rose.

Kedua makhluk berbeda jenis itu tanpa sadar berekspresi sama, layaknya dua bocah yang butuh penjelasan atas sesuatu yang tidak dimengerti.

"Usir tikus itu, Rose!" perintah Bara tiba-tiba, dengan nafas naik turun dan sesekali menelan sulit salivanya.

Rose menggeleng. "Tidak mau, Pangeran. Dia adalah Paman Tikus, teman baruku." Ia berucap riang di ujung kalimatnya, seraya tersenyum begitu manis di saat yang tidak tepat.

"Apa?! Paman Tikus?"

Rose mengangguk polos.

"Teman baru?!"

Dan mengangguk lagi, tanpa mengerti bahwa Bara bertambah terkejut.

"Kenapa lo lepasin, sih?!" bentak Bara spontan. Kesal dengan Rose yang tidak mendengarkan titahnya.

Rose menunduk takut. Bukan merasa bersalah, sebab ia pikir apa yang dilakukannya adalah hal benar, melainkan karena Rose tak pernah sekalipun dibentak seperti itu, bahkan dengan kedua orang tuanya yang sudah merawat dan mendidik dirinya.

"Pergi sana!" usir Bara. Tanpa belas kasih, tangannya melayangkan bantal bersarung putih sampai hampir mengenai tubuh kecil dan tua paman tikus, entah mengapa Bara begitu membenci makhluk satu itu.

Beruntung paman tikus mengelak, dengan gesit meloncat berpindah tempat.

Rose tersentak membuat mata indahnya yang lebar bertambah semakin lebar, mendapati Bara berlaku kasar pada paman tikusnya. Rasa takut akibat dibentak, hilang seketika dari perasaannya.

"Pangeran! Apa yang kamu lakukan? Kasihan Paman Tikus!" Rose sampai berbicara dengan nada meninggi menandakan ia berubah kesal, namun Bara tidak menghiraukannya dan lagi-lagi mengambil bantal untuk kembali melempari si paman tikus.

"Menjijikkan!" Satu bantal tersisa, Bara mengambilnya lagi, dalam hati berharap semoga yang terakhir ini berhasil mengenai tubuh tikus kecil berwarna abu-abu tersebut.

"Hentikan!"

Bara tidak menggubris.

"Kubilang hentikan, Pangeran!" Rose habis kesabaran. Masih ditempatnya, tapi tangan kanan Rose mendadak terangkat melayang, di ujung jarinya mengalir kilatan berbentuk petir berwarna hitam yang berlapis cahaya putih, menuju lengan Bara yang menggenggam bantal. Sedangkan tangan kirinya meremas kuat tangkai bunga mawar hitam yang begitu setia berada di genggamannya.

Bara yang sudah sangat terkejut, entah sudah berapa kali lipat keterkejutannya bertambah. Belum sempat menghindar, tangannya merasakan sensasi panas kala benda yang mengalir dari ujung jari telunjuk Rose berhasil menyentuh lengan Bara.

Mulut Bara menganga lebar hingga tak sadar mengendurkan genggaman pada bantal dan membuatnya terjatuh kembali.

Rasa panas di lengannya teralihkan dengan kebingungannya. Be-benda apa ini? batin Bara berkata. A-apa ini se-semacam sihir? lanjutnya.

Bara ingin berteriak sekuat-kuatnya, jika perlu sampai meledakkan kepalanya yang terasa penuh. Biar saja ia yang pergi, daripada harus tetap tinggal bersama gadis aneh yang membuat harinya saat ini begitu kacau.

Sulit untuk benar-benar dimengerti, mungkinkah ada sihir nyata di zaman sekarang? Bara kehabisan pasokan udara, ia merasa pengap saat hendak memikirkannya, otaknya dipaksa berotasi namun tubuhnya seakan menolak.

"A-apa ini?" tanya Bara pada akhirnya, ia sudah tidak kuat terus menahan kebingungan. "Apa ini si-sihir?" Bara memberanikan diri untuk melirik dan menatap Rose yang berdiri di pinggir kasur, masih mempertahankan sihir yang dikeluarkannya.

Tidak Bara sangka, saat melihat wajah yang sebelumnya terlihat begitu polos dan bahkan pikirnya tidak mungkin bisa berubah garang, nyatanya sekarang realitas menggugurkan ekspektasinya itu. 

Wajah Rose berubah tegas, mata bulatnya memancarkan kilat berapi-api, bibirnya menyembunyikan gigi-gigi yang mengerat kuat, keningnya bertaut hingga terbentuk kerutan halus. Dan, lihat hidungnya!  Kembang-kempis seperti banteng yang akan menerjang kain merah. Gadis itu, tidak seperti gadis yang pertama kali ia lihat. 

Sejenak, lagi-lagi Bara meneguk saliva, membasahi tenggorokan yang terasa tercekat, jujur ia sangat takut melihat ekspresi itu. Mau apa gadis itu? Akankah ia membunuh Bara saat ini juga? Dengan kekuatan sihir yang tidak Bara sangka dimiliki gadis bersampul polos semacamnya? Hanya karena seekor tikus tua? 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status