Share

HARI SPESIAL

Jeni terpaksa mengatakan itu, padahal ia hanya ingin tahu reaksi Louis. Kalaupun Louis justru memang mendukungnya, ia pun tidak akan tega membunuhnya, tentu saja Steven pasti akan membencinya.

“Apa yang terjadi denganmu Jeni, bukankah kamu masih sangat mencintaiku?”

“Tidak penting, apa kamu menginginkannya?” cecar Jeni.

Louis masih terdiam.

“Ya, aku menginginkannya. Tolong jangan membunuhnya,” tegas Louis.

Entah kenapa Jeni seperti mendapat kiriman hawa segar dari balik handphonenya, ia tersenyum haru. Jeni tidak menyangka Louis menginginkannya.

“Lalu kenapa kamu tidak datang menemuiku Louis? aku... aku sangat merindukanmu.”

Kalimat itu akhirnya meluncur juga dari mulut Jeni, seharian ini ia begitu tersiksa menahan rasa rindunya kepada Louis.

“Aku pasti akan datang menemuimu.”

“Kapan?”

“Besok, di hari ulang tahunmu. Aku tidak pernah melupakannya.”

“Thanks Louis.”

Luluh, Jeni luluh begitu saja seakan Louis tak pernah membuat kesalahan besar apapun padanya, ia bahkan saat ini tersenyum begitu senang dan melayang ke puncak kebahagiaan tertinggi.

Jeni sampai mencium handphonenya berkali-kali dengan teriakan kecilnya saat Louis sudah menghakhiri pembicaraan itu, hal itu membuat Steven bangun, dengan mata yang masih sangat mengantuk ia terheran melihat Jeni yang begitu kegirangan seperti itu.

“Apa dengannya? Apa Louis baru saja menghubunginya?” batin Steven.

Steven sampai geleng-geleng kepala sendiri melihat tingkah Jeni, diliriknya jam tangan rolex hitam itu baru menunjukkan pukul 23.30 WIB, masih ada setengah jam lagi untuk kembali tidur dan menunggu Tania juga Tamara datang untuk memberi surprise kepada Jeni.

Jeni, yang sedang sangat bahagia itu tidak tahu kalau diam-diam diperhatikan Steven. Ia tak sabar menunggu hari esok, maka ia terlelap begitu nyenyak.

Semuanya, terlelap begitu nyenyak di tempat masing-masing, baik itu Stven yang kelelahan bekerja, juga Tania dan Tamara yang juga kelelahan jalan-jalan bersama mamanya yang baru pulang dari Singapura. Semua lupa dengan ulang tahun Jeni.

Hingga pagi menjelang, jam 6 pagi saat Jeni masih tidur dengan begitu nyenyak, Steven tergeragap bangun, ia lalu menghubungi Tania dan Tamara untuk menyuruhnya ke rumah sakit.

Dan setelah beberapa menit kemudian.

“Surprise!”

Steven, Tania dan Tamara meneriaki Jeni yang masih tidur sambil membawa kue ulang tahun juga confetti popper yang segera ditaburkan ke langit-langit ruangan. Jeni seketika bangun dan justru membuat mereka semua tercengang.

“Lou...”

Steven, Tania, Tamara seketika tercengang dan saling berpandangan, namun Tamara segera mencairkan kembali suasana yang ada.

“Happy birthday Jeni, God bless for you,” ujar Tamara sambil memeluk erat Jeni.

Jeni segera membalas pelukan hangat sahabatnya itu sambil berkaca-kaca karena terharu, bergantian juga Tania yang ikut memeluknya. Mereka bertiga hanyut dalam ketenangan dan kebahagiaan saat berpelukan bertiga seperti ini.

Sementara Steven begitu senang melihat persahabatan mereka yang terlihat begitu tulus dan saling menyayangi satu sama lain, namun ia tidak bisa mengusir pikiran saat Jeni tadi salah menyebut nama Louis saat mereka datang. Steven terlihat kecewa.

“Thank you semuanya,” ujar Jeni kemudian sambil melepas pelukan Tania dan Tamara.

“Thanks a lot juga Stev,” lanjutnya membuyarkan lamunan Steven.

“Oh iya, ini semua ide mereka,” kilah Steven.

Jeni tersenyum kecil, ia tahu ada kekecewaan yang sedang menyelimuti hati Steven, Steven terlihat tidak bersemangat lagi.

“Bukannya hari ini kamu boleh pulang?” Tania angkat bicara.

Jeni mengangkat bahunya sambil melirik ke arah Steven yang sedang berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

“Sepertinya Steven sedikit kecewa padamu Jen,” bisik Tamara kemudian.

“I know, aku harus bagaimana? Aku tidak bisa tidak memikirkan Louis, apalagi tadi malam Louis menghubungiku.”

“Untuk apa dia menghubungimu?” tanya Tania kesal.

“Dia janji akan menemuiku hari ini.”

“Dan kamu percaya?”

Jeni diam, ia tahu kedua sahabatnya sudah sangat muak dengan Louis sejak kejadian di apartemen beberapa hari lalu, terlebih Tania.

“Aku masih mengharapkannya,” balas Jeni lirih, matanya berkaca-kaca lagi hendak menangis.

Tania memutar bola malas lalu mengangkat bahunya dan menjauh ke sofa, berbeda dengan Tamara yang lebih menenangkan Jeni dan membuatnya kembali ceria.

“Kami hanya berharap kamu bahagia Jen,” ucap Tamara kemudian.

“Thank you Tam.”

Saat itu, Steven keluar dari kamar mandi dengan gaya casualnya sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, entah kenapa melihat itu jantung Jeni berdegup kencang, ada kekaguman yang tak bisa ia ungkapkan, hingga ia melihat Steven tanpa kedip.

“Jen, mandilah! Setelah ini kita akan pulang,” seru Steven yang membuat Jeni tergeragap dari posisi sebelumnya.

Jeni lalu mengangguk dan segera turun dari tempat tidurnya dibantu oleh Tamara.

Sementara di tempat lain, Louis sedang siap-siap untuk menemui Jeni sesuai janjinya tadi malam, namun baru saja ia melangkah keluar dari apartemennya, Renata yang tampak sudah sangat rapi dan cantik dengan mini dress pinknya tiba-tiba masuk.

“Ada apa Renata?” tanya Louis sedikit bingung dengan kemunculan Renata yang tiba-tiba, apalagi ini masih sangat pagi dari biasanya Renata berkunjung ke apartemennya.

“Ayo temani aku sekarang!” serunya memaksa.

Louis mengerutkan kening.

“Kamu juga sudah rapi, ayo kita berangkat Louis!”

“Kemana?”

“Hari ini pembukaan butik mama di cabang Senayan yang akan diserahkan padaku.”

Louis mematung sesaat, lalu terlintas bayangan Jeni yang sudah menunggu kedatangannya.

“Tapi...”

Renata tak memberi kesempatan, ia langsung menggelendeng tangan Louis keluar agar segera mengikuti langkahnya.

“Kita tidak punya banyak waktu Louis,” paksanya.

“Kenapa kamu tidak memberitahuku sebelumnya?” tanya Louis kesal saat mereka sudah berada di mobil.

“Aku lupa, memangnya tadinya kamu mau kemana?”

“Papa memintaku pulang dan ingin mengajakku bertemu cliennya,” kilah Louis.

Renata menatap Louis lekat-lekat, ia tak percaya, tapi ia tak peduli, baginya sekarang yang terpenting Louis sudah bersamanya. Renata sangat egois.

***

Jeni siap pulang dari rumah sakit, kondisinya sudah sangat membaik. Steven menyuruhnya untuk masuk ke dalam mobilnya karena ia ingin memberi surprise pada Jeni, sementara Tania dan Tamara yang sudah mengetahui hal itu beralasan pamit karena sudah memberi kado untuk Jeni, mereka pun berpisah saat di parkiran.

“Steven,” panggil Jeni lirih saat mereka sudah dalam perjalanan.

“Ya.”

“Apa kamu marah?”

“Tidak.”

“Kamu terlihat marah,”

Steven menggeleng cepat, namun ekpresinya masih datar.

“Aku minta maaf Stev, aku sudah terlalu merepotkanmu.”

“No, diamlah! Aku akan memberimu sebuah kejutan, semoga kamu suka,” balas Steven sambil membanting setir ke arah lain dan itu bukan jalan menuju ke kos Jeni.

“Kita mau kemana Stev?” tanya Jeni sedikit panik.

Steven diam, ia justru memutar lagu ‘Someone you loved’ sambil menggunakan headset di telinganya, membuat Jeni kesal.

“Kenapa dengan orang-orang di sekitarku, kenapa mereka hobi sekali membuatku kesal? terlebih di hari spesialku, dan Louis, apa kamu juga akan membuatku kesal hari ini?” batinnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status