"Assalammualaikum" ucap Lara sambil membuka pintu rumah. Dilihatnya di ruang tv terdapat Beno yang sedang menonton pertandingan sepak bola.
"Mas, assalammualaikum" ucap Lara lagi sambil berjalan ke arah Beno
"Kalau salam tuh dijawab mas" ucap Lara lagi ketus
"Waalaikumussalam" akhirnya Beno menjawab
Lara balik tak hiraukan Beno dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Beno yang mengetahui itu, tidak bergeming sedikit pun dan seperti menganggap tidak ada yang terjadi. Tak lama Lara kembali keluar kamar sambil membawa baju tidur dan handuknya untuk mandi. Beno pun melirik ke arah pintu kamar mandi yang baru ditutup itu. Merasa ada keanehan yaitu kebiasaan Lara mandi malam dengan air dingin. Namun, Beno hanya menggidikan bahunya acuh. Mau sakit atau tidak bukan urusannya bukan? Setidaknya itu yang Lara katakan kemarin.
ceklek
Keluarlah Lara dengan pakaian tidurnya dan juga rambutnya yang masih basah. Beno semakin merasa aneh, apakah tidak bahaya untuk mandi malam dan berkeramas dengan air dingin. Tapi tetap saja Beno acuh dan tidak bergerak barang sedikitpun untuk menegur Lara atas kebiasaan yang aneh menurutnya itu.
"Mas, udah makan belum?" tanya Lara dari arah dapur
"Saya masak dulu ya" teriak Lara dari dapur namun Beno tetap membisu
Harum masakan pun menyeruak mencapai ruang tv. Perut Beno meronta ronta dengan mengeluarkan suara karena tidak diisi dari jam makan siang di kantor tadi, sedangkan sekarang waktu menunjukkan hampir pukul 8 malam Beno belum memakan apapun. Menebak nebak makanan apa yang dimasak Lara malam ini, mungkin nasi goreng cabe ijo atau kari ayam atau sekedar telur dadar dengan banyak cabai rawit dan bawang daun kesukaan Beno itu?
"Mas Beno! Udah selesai nih, makan dulu" teriak Lara lagi dan tetap beno tidak menjawab sepatah kata pun. Kesal karena tidak mendapat jawaban, Lara pun menghampiri Beno ke ruang tv.
"Mau makan ga? Saya cuman masak nasi goreng cabe ijo sih" ucap Lara dan Beno masih terdiam seakan tidak mendengar ucapan Lara yang berada tepat di sampingnya itu.
"sama telur dadar juga sih. Lapar ga?" tanya Lara lagi
"Ah lama! Keburu dingin nanti" ucap Lara sambil menarik tangan Beno dan membawanya ke dapur
Beno malah duduk terdiam sambil memaikan jari tangannya.
"Mau makan ga? Malah diem" ucap Lara ketus
trakk
Lara menyimpan kembali sendok yang dipegangnya tadi dengan keras.
"Jujur deh, mas marah sama saya atau lagi sariawan? Dari tadi saya ajak ngomong, diem terus. Ini mau dimakan ga? Kalau ga mau saya buang aja, toh saya ga sanggup habisin. Kalau tahu ga akan dimakan saya ga akan masak buat mas juga, bikin cape aja" kesal Lara sambil hendak mengambil piring yang berisi nasi goreng dan telur dadar itu
"Jangan..." ucap Beno lirih sambil memegang perutnya yang dirasa perih
"Jangan apa?" tanya Lara ketus
"Dibuang" jawab Beno sambil menunduk
"Yaudah habisin" ucap Lara sambil menyimpan kembali piring itu di hadapan Beno
Hanya terdengar dentingan sendok dan garfu diantara mereka tidak ada yang membuka sepatah kata pun. Lara yang masih kesal karena kejadian hari ini dan Beno juga yang masih kesal karena ucapan Lara. Harus ada yang membuka suara, jika tidak masalah diantara keduanya akan semakin besar.
"Mas, saya mau ngomong sesuatu" ucap Lara sambil memegang salah satu tangan Beno, menahannya untuk beranjak dahulu.
"Ga jadi deh, Mas nya nyebelin hari ini" ucap Lara lalu beranjak ke wastafel
"Lho saya nyebelin gimana?" tanya Beno tak terima sambil menyimpan piring dan gelas kotor ke wastafel
"Berarti bener kan mas marah sama saya bukan karena sariawan" ucap Lara sambil menyabuni peralatan makan yang kotor
"Yang bilang saya sariawan siapa?" ucap Beno sambil mengelap piring bersih yang masih basah
"Ya gaada, saya cuman berspekulasi aja. Kalau ga sariawan berarti mas marah sama saya sampe gamau ngomong gitu"
"Ya memang betul, dan sekarang harusnya kamu minta maaf bukan balik marah"
"Lho ya wajar saya marah, mas nya nyebelin banget. Kalau marah tuh bilang, biar saya ngerti salah saya di mana" ketus Lara sambil menyipratkan tidak sengaja sabun kepada wajah Beno
"Harusnya kamu yang peka, omongan kamu bikin saya sakit hati" ucap Beno balas menyipratkan sabun
"Ya saya pantas marah dong, mas nya malah numpahin minuman di tugas aku"
"Itu karena saya khawatir sama kamu"
"Saya ga butuh perhatian mas"
"Iya maka nya saya ga ngomong sama kamu seharian"
"Itu bukan ga kasih perhatian, tapi mas gamau komunikasi sama saya. Itu beda hal mas"
"Lalu kamu mau saya bagaimana Ara?" ucap Beno penuh penekanan
"Saya ga butuh perhatian mas yang dibuat buat supaya saya jatuh cinta sama mas. Saya ga butuh perhatian kaya gitu"
"Perhatian saya tulus sama kamu Ra, bukan untuk buat kamu jatuh cinta saja"
Lara pun terdiam sambil menatap mata Beno yang sedari dulu melihat ke arahnya. Menepis pikirannya bahwa apa yang diucapkan Beno adalah benar adanya Lara pun meninggalkan Beno dan memasuki kamarnya.
"AAAARRRGGGGHHHHH" teriak Lara dari dalam kamar, sontak membuat Beno hampir meloncat karena kaget
Mungkin Beno dan Lara memang tidak bisa disandingkan. Mereka sama-sama keras kepala dan sifatnya yang saling bertolak belakang. Entah perdebatan apalagi yang akan terjadi diantara mereka dan entah kapan keduanya jatuh cinta atau tidak akan mungkin terjadi?
Keesokkan paginya, mereka kembali berangkat bersama tetapi mereka tidak saling berbicara. Padahal, komunikasi adalah hal penting untuk menjalin sebuah hubungan.
drrt drrt
Ponsel Lara berbunyi
"Ya.. halo?" ucap Lara
"Mau apa lagi Rey?" ucap Lara malas
"Rey? Pacarnya?" ucap Beno dalam hati sambil melirik singkat Lara
"Jangan ketemu aku dulu ya, please. Let me think about us later ya ---Tut!" ucap lara lalu menutup sambungan telpon itu
"Pacar?" tanya Beno sambil memberhentikan mobilnya yang sudah sampai di kampus Lara
"Kepo deh" ucap Lara sambil keluar dari mobil
Pikiran Beno seharian ini tertuju kepada Lara. Sepertinya Lara sedang banyak pikiran dan perbuatan membisu Beno kemarin seperti menabur garam di atas luka. Pantas saja kemarin Lara berteriak keras di dalam kamarnya. Beno berencana untuk meminta maaf karena telah menambah beban pikiran Lara kemarin dan bersikap kekanak-kanakan dengan tidak berbicara dengannya. Silent treatment solve no problem, it only makes worst. Mendiamkan adalah cara yang menyakitkan. “Ara suka bunga tidak ya?” gumam Beno di tengah perjalanan pulang. Mau suka atau tidak Lara dengan bunga, Beno sudah membelikannnya sebucket bunga tulip kuning juga sekotak cokelat. Tokk-tokk-tokk Beno mengetuk pintu rumah yang biasanya ketika ia pulang, langsung masuk saja tanpa harus menunggu Lara membukakan pintu. Ceklek “surprise!” ucap Beno sambil memegang Bunga tulip itu di depan dadanya. Hatchi!!!!!
“Aku antar ke kelas ya” ucap Rey setelah menggandeng tangan Lara, Lara pun terdiam karena bingung harus bereaksi apa. “Are you okay?” tanya Rey, “hem.. gapapa kok, nanti sore bisa antar aku pulang?” tanya Lara mengalihkan perhatian Rey, “bisa dong, sekalian aku ajak kamu ke café baru, kamu pasti suka sama tempatnya” ucap Rey antusias dan Lara hanya bereaksi tersenyum Perkuliahann Lara berjalan seperti biasanya, hanya saja saat diakhir perkuliahan, wali dosennya memanggil untuk ke ruangannya. Tokk – tokk – tokk “Silahkan masuk” ucap wali dosen Lara dari dalam ruangan “bapa panggil saya?” tanya Lara sopan, “ya Lara, minggu lalu kamu mengirim aplikasi untuk pertukaran pelajar ke Singapura kan?” tanya wali dosen yang akrab dipanggil Pak Indra “iya pak betul” jawab Lara gugup dan berharap bahwa akan mendapat kabar baik, “begini, saya baru dapat kabar tadi pagi bahwa sayangnya aplikasi kamu ditolak, karena syarat yang tida
Beno dan Lara di tengah perjalanan mengantarkan Lara ke kampus. Lara berpakaian rapih dengan kemeja khas himpunan mesin yang tertulis nama Lara di atas dada bagian kiri juga nama universitas dan jurusan di bagian belakang sedangkan Beno berpakaian seperti biasa dengan kemaja juga dasinya itu. “Tumben Ra, rapih banget” ucap Beno, “hari ini ada mau rapat himpunan jadi harus rapih mas” jawab Lara dan Beno pun ber-Oh ria. “Kayanya saya pulang larut atau ga pulang sama sekali mas” “Kenapa?” Tanya Beno kaget mendengar Lara berencana untuk tidak pulang “Saya mau ngerjain tugas besar soalnya deadline udah deket, kalau pun beres, malem banget saya ga berani pulang sendirian” jelas Lara, “nanti saya jemput, kamu kirim saja lokasinya” tawar Beno, “masalahnya saya tuh takut pas keluar lab nya, soalnya kampus saya tuh angger banget kalau malem” jelas Lara, “ya pokonya kamu mau pulang jam berapa pun saya jemput, tidak boleh menginap” tegas Beno sambil menepikan mob
Sudah 3 hari berturut-turut Lara mengerjakan tugas besarnya, akhirnya pada hari jum’at waktunya Lara untuk mengumpulkan proposalnya. Saat Lara akan mengambil produk dari tugas besarnya itu di lab pengelasan, seorang lelaki berkacamata yang mungkin seumuran dengan Beno datang menghampiri Lara dengan membawa sebuah jilid kertas. “Saya asdos dari Pa Aris, ini proposal tugas besar kamu dan beliau menyuruh agar tidak perlu membawa bendanya ke ruangannya” jelas pria itu “Kenapa pak memangnya?” Tanya Lara sambil mengambil proposalnya itu “Untuk lebih jelasnya baca saja tulisan tangan beliau yang ada disitu” ucap pria itu lalu pergi meninggalkan Lara sendirian di lab Pengelasan. Lara langsung membaca tulisan pulpen merah yang cukup banyak tertulis pada proposalnya itu. Dapat simpulkan bahwa, tugas besar Lara tidak diterima dan jika masih ingin mendapat nilai, diberi satu hari untuk menuntaskannya, yang mana itu sangat tidak mungkin untuk dilakukan karena sebe
Perjalanan yang ditempuh cukup jauh sehingga Lara tertidur di dalam mobil. Mereka menyusuri jalanan yang di sisi kanan dan kirinya terdapat perkebunan teh dan juga kabut yang lumayan tebal karena hujan yang baru saja berhenti. Matahari mulai bergerak untuk tenggelam dan udara semakin terasa dingin. Beno memarkirkan mobilnya lalu keluar dan meninggalkan Lara yang masih tertidur. Terasa getaran saat Beno menutup pintu mobil membuat Lara terbangun dan terdiam sebentar untuk mengumpulkan kesadarannya kemudian keluar mobil karena melihat Beno tengah berdiri tak jauh di depan mobil. “mas, kita dimana?” tanya Lara sambil mendatangi Beno, “saya gatau tepatnya dimana, saya ga pernah mau cari tahu, yang pasti tempat ini dari dulu jadi tempat saya melarikan diri Ra” jelas Beno “dari apa?” tanya Lara “apapun” jawab Beno “terus kenapa ajak saya kesini?” tanya Lara, “karena.. kamu satu-satunya orang yang ingin saya bawa pergi—melarikan diri maksudnya, saya paham be
PlakkkBeno ditampar keras oleh kakek di depan ruang ICU yang di dalamnya terdapat Lara yang sedang ditangani oleh dokter.“Ga becus! Salah saya nikahkan kamu dengan cucu saya!” Ucap kakek lalu terduduk di salah satu kursi di depan ruangan itu dan Beno hanya mampu tertunduk karena memang ia merasa tidak benar menjaga LaraTak jauh di sana terdapat Al yang menyembunyikan diri di balik tembok tak sengaja mendengar ucapan kakek tadi.Cukup lama Lara berada di dalam ICU, membuat Beno, kakek dan Al semakin khawatir dengan keadaannya. Dokter pun keluar dari ruangan itu dengan pakaian yang dominan hijau itu.“Bagaimana dok?” tanya kakek sambil berdiri begitu pula Beno dan Al menunjukkan dirinya“Tidak ada luka yang serius, hanya saja patah tulang hidung, sayatan pada dahi dan beberapa memar pada kaki” ucap dokter dan mereka bertiga pun serentak membuang napas lega“kalau begitu, saya pindahkan ke ruang perawatan&r
Beno membuka pintu rumah dan tampak Lara juga Al yang melangkah memasuki rumah Lara dan Beno itu.“Saya buatkan minum dulu ya” ucap Beno lalu pergi ke arah dapur membuatkan minum untuk Lara yang baru kembali dan Al yang baru pertama kali datang.“Kamar kalian dimana?” Tanya Al pelan“Itu kamar gue—” tunjuk Lara ke pintu yang dekat dengan ruang tamu, “itu kamar mas Beno” tunjuk Lara ke pintu dekat dapur yang terlihat dari arah ruang tamu“Ga sekamar?” Tanya Al, “enggalah” jawab Lara tegas“Loh bentar, kalau ga sekamar berarti ga pernah—” ucap Al terpotong, “enggalah!” ucap Lara emosi, “terus kalian udah ngapain aja?” tanya Al penasaran“ya… pegangan tangan, dicium—” ucap Lara terpotong, “bibir?!” tanya Al semangat, “dahi doang” jawab Lara lalu Al membuang napas dan menurunkan bahunya
Keesokkan harinya Lara tidak keluar kamarnya untuk pergi ke kampus. Beno pun yang akan pergi ke kantornya itu tidak yakin dapat meninggalkan Lara saat keadaannya seperti ini yang bahkan ia tidak tahu karena apa. “Halo, selamat siang” ucap Beno “Selamat siang dengan Bank Cahaya Ilahi, ada yang bisa kami bantu?” “Saya Rendhika Beno, izin untuk tidak datang ke kantor hari ini dikarenakan ada keperluan mendesak dengan istri saya sehingga tidak bisa ditinggal” “Baik pak, akan saya informasikan kepada hrd” “Baik. Terima kasih—tut!” Setelah selesai menelpon pihak kantornya untuk tidak hadir, Beno langsung melepas jas berwarna hitam dan melonggarkan kembali dasinya kemudian menyimpannya di bahu kursi di ruang tamu. Tokk—tokk—tokk “Lara” ucap Beno dan tidak ada jawaban Ceklek “Lara..” panggil Beno kepada Lara yang terduduk di kursi belajarnya,