Astra dan Sastra tidak punya ibu dan tidak pernah merasakan kasih sayangnya. Yang mereka tahu dia hanya punya ayah yang selalu sibuk dengan bisnis dan mendidik mereka dengan cara yang baik. Saat melihat wali kelasnya yang baru, Sastra tertarik untuk menjadikannya sebagai ibu mereka dan istri untuk ayahnya. Awalnya Astra tidak setuju, tapi setelah mempertimbangkannya dia mau. Tapi, mereka tidak tahu siapa itu wali kelas mereka yang baru. Kehidupan suram dan mental berantakan, itu dua hal yang disembunyikan dari semua orang. Namanya Karina, gadis muda yang mengaku mempunyai keluarga lengkap yang ternyata seorang yatim piatu. Dan ini banyaknya dari cerita Astra dan Sastra yang menarik Karina pada kehidupan mereka, namun Karina yang menarik dirinya jauh-jauh.
View More“Mau nginep lagi nggak malam ini?”
Semua kepala langsung menoleh pada gadis berkuncir kuda itu. Yang di tatap pun hanya bisa menaikkan alisnya, “Apa? Ada yang salah dari apa yang aku katakan?”
Pertayaan itu membuat laki-laki berambut panjang dengan potongan ala idol dari negeri gingseng itu menghela napas, menyadari kebodohan temannya yang satu ini. “Hey, Karina. Besok itu udah masuk UTS dan kamu minta kita untuk nginep lagi? Agak gila nih anak satu.”
Karina mendengus, “Memangnya kenapa sih? Kan kita cuma mau nginep doang di rumah aku. Kita juga pasti belajar bersama, kan di sana?” tanyanya dengan memberikan penawaran untuk ke empat temannya itu.
“Karina,” panggil gadis dengan rambut pink terangnya yang di kuncir kuda. “Meskipun aku hanya focus pada fashion dan make up-ku saja, tapi aku tidak ingin mengulang ujian untuk yang kedua kali. Aku tidak mau juga tidak mau bergabung dengan adik kelas, kalau sampai aku gagal pada ujian kali ini.”
“Aku juga sama, aku menyetujui apa yang dikatakan oleh Aron sama Chelsy,” ucap pemuda berambut cepak hitam itu pada Karina. Dia menghela napas, menatap Karina yang saat ini tampak merajuk dengan wajah cemberut. “Karina sayang, dengar. Kami tahu, kamu adalah mahasiswi yang pintar, sangat pintar hingga mengikuti akselarasi sebanyak satu kali. Karena hal itu lah, kamu tidak perlu banyak belejar dengan semua hal ini. Berbeda dengan kami yang otaknya pas-pasan ini, kita undur saja ya acara menginapnya. Lagi pula aku memiliki beberapa rapat dengan kepala divisi.”
“Sekali lagi, Ucup benar, Karina. Lagi pula kita sudah menginap di rumah kamu selama hampir seminggu loh, kami hanya takut sewaktu-waktu kedua orang tua kamu datang dan melihat kita yang menguasai rumah kalian dengan seenaknya. Sebaiknya kita focus pada UTS kita kali ini, oke?”
“Kak Nanta, kok kakak bilang gitu,” melas Karina dengan menyandarkan punggungnya pada dinding kelas. Waktu kelas terakhir mereka telah usai, keadaan kelas pun mulai kosong dan tersisa mereka berlima.
“Sudah lah, Karina. Aku dan Chelsy akan pulang dulu, ibunya kemarin menginginkan roti buatan mamaku, dan hari ini aku akan memberikan pesanannya.” Laki-laki penggila motor itu berdiri dari duduknya seraya menarik helaian rambut pink di sampingnya.
“Aron! Ih, jangan di tarik apalagi di sentuh oleh tangan kotormu itu!”
“Makanya cepat jalan, lelet.”
Ucup memutar bosan melihat pertengkaran dua tunangan itu, dia memalingkan wajah dan melihat Karina yang melihat dua orang itu dengan muka masam. Sebenarnya dia tidak tega berbicara sepeti itu, tapi dia tidak bisa membiarkan mereka semua kembali menginap di rumah Karina, yang selalu berakhir bermain tanpa belajar. Setidaknya itulah yang mereka lakukan seama seminggu sebelum UTS besok.
“Karina, setelah pulang ini mau mampir ke cafe El’sl nggak? Aku jajanin deh, mau apa aja terserah kamu, rapatnya bisa aku undur sebentar,” tawar Ucap mencoba tidak membuat Karina semakin sedih.
Gadis 20 tahun itu tersenyum tipis dengan gelengan kepala, “Enggak, nggak usah. Setelah ini Kak Ucup mau langsung ke perusahaan, kan. Jadi nggak usah buang-buang waktu untuk hal yang tidak perlu.”
“Ei, kalau si Ucup nggak mau, aku bisa kok. Aku setelah ini nggak ada acara apapun juga, kumpulan motor juga di tunda sampai selesai UTS.” Nanta yang sebelumnya hanya menyaksikan perdebatan antara Aron dan Chelsy menimpali perkataan dari Karina yang menolak tawaran dari Ucup.
Ada senyum getir yang coba Karina sembunyikan dari kedua orang di hadapannya, minus Chelsy dan Aron yang masih meneruskan perdebatan mereka. Menjadi yang termuda dan yang paling di manjakan membuat Karina merasa sudah cukup dengan semua hal itu. Dia tidak ingin merusak apapun, hanya karena sesuatu yang ia inginkan . Yang mungkin akan berakir menjadi hal buruk. “Sudah, aku tidak apa-apa kok. Seperti kata Kak Nanta, mending kita focus pada UTS kali ini. Juga, sewaktu-sewaktu nanti Ayah dan Ibuku kembali aku nanti jadi bingung, akan menjelaskan apa nanti.”
Karina membuat senyum lebar sampai matanya hilang, hingga Ucup dan Nanta percaya kepadanya.
Semuanya bohong.
Karina pulang setelah mengendarai motor besarnya hingga sampai di rumah miliknya. Rumah mewah nan megah yang tampak menyeramkan dari luar sini. Pintu katu jati dengan motif cantik yang memenuhi dasaran pintu, di buka kasar oleh Karina.
Bunyi bedebum keras terdengar nyaring hingga memenuhi rumah. “Akan ada yang marah? Memangnya siapa yang akan melakukan itu?”
Monolognya sembari memasuki rumah dengan ransel hitam yang tersampir di pundaknya. Setelah pintu tertutup membuat cahaya matahari redup seketika. Hanya kegelapan yang menyapa indra penglihatan Karina. Gadis muda itu mulai tertawa dengan sendirinya, tawa lirih yang memantul dari dinding ke dinding yang kemudian diakhiri dengan kekehan.
“Astaga, astaga. Kak Nanta itu ya, benar-benar lucu. Memangnya siapa yang akan marah jika mereka berminggu-minggu menginap di sini?”
Katanya sembari berjalan lambat menuju saklar lampu ruang tamu. Menekan saklar dengan senyum manis yang terpampang indah dengan mata yang cekung mempesona. “Benarkan, Ayah, Ibu? Memangnya kalian marah ya, kalau mereka tidur di sini?” tanyanya sembari menatap lurus pada bingkai foto besar yang berisi dua orang dewasa dan balita yang masih dalam gendongan sang wanita.
Bingkai itu sangat besar dengan bingkai kecil-kecil di atas yang menjadi anak buah. Mewarnai tembok putih pucat yang juga menjadi pemisah antara dapur dengan ruang keluarga. Karina berjalan mundur sampai dia terdesak dengan lemari kayu yang menjadi tempat piagam-piagam dan piala miliknya. “Mereka sepertinya takut sekali dengan kedatangan kalian yang mungkin saja tiba-tiba. Bukankah itu mustahil?”
Tawa Karina kembali mengudara dengan sangat keras, dia benar-bena tertawa hanya karena kalimat pertayaan yang ia lontarkan entah pada siapa. Rumah besar dengan dua lantai ini sungguh sepi, suram menjadi suku kata pelengkapnya. Tubuh Karina merosot dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya yang mulai terasa pegal karena banyak tertawa. Gadis itu merasakan perasaan kosong yang nyata saat tiba di sini.
“Kenapa mereka semua seperti itu sih, padahal kalian juga tidak melarang mereka di sini, kan? Benarkan? Ayah? Ibu?”
Tubuh kecil itu terduduk di lantai marmer dingin dengan kedua kaki yang tertekuk di depan dada. Karina mendongak semakin menatap tajam foto bahagia yang ada di atas sana, dia tersenyum tanpa tawa keras lagi. “Kalian tega banget tau, tega banget. Bisa-bisanya ninggalin aku sendirian di sini. Kalian nggak kasihan apa sama aku, lihat rumah ini tuh udah kayak rumah hantu. Sepi, gelap dan sendiri. Aku hanya sendiri. Kalian berencana pergi berdua, kenapa tidak ajak aja aku sekalian. KENAPA TIDAK SEKALIAN, HAH!”
Karina beranjak dari duduknya, bediri dengan pose menantang pada foto besar itu. Matanya mulai terasa panas dan perlahan lelehan air mata membasahi pipinya. “Jangan mati berdua, ajak aku juga. AJAK AKU JUGAA!”
Kedua tangan mungil itu teracung menggoyangkan bingkai besar itu hingga paku penyangganya mulai goyah dan meluncur bebas pada lantai. Karina mengangkat bingkai besar itu melemparkannya ke sisi kanan, kemudian memutarnya hingga suara pecahan antara lemari kayu dan bingkai kaca itu melonglong bebas.
Tidak sampai di situ, Karina berjongkok memungut pecahan kaca yang saat tangannya menggenggam benda tajam itu, telapak tangannya di warnai dengan warna merah pekat. Dia berdiri, menatap foto bahagia yang terorok di bawah lantai dengan potongan kaca yang berserakan dengan senyum kecil. Senyum indah dengan mata cekung yang berhasil menipu semua orang.
“Ajak aku mati, Ayah, Ibu.”
“Bu Karina? Tidak sekalian masuk?”Karina menoleh mendengar panggilan itu, senyum tipis dia berikan pada salah satu guru yang menegurnya. “Ah, tidak Bu. Saya akan ikut mobil anak-anak olimpiade saja.”“Kalau begitu saya dulu, ya.”Anggukan singkat dia berikan, Karina baru saja kembali dari ruangan kepala sekolah dan hal itu membuatnya atnya pusing, apa maksud dari laki-laki paruh baya itu tentang-“Bu Karina? Semobil dengan kita, kan?”-menjaga si kembar. “Sastra? Kenapa?” Itu Sastra yang datang dan langsung bertanya kepadanya, berdiri dengan senyum tampan yang merayu. Sedangkan di belakang anak remaja itu ada kakaknya yang berjalan gontai sepeti tidak berminat. “Tidak kenapa-kenapa sih, cuma kan kita harus bertiga duduknya. Jadi, aku menawarkan kepada Bu Karina buat sebangku sama kita.”“Kursi yang dua bisa kali, nggak usah ngajak orang lagi.”Sastra menoleh dan menggeleng pada Astra yang memasang wajah jengah. “Baiklah, kebetulan mobil guru yang mengantarkan juga tidak muat. Jadi,
Ini hari ketiga mereka belajar dan saling berdiskusi meskipun dengan mata pelajaran yang berbeda-beda. Terkadang Sastra akan menjawab dengan lancar soal yang tidak dipahami oleh Milay di bidang Kimia."Kenapa jadi lebih paham kamu dari pada aku?""Tidak tahu, aku hanya mengatakan apa yang aku ketahui. Itu saja.""Tapi, tetap saja. Itu tidak menyenangkan. Seharusnya kamu fokus pada bidangmu, bukan malah menguasai bidang milikku.""Aku benar-benar tidak mengerti , Milay. Kenapa kamu jadi marah?""Aku nggak marah.""Nggak marah, tapi kamu iri kan dengan Sastra? yang bisa menjawab soal yang sedari tadi membuat mulut lemesmu itu terus berkicau." Astra mengangkat penanya menunjuk pada Miley yang duduk di depannya. "Diam atau pena ini melayang padamu."Gadis cantik itu mendengus, mendengar kalimat ancaman dari Astra. Dia yang akan kembali melayangkan bantahan jadi menahan diri. Lenggang, ke-empat anak itu mulai fokus pada soal-soal yang diberikan Karina. Memang benar bukan Karina yang sepen
“Baiklah, apa yang ingin anda tanyakan, Bu Karina?”Karina menggeleng dengan senyum tipis, “Tidak ada, Pak Bam. Tapi, jika nanti saya ingin mengajukan sebuah pertanyaan. Apakah boleh?”“Tentu saja boleh, kapanpun anda ingin bertanya saya siap sedia.” Pak Bam menutup laptop miliknya, “Semua file tentang kelas 10A 1 sudah saya kirimkan kepada anda lewat E-mail, jika anda merasa ada file yang terlewat yang belum saya kirimkan, silahkan kabari saya juga.”Ini sudah waktunya jam akan pulang sekolah akan tiba, sedari istirahat pertama Karina dan Pak Bam sudah ada di ruang rapat tadi untuk membicarakan secara keseluruhan apa yang harus Karina lakukan. Di mulai dari menyusun biodata lengkap sekaligus mengisinya di forum olimpiade dan menyiapkan para pesertanya.“Saya sangat berterima kasih, karena Bapak sudah scara sukarela untuk membantu saya. Saya yang awam ini tidak cukup mempunyai ilmu yang sebanding dengan apa yang mereka harapkan, saya sangat memerlukan bantuan kalian.”Pak Bam tersenyu
Jalannya yang lunglai sangat mencerminkan rasa lelahnya, kepalanya mendongak saat melihat rumah peristirahatannya sudah ada di depan mata. Langkahnya dia bawa lebih cepat, punggungnya menunduk seraya mencopot sepatu dan kaus kakinya. Saat masuk ke dalam rumah, tidak ada siapapun disana. Ah, ini sudah jam setengah 8 mungkin mereka sudah ada yang tidur atau sedang beristirahat di dalam kamar. Karina tidak mau berpikir tentang alasan lainnya, dia lelah. Dia terus berjalan sampai di depan kamarnya dan Floe untuk satu bulan ke depan, pintu dia buka dan segera masuk. Ransel di pundaknya dia tempatkan di samping ranjangnya, kemeja soft blue miliknya dia lepas hingga menyisakan tanktop putih miliknya.Tangan kanannya menyambar handuk, dia akan mandi setelah itu baru tidur. Kaos putih lengan pendek dan celana training hitam, menjadi pilihannya untuk malam ini. Saat dia akan membuka pintu kamar, dari arah luar pintu itu terbuka terlebih dahulu. Floe yang datang masuk, gadis pirang bermata bir
Hembusan napasnya terlihat berantakan, peluh di dahi dan memar di sudut bibirnya ia usap kasar. Kakinya melangkah maju dengan tangan yang kembali memukul keras perut lawannya, juga menangkis kasar lengan yang mencoba menangkapnya. Gerakannya gesit dengan membanting tubuh salah satu lawannya ke atas lantai.Satu pukulan lagi-lagi melayang ke depan wajahnya, dia cekal lengan itu dan memutarnya hingga menimbulkan bunyi.Krak!“Ahh!”“Dengar, aku akan membiarkan kalian mengejek tentang diriku. Tapi, tidak untuk adik maupun keluargaku. Dan inilah yang kalian dapatkan dari apa yang kalian lakukan.”“Hey! Sopanlah pada pada Kakak kelasmu, akh!”Tubuh tinggi di genggamannya dia dorong hingga menghantamkan tubuh lawan yang telah ia kalahkan sebelumnya. Senyuman licik dan sinis, dia keluarkan. “Masa bodoh, jika kalian adalah kakak kelas ataupun guru sekalipun. Ayo, masih mau bertarung?”Salah satu pemuda bangkit dari lentangnya, kemudian mencoba bangkit lagi. “Seharusnya kamu itu sadar diri, te
“Terimakasih, Bu Anim,” ucapnya pendek seraya berjalan menjauhi area kantin yang ramai oleh anak-anak. Matanya mengedar ke seluruh penjuru area kantin, melihat-lihat adakah tempat yang cocok untuk memakan makan siangnya.Tiba-tiba dia teringat dengan taman di belakang sekolah. Apa dia ke sana saja ya? Tapi, bagaimana kalau si kembar masih ada di sana? Saat ini Karina benar-benar masih tidak mau melihat mereka berdua. Entahlah, dia juga tidak mengerti dengan hatinya sendiri.Kemarin-kemarin dia masih semangat untuk membuat analisanya sekaligus menjadi guru yang baik. Namun, setelah mengetahui keadaan Astra dan Sastra membuatnya sedikit enggan, semangatnya surut. Di mulai saat dia memberitahu guru BK,bahwa dia telah menghukum dua kembar nakal itu. Kemudian ia meminta data diri dan map merah tentang dua anak itu.Karina menggenggam erat kantong kresek yang berisi dua roti selai isi daging dan dua kotak susu putih. Gadis itu memutuskan untuk pergi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments