Share

4. Almost unknown

Author: Iing_03
last update Last Updated: 2023-05-23 15:52:49

 Karina membanting ranselnya di atas sofa yang ada di ruang keluarga. Rasanya ingin sekali marah dan mengumpat tidak jelas, tapi sayangnya  dia tidak sendirian di rumah kali ini. Dia tidak menyangka kata ‘special’ dari yang dibicarakan oleh Ucup kemarin adalah buruk. Dia lelah, remuk karena memforsir otak dan fisiknya menjadi satu, karena ujian kali ini ternyata 70% mempertimbangkan beasiswa yang dia punya.

“Santai, aku udah milih sekolah yang bagus untuk kamu. Aku jamin, kamu nggak akan kesulitan selama di sana. Percaya deh sama aku, jangan cemberut gitu dong,” ujar Ucup dengan memajukan bibirnya. Di yang baru masuk dengan kekasihnya yang juga tengah merajuk kepadanya. Kepalanya mau pecah menghadapi dua orang wanita yang merajuk kepadanya.

Laki-laki itu baru saja akan duduk di sebelah  Karina yang kini duduk pasrah di atas sofa, namun kekasihnya sudah terlebih dahulu mengisi tempat itu dan membuang muka kepadanya. “Vivian, jangan bersikap seperti itu, kamu buat aku sambah sakit kepala tahu.”

“Sakit kepala? Jadi kamu anggap aku ini pengganggu gitu?” tanyanya sembari menyamankan dirinya dalam pelukan Karina yang telah memejamkan mata. “Kayak kejadian kemarin yang kamu lakuin pada Karina, takutnya nanti ada gossip yang nggak menyenangkan, terus bawa-bawa nama Karina, kamu yang aku gorok.”

Ucup bisa merasakan pundaknya yang ditepuk dari belakang, dia bisa melihat Aron yang menggeleng faham pada dirinya. “Sudah lah bang, Kak Vivian tuh 11 12 sama Chelsy. Jadi nggak usah kayak baru pertama kali gitu.”

Suara tepukan keras mendarat pada tubuh bagian belakang Aron, yang cukup menimbulkan suara nyaring dan ringisan sakit laki-laki itu. “Chelsy, sakit, sayang.”

“Rasain, maksud kamu aku baperan gitu, lagian ya wajar aja kalau kita khawatir akan ada berita tentang Kak Ucup sama Karina. Iya kalau berita baik, kalau berita buruk?” tanya Chelsy sembari menempatkan dirinya, di sebelah Karina di sisi yang lain dengan Vivian yang merupakan kekasih dari Ucup.

Ketiga gadis itu, tidak, hanya Vivian dan Chelsy yang menatap tajam pada Ucup yang masih berdiri di depan sofa. Dengan wajah tidak suka karena di salahkan begitu saja. Niatnya hanya ingin mengeluh manja pada Karina, karena saat itu kepalanya pusing tujuh keliling setelah mengerjakan UTS dan ditambah harus menghadapi kepala direksi untuk perdebatan tempat KKN.

Karina memejamkan matanya, dia mengeratkan kaos panjang yang sudah dua hari ini dia pakai. Menyamankan dirinya dengan dua orang cantik yang mengapitnya di masing-masing sisinya. Dari pada mendengarkan kedua orang itu membantai Ucup dengan kata-kata menohok, Karina lebih memilih mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya.

Membiarkan Ucup yang diserang para gadis, Aron lebih memilih memasuki dapur dan membiarkan ranselnya terorok di atas meja dapur. Tenggorokanya terasa membakar, terik panas mata hari siang ini sungguh mencekiknya. Sebelum tangannya menyentuh gagang lemari es, dia menyipitkan mata saat melihat ssuatu yang berkilauan di bawah tepat di samping kiri lemari es.

Karena penasaran yang tidak tertahan, Aron menunduk mengamati dan mengambilnya pelan-pelan. “Pecahan kaca? Setebal ini? Kaca apa ini?” tanyanya pada dirinya sendiri dengan nada ragu. Dia mendongak menatap apapun yang ada di dapur yang berbahan kaca tebal.

“Perasaan di dapur kebanyakan kayu, set kichen saja dari kayu jati dengan keramik. Nggak ada tuh yang dari kaca, apalgi setebal ini.”

Entah mengapa Aron mendadak gusar, laki-laki dengan tinggi 180cm itu berjalan perlahan menelusuri lorong menuju ruang keluarga. Tempat semua temannya ada di sana termasuk Karina, sang pemilik rumah. Langkahnya terhenti saat melihat ada suatu perubahan yang tidak dia sadari sebelumnya.

“Apa ini? Sejak kapan bingkai fotonya berwarna putih? Bukannya sebelumnya secara keseluruhan memakai kaca ya.”

Aron menutup mulutnya rapat-rapat, setelah menyadari apa yang dia ucapkan tadi. Dia langsung menoleh ke arah teman-temannya yang tidak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Terdiam dengan pecahan kaca tebal yang cukup besar yang ada di telapak tangannya.

Dia lihat Karina yang seolah membungkus diri di samping Vivian dan Chelsy. Kalau tidak salah, beberapa hari ini Karina selalu memakai pakaian panjang dan selalu menggerai rambutnya. Juga, Karina sudah tidak mau memberikan tangannya untuk di sentuh oleh siapapun, seperti yang terjadi sekarang.

“Karina ayo, tabok saja Ucup. Laki-laki itu memang perlu di beri pelajaran agar tidak bertindak sembarangan lagi. Ayo, berikan tanganmu.”

Aron melihatnya, melihat Chelsy dengan kekuatan penuh sedang mencoba membuat Karina melepaskan diri dari memeluk dirinya sendiri. Dan menyuruhnya gadis yang ada di bawahnya satu tahu itu mengangkat tangan untuk menampar Ucup yang sudah pasrah berlutut di depan ketiga gadis itu.

Sekali lagi, Aron mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah. Keudian matanya menangkap banyak goresan-goresan yang membekas pada badan lemari kayu tersebut. Tempat berbagai piagam dan piala yang telah Karina raih. Semua tertata dengan rapi dan sangat memanjakan mata. Namun, goresan-goresan di pinggir membuatnya salah focus, kembali lagi matanya menatap  Karina yang masih mengukuhkan tangannya di tampat. Sangat terlihat sangat enggan untuk menampar Ucup, tapi bukan itu yang menjadi kesimpulan Aron.

“Karina, pigura besar yang ada di lorong dapur itu ganti custom nya?”

Karina mendongak, menatap Aron kaget. Mengabaikan tangannya yang telah diambil Chelsy. Dia memandang Aron yang juga melihatnya dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. Karina tidak tahu kenapa Aron tiba-tiba bertanya seperti itu. Matanya mengerling ke belakang laki-laki itu, melihat pada lemari kayu di belakang Aron. Dan dia sudah sangat yakin tidak menimbulkan apa-apa yang bisa membuat yang lainnya curiga.

“Tanganmu ini kenapa, Karina?” jerit Chelsy dengan wajah kaget.

Dengan cepat Ucup lebih mendekat dan membawa telapak tangan Karina ke depannya, kemudian dia juga menggulung baju gadis itu sampai siku. Matanya membola besar, “Apa ini, Karina. Luka apa ini?” tanyanya dengan perasaan khawatir. Ucup menatap Karina yang hanya bisa menutup mulutnya rapat-rapat.

“Hey, katakan saja. Kami tidak akan menghakimi kamu kok,” ucap Vivian dengan tangan yang merangkul Karina. “Kamu dapat luka melingkar dan sepanjang ini dari mana, heumm? Apa ada yang menyakiti kamu? Atau terjadi sesuatu yang kita tidak tahu?”

Ucup mengelus lembut perban yang melinggari pergelangan tangan mungil milik Karina. Juga perban kecil yang ada di telapak tangan itu. Apa ini alasan beberapa hari belakangan Karina memakai pakaian dengan lengan panjang? Kenapa pula dia sampai tidak menyadari ada luka di tangan adiknya ini. “Apa yang terjadi, heum? Kamu ada masalah apa, cerita saja. Atau kamu benar-benar tidak mau menjalanka KKN di sekolah itu dan lebih bersama kita di poli kejiwaan? Akan aku urus kok, seperti kata kalian, aku ini pemilik sah Universitas itu. Aku pasti bisa merubah semuanya sesuai apa yang kamu ingin kok.”

Karina menggeleng cepat, dia membalas menggenggam pergelangan tangan Ucup. “Tidak, taku tidak apa-apa ini hanya luka kecil karena aku tidak sengaja memecahkan gelas kemarin.”

“Kalau begitu, kamu bisa jelaskan mengenai keterkaitan antara bergantinya figura di lorong dapur dengan luka kamu? Dan juga apa yang aku temukan ini, Karina? Apa gelas memiliki ketebalan setebal ini dan juga terdapat di samping lemari pendingin?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Young Wife For My Father   16 B. A Precious Treasure

    “Bu Karina? Tidak sekalian masuk?”Karina menoleh mendengar panggilan itu, senyum tipis dia berikan pada salah satu guru yang menegurnya. “Ah, tidak Bu. Saya akan ikut mobil anak-anak olimpiade saja.”“Kalau begitu saya dulu, ya.”Anggukan singkat dia berikan, Karina baru saja kembali dari ruangan kepala sekolah dan hal itu membuatnya atnya pusing, apa maksud dari laki-laki paruh baya itu tentang-“Bu Karina? Semobil dengan kita, kan?”-menjaga si kembar. “Sastra? Kenapa?” Itu Sastra yang datang dan langsung bertanya kepadanya, berdiri dengan senyum tampan yang merayu. Sedangkan di belakang anak remaja itu ada kakaknya yang berjalan gontai sepeti tidak berminat. “Tidak kenapa-kenapa sih, cuma kan kita harus bertiga duduknya. Jadi, aku menawarkan kepada Bu Karina buat sebangku sama kita.”“Kursi yang dua bisa kali, nggak usah ngajak orang lagi.”Sastra menoleh dan menggeleng pada Astra yang memasang wajah jengah. “Baiklah, kebetulan mobil guru yang mengantarkan juga tidak muat. Jadi,

  • Young Wife For My Father   16 A. Terpotong

    Ini hari ketiga mereka belajar dan saling berdiskusi meskipun dengan mata pelajaran yang berbeda-beda. Terkadang Sastra akan menjawab dengan lancar soal yang tidak dipahami oleh Milay di bidang Kimia."Kenapa jadi lebih paham kamu dari pada aku?""Tidak tahu, aku hanya mengatakan apa yang aku ketahui. Itu saja.""Tapi, tetap saja. Itu tidak menyenangkan. Seharusnya kamu fokus pada bidangmu, bukan malah menguasai bidang milikku.""Aku benar-benar tidak mengerti , Milay. Kenapa kamu jadi marah?""Aku nggak marah.""Nggak marah, tapi kamu iri kan dengan Sastra? yang bisa menjawab soal yang sedari tadi membuat mulut lemesmu itu terus berkicau." Astra mengangkat penanya menunjuk pada Miley yang duduk di depannya. "Diam atau pena ini melayang padamu."Gadis cantik itu mendengus, mendengar kalimat ancaman dari Astra. Dia yang akan kembali melayangkan bantahan jadi menahan diri. Lenggang, ke-empat anak itu mulai fokus pada soal-soal yang diberikan Karina. Memang benar bukan Karina yang sepen

  • Young Wife For My Father   15 B. What's Wrong?

    “Baiklah, apa yang ingin anda tanyakan, Bu Karina?”Karina menggeleng dengan senyum tipis, “Tidak ada, Pak Bam. Tapi, jika nanti saya ingin mengajukan sebuah pertanyaan. Apakah boleh?”“Tentu saja boleh, kapanpun anda ingin bertanya saya siap sedia.” Pak Bam menutup laptop miliknya, “Semua file tentang kelas 10A 1 sudah saya kirimkan kepada anda lewat E-mail, jika anda merasa ada file yang terlewat yang belum saya kirimkan, silahkan kabari saya juga.”Ini sudah waktunya jam akan pulang sekolah akan tiba, sedari istirahat pertama Karina dan Pak Bam sudah ada di ruang rapat tadi untuk membicarakan secara keseluruhan apa yang harus Karina lakukan. Di mulai dari menyusun biodata lengkap sekaligus mengisinya di forum olimpiade dan menyiapkan para pesertanya.“Saya sangat berterima kasih, karena Bapak sudah scara sukarela untuk membantu saya. Saya yang awam ini tidak cukup mempunyai ilmu yang sebanding dengan apa yang mereka harapkan, saya sangat memerlukan bantuan kalian.”Pak Bam tersenyu

  • Young Wife For My Father   15 A. Rapat Olimpiade

    Jalannya yang lunglai sangat mencerminkan rasa lelahnya, kepalanya mendongak saat melihat rumah peristirahatannya sudah ada di depan mata. Langkahnya dia bawa lebih cepat, punggungnya menunduk seraya mencopot sepatu dan kaus kakinya. Saat masuk ke dalam rumah, tidak ada siapapun disana. Ah, ini sudah jam setengah 8 mungkin mereka sudah ada yang tidur atau sedang beristirahat di dalam kamar. Karina tidak mau berpikir tentang alasan lainnya, dia lelah. Dia terus berjalan sampai di depan kamarnya dan Floe untuk satu bulan ke depan, pintu dia buka dan segera masuk. Ransel di pundaknya dia tempatkan di samping ranjangnya, kemeja soft blue miliknya dia lepas hingga menyisakan tanktop putih miliknya.Tangan kanannya menyambar handuk, dia akan mandi setelah itu baru tidur. Kaos putih lengan pendek dan celana training hitam, menjadi pilihannya untuk malam ini. Saat dia akan membuka pintu kamar, dari arah luar pintu itu terbuka terlebih dahulu. Floe yang datang masuk, gadis pirang bermata bir

  • Young Wife For My Father   14. What Is All That For

    Hembusan napasnya terlihat berantakan, peluh di dahi dan memar di sudut bibirnya ia usap kasar. Kakinya melangkah maju dengan tangan yang kembali memukul keras perut lawannya, juga menangkis kasar lengan yang mencoba menangkapnya. Gerakannya gesit dengan membanting tubuh salah satu lawannya ke atas lantai.Satu pukulan lagi-lagi melayang ke depan wajahnya, dia cekal lengan itu dan memutarnya hingga menimbulkan bunyi.Krak!“Ahh!”“Dengar, aku akan membiarkan kalian mengejek tentang diriku. Tapi, tidak untuk adik maupun keluargaku. Dan inilah yang kalian dapatkan dari apa yang kalian lakukan.”“Hey! Sopanlah pada pada Kakak kelasmu, akh!”Tubuh tinggi di genggamannya dia dorong hingga menghantamkan tubuh lawan yang telah ia kalahkan sebelumnya. Senyuman licik dan sinis, dia keluarkan. “Masa bodoh, jika kalian adalah kakak kelas ataupun guru sekalipun. Ayo, masih mau bertarung?”Salah satu pemuda bangkit dari lentangnya, kemudian mencoba bangkit lagi. “Seharusnya kamu itu sadar diri, te

  • Young Wife For My Father   13. Sensitive dan Stupid

    “Terimakasih, Bu Anim,” ucapnya pendek seraya berjalan menjauhi area kantin yang ramai oleh anak-anak. Matanya mengedar ke seluruh penjuru area kantin, melihat-lihat adakah tempat yang cocok untuk memakan makan siangnya.Tiba-tiba dia teringat dengan taman di belakang sekolah. Apa dia ke sana saja ya? Tapi, bagaimana kalau si kembar masih ada di sana? Saat ini Karina benar-benar masih tidak mau melihat mereka berdua. Entahlah, dia juga tidak mengerti dengan hatinya sendiri.Kemarin-kemarin dia masih semangat untuk membuat analisanya sekaligus menjadi guru yang baik. Namun, setelah mengetahui keadaan Astra dan Sastra membuatnya sedikit enggan, semangatnya surut. Di mulai saat dia memberitahu guru BK,bahwa dia telah menghukum dua kembar nakal itu. Kemudian ia meminta data diri dan map merah tentang dua anak itu.Karina menggenggam erat kantong kresek yang berisi dua roti selai isi daging dan dua kotak susu putih. Gadis itu memutuskan untuk pergi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status