Lula sampai rumah ketika hari sudah petang. Dengan rasa tidak sabar, ia segera masuk kedalam rumah tanpa ada yang mempersilahkan. Keluarganya sedang berkumpul diruang tengah tanpa mengetahui kedatangannya, mereka pun terkejut melihat Lula yang tiba-tiba ada dirumah. Dengan segera semua orang menyambutnya, sang ibu dengan sigap segera menyiapkan makanan kesukaannya.
"Kamu kok gak bilang dulu kalau mau pulang La? kok sampe malem gini baru sampe rumah kenapa?" tanya Ibu Lula. Raut wajahnya terlihat mengkhawatirkan sosok anak gadisnya itu."Biasanya kan aku selalu pulang setiap weekend Bu, Ibu masa gak hafal sih?" Lula sudah duduk dimeja makan. Ia mulai memasukkan makanan kedalam mulutnya."Iya sih, gimana kerjaanmu? Lancar kan Nak?" ucapnya sambil sibuk menghidangkan makanan diatas meja untuk putrinya itu."Alhamdulillah lancar Bu." Lula masih sibuk memasukkan makanan kedalam mulutnya."Yasudah, makanlah dan segeralah istirahat! pasti kamu lelah kan?" Ibu memang orang yang paling mengerti keadaan anaknya. Masakan yang ia buat tak pernah mengecewakan perut Lula."Oke Bu!" ia mengacungkan jempol kirinya karena jempol kanannya sedang sibuk berkutat dengan makanan yang ada dimeja. Sedangkan mulutnya masih penuh dengan makanan.Setelah kenyang dengan semua makanan yang Ibu sajikan, Lula segera masuk kedalam kamarnya bermaksud untuk segera istirahat. Lula membaringkan tubuhnya diatas ranjang sambil memainkan ponselnya. Namun, ia lihat ada beberapa notifikasi diponselnya. Salah satunya adalah notifikasi pesan dari Jaka."Mba Lula, apa kita bisa ketemu Mba?" ~Jaka"Maaf Mas, saya lagi di luar kota Mas, besok lusa baru balik ke kota. Kalau ketemu lusa aja gimana Mas?" ~Lula"Baik Mba, lusa aja gapapa. Bisa ketemu Mba Lula dimana?" ~Jaka"Saya ngikut Mas. Kalau dideket kantor saya aja gimana Mas?" ~Lula"Boleh Mba, Lusa siang saya akan datang kedekat kantor Mba Lula, nanti lokasi tepatnya dimana kabari lagi ya Mba." ~Jaka"Baik Mas, sampai ketemu lusa." ~LulaKarena belum merasa ngantuk, Lula memutuskan untuk beranjak dari tempat tidur dan kembali keruang tengah untuk berkumpul dengan keluarganya. Jarang berada dirumah membuatnya sangat senang memanfaatkan waktu dirumah untuk berkumpul bersama keluarga. Benar-benar merasa nyaman dan hangat karena biasanya ia hanya menghabiskan hari-harinya seorang diri di dalam kamar kos.Lula dan keluarganya saling bercerita hingga lewat tengah malam. Karena keesokan harinya adalah hari minggu, jadi mereka tidak takut bangun kesiangan.Waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari dan matanya mulai memberat, akhirnya Lula memutuskan untuk kembali kekamarnya untuk tidur.Keesokan harinya, Lula pergi kepasar bersama Ibunya untuk berbelanja kebutuhan makanan. Merupakan kegiatan rutin dihari minggu untuk berbelanja dan memasak semua makanan kesukaannya dirumah. Hal sederhana yang mereka lakukan dan sangat membahagiakan untuk Lula. Karena ketika berada diperantauan ia jarang makan masakan rumahan seenak masakan Ibunya.Bukan menu-menu masakan mewah yang Lula sukai. Hanya beberapa menu sederhana seperti sambal terasi, telur ceplok, telur dadar, tempe goreng, tumis sayur hijau, dan rebusan sayur. Makanan seperti itulah yang selalu membuatnya bersyukur masih bisa menikmatinya. Makanan sederhana itu terasa sangat nikmat di lidah Lula.Dapur dan meja makan menjadi tempat favorit untuknya menghabiskan waktu selama libur dirumah. Lula dan ibunya selalu memasak banyak masakan dihari minggu, sebelum akhirnya mereka sekeluarga bersama-sama menikmati hidangan tersebut.***Tak terasa hari liburnya pun berakhir. Yang artinya ia harus kembali ke kota Y untuk menjalani rutinitasnya. Lula berangkat pagi buta agar tidak terlambat untuk bekerja.Jalanan masih sangat sunyi, udara dingin terasa menusuk ke dalam tubuhnya. Matahari belum berani menampakkan diri. Namun, Lula sudah berjalan menyusuri jalanan sepi yang sangat dingin itu untuk kembali mencari nafkah.Lula sampai di kota setelah matahari sudah bersinar terang , ia tidak langsung pergi kekantor melainkan kembali kekos terlebih dahulu untuk berganti pakaian kerjanya. Ia sengaja tidak bersiap dari rumah karena akan sangat merepotkan.Setelah selesai dengan semua persiapannya, ia segera berangkat kekantor karena waktu yang sudah semakin mendekati pukul 09.00 wib.Sesampainya dikantor, Lula menjalani rutinitasnya seperti biasa. Tak lupa ia mengirim pesan singkat kepada Jaka untuk memastikan kembali rencana pertemuan mereka."Mas nanti jadi ketemu?" ~Lula"Iya jadi Mba, ketemu dimana jadinya Mba?" ~Jaka"Ditempat makan depan kantor saya aja gimana Mas? sekalian makan siang." ~Lula"Boleh Mba, nanti saya langsung kesitu pas jam makan siang ya Mba?" ~Jaka"Baik Mas, saya tunggu." ~LulaSaat waktu menunjukkan jam makan siang, Lula segera turun menuju tempat makan dimana ia dan Jaka sudah membuat janji temu. Tentu saja ia tak datang seorang diri. Lula hanya ditemani oleh Fafa karena Bianca ada urusan keluar kantor.Sesampainya ditempat yang ia tuju, Lula dan Fafa segera mencari tempat duduk yang terlihat nyaman untuk mengobrol bersama Jaka. Butuh beberapa menit untuk mereka menunggu kedatangan Jaka.Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya terlihat 5 orang pria datang memasuki tempat makan tersebut, yang dimana salah satunya adalah Jaka. Lula segera berdiri dan melambaikan tangannya beberapa kali kearah Jaka bermaksud agar Jaka melihat keberadaannya. Setelah usaha yang Lula lakukan, akhirnya Jaka melihat kearahnya dan mengajak teman-temannya untuk menghampiri mejanya.Lula menjabat tangan mereka satu persatu dan mempersilahkan mereka untuk duduk. Jaka yang duduk tepat didepan Lula dan memperkenalkan teman-temannya satu persatu. Mereka merupakan teman 1 tim Jaka yang akan membantu menangani kasusnya.Mereka sedikit berbasa-basi sambil menunggu pesanan mereka datang sebelum akhirnya masuk kedalam inti pembicaraan."Jadi apa saja yang dikatakan Langit pada Mba Lula?" setelah cukup lama berbasa-basi akhirnya Jaka mulai melemparkan pertanyaan pada Lula."Dia mengirim paket seperti sebelumnya ke alamat saya Mas, kemungkinan akan sampai diminggu ini." Lula menjelaskan kronologinya seperti yang dikatakan Langit padanya.Setelah cukup lama saling berdiskusi. Jaka bersama timnya kemudian menjelaskan teknis yang akan mereka jalankan selama eksekusi.Setelah cukup lama berbincang-bincang Akhirnya Jaka dan teman-temannya pamit untuk pergi kembali kekantornya. Lula mengucapkan banyak terima kasih untuk waktu yang mereka luangkan, serta bantuan yang mereka berikan padanya. Mereka kembali berjabat tangan satu persatu lalu meninggalkan tempat itu.Sedangkan Lula dan Fafa masih melanjutkan makan siang mereka sambil berbincang. Karena mereka tak leluasa untuk menghabiskan makan siangnya saat Jaka dan rekannya masih berada ditempat itu. Setelah perut dirasa kenyang, akhirnya mereka juga segera kembali kekantor untuk melanjutkan pekerjaannya.Sebenarnya Lula sangat takut menghadapi situasi ini, tapi ia harus melindungi diri karena dirinya memang tidak bersalah dan melepaskan diri dari jebakan yang Langit buat kepadanya.Lula menjalani hidup selama 4 tahun terakhir ini seorang diri tanpa Ben. Ia membesarkan Raden dengan tangannya sendiri. 4 tahun sudah ia melewati semuanya. Ini adalah waktunya Raden masuk ke sekolah."Om? ada berapa uangku sekarang?" Waktunya untuk Lula menarik seluruh investasinya."Sekitar 20 milyar La." ya, investasi yang telah ia diamkan selama 4 tahun itu kini sudah terkumpul sebanyak itu.Hari ini dia datang kekantor tempat Om Dul bekerja untuk mencairkan uangnya. Hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Detik ini juga ia berubah menjadi seorang milyarder.Lula sangat senang karena akhirnya ia siap memasukkan Raden disekolah International terbaik di kotanya. Cita-cita yang selama ini ia impikan, akhirnya berhasil ia wujudkan.Perhitungannya sangat tepat, tanpa meleset sedikitpun. Meskipun selama 4 tahun ini ia hidup dalam kesederhanaan. Selalu menerima hinaan dari keluarga Jaka, tapi kini akhirnya ia bisa terlepas dari sem
Raden tertidur dalam pangkuan Ben dengan sangat nyenyak. Ia mungkin lelah hingga membuatnya tertidur di pangkuannya."Gua balik dulu ya?" Ben pamit pada Lula setelah meletakkan Raden ditempat tidurnya."Iya. Makasih ya Ben." Ben mengusap ujung kepala Lula dengan lembut, ia kemudian berjalan keluar dari kamar Lula."Langsung balik ke kota? gak tidur dirumah?" Ibu berjalan menghampirinya."Iya Buk. Besok pagi saya harus terbang ke Jakarta." Ben mencium tangan Ibu kemudian berjalan keluar dari rumah Lula. Lula pun berjalan mengikutinya dari belakang."Oh gitu? ya udah hati-hati. Makasih banyak ya Le." Ibu menepuk pundak Ben dua kali, mengungkapkan rasa terima kasihnya secara tidak langsung."Berapa lama di Tambun?" Lula memasukkan kepalanya ke pintu mobil Ben yang kacanya masih terbuka."Kenapa? gak mau lama-lama pisah ama gua ya? hahaha." Lula mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan Ben. Ben pun mengusap waja
Lula mengerjapkan matanya perlahan, masih menyipitkan matanya menyesuaikan biasnya pantulan sinar matahari yang masuk kedalam kamar Ben. Ia tersenyum saat melihat Ben sedang memperhatikan wajahnya dari dekat."Bangun yuk! sarapan." Ben mengusap wajah Lula pelan. Membuat Lula menyunggingkan senyuman dan segera beranjak dari tempatnya."Gua pengen makan gudeg!" Lula berjalan menjauh dari tempat tidur dan masuk kedalam kamar mandi meninggalkan Ben begitu saja.Sesaat kemudian, ia keluar dari kamar mandi dan segera berjalan ke dapur karena sudah tak melihat keberadaan Ben dikamarnya."Nih diminum!" Ben memberikan segelas susu untuk Lula. Ia kemudian duduk didepan Ben.Tak lama kemudian, terdengar suara bel pintu rumah berbunyi."Bentar gua ambilin makannya dulu." Ben bergegas berjalan ke pintu untuk menerima kiriman makanan yang ia pesan.Sedangkan Lula sudah menyiapkan piring untuk tempat mereka makan. Ben mel
"Ayo sekarang makan!" Ben menarik nafasnya panjang, mencoba menahan emosi dan perasaannya yang sedang campur aduk. Ia juga tak sanggup melihat wajah Lula yang terlihat pucat. Sedangkan Lula terus menangis dan menggelengkan kepalanya, menolak ajakannya.Ben beranjak dari duduknya, ia berdiri dan hendak melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar meninggalkan Lula. Namun Lula segera memegang tangannya erat."Jangan seperti itu." Lula kemudian berdiri dibelakang tubuh Ben dan semakin mengeratkan tangannya. Ben hanya terdiam tak bergeming dari tempatnya."Gua ngandelin lu banget. Gua jadi makin kuat karna lu. Gua gak takut apapun saat memikirkan ada lu dibelakang gua. Gua salah, gua gak akan kayak gitu lagi. Jadi, jangan pernah pergi tanpa bilang apapun sama gua. Sejak Raden hadir, ditinggalkan adalah hal yang paling menakutkan buat gua." Tangis Lula makin pecah, ia membenamkan wajahnya di punggung Ben."Kalau gitu, lu mau makan sekarang?" Be
Lula mengeluarkan SIM dan STNK nya dari dalam dompetnya. Ia kemudian menyerahkannya pada polisi yang menilangnya."Mba tahu apa kesalahannya?" polisi itu menyimpan surat-surat kendaraan Lula."Tau Pak." Lula menganggukkan kepalanya."Mau bayar denda sekarang apa sidang?" polisi itu bertanya tanpa basa basi lagi."Sidang aja Pak." Lula yang saat ini keadaannya sudah kacau, memutuskan untuk menyerah. Ia pasrah, mungkin ia memang tidak ditakdirkan untuk bertemu dengan Ben pikirnya."Ya udah kalau gitu ikut saya kekantor sekarang!" Lula terpaksa mengikuti polisi itu dari belakang karena surat surat kendaraannya sudah ditahan.Lula memasuki kantor kepolisian dengan motor bututnya. Ia kemudian memarkirkannya disebelah motor polisi yang tadi membawanya. Ia melepas jas hujannya yang sama sekali tak melindungi tubuhnya dari guyuran air hujan. Seluruh badannya basah kuyup, ia kedinginan. Sebagian rambutnya juga basah, hanya bag
Setelah kepulangan Tante Nda sekeluarga, Lula terlihat bersantai di sofa empuk yang ada didepan tv dengan sangat nyaman. Ditambah malam itu Raden sudah tidur, mungkin karena lelah seharian bermain bersama yang lain."La! anterin makan buat Ben sana!" Ibu menghampirinya, ia memberikan 1 kotak makan berukiran besar padanya."Aaah malas Bu!" Lula membalikkan badannya, ia menyembunyikan wajahnya."Cepetan sana! kasian dari tadi dia belum makan." Lula seketika beranjak, ia tiba-tiba ingat seharian Ben belum makan. Ia meraih makanan itu dari tangan Ibu dan berjalan keluar dari rumahnya.Lula masih berdiri didepan pintu, ia terlihat ragu-ragu untuk mengetuk pintu rumah Ben.Tok! Tok! Tok!Tak ada sahutan sama sekali, Lula kemudian mencoba untuk membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Ia hanya memasukkan kepalanya saja dan kemudian mengedarkan pandangannya kedalam rumah Ben yang masih tampak gelap itu.Brak!