Share

#6

Pikiran Beno seharian ini tertuju kepada Lara. Sepertinya Lara sedang banyak pikiran dan perbuatan membisu Beno kemarin seperti menabur garam di atas luka. Pantas saja kemarin Lara berteriak keras di dalam kamarnya. Beno berencana untuk meminta maaf karena telah menambah beban pikiran Lara kemarin dan bersikap kekanak-kanakan dengan tidak berbicara dengannya. Silent treatment solve no problem, it only makes worst. Mendiamkan adalah cara yang menyakitkan.

“Ara suka bunga tidak ya?” gumam Beno di tengah perjalanan pulang. Mau suka atau tidak Lara dengan bunga, Beno sudah membelikannnya sebucket bunga tulip kuning juga sekotak cokelat.

Tokk-tokk-tokk

Beno mengetuk pintu rumah yang biasanya ketika ia pulang, langsung masuk saja tanpa harus menunggu Lara membukakan pintu.

Ceklek

surprise!” ucap Beno sambil memegang Bunga tulip itu di depan dadanya.

Hatchi!!!!!

Lara bersin tepat di depan Beno sehingga cipratan cairannya mendarat di permukaan wajah Beno.

“Ara” panggil Beno dengan suara kesal namun tertahan

“maaf mas, saya alergi serbuk bunga hatchiiiiii” ucap Lara sambil menjauh dari Beno

“saya kira kamu suka, makanya saya belikan sebagai ucapan maaf atas sikap saya kemarin” ucap Beno sambil memasuki rumah dan mencari vas untuk  meletakkan bunga yang ia bawa.

“buat apa saya suka kalo cuma bisa nyakitin” ketus Lara

“yasudah, ganti cokelat saja untuk permintaan maafnya. Kamu suka kan?” tanya Beno

“iya suka” jawab Lara sambil mengelap ingusnya dengan tissue

“saya?” canda Beno sambil menyodorkan cokelat yang ia beli

“cokelat maksudnya, kepedean banget” ucap Lara sambil mengambil cokelatnya

“tapi dimaafkan?” tanya Beno menuntut kepastian dan Lara balas mengangguk

Beno pun merasa semakin bersalah karena membuat Lara terus-terusan bersin. Sepertinya Beno memperparah alergi Lara dengan serbuk dari bunga tulip yang ia bawa tadi. Hidung Lara menjadi memerah dan terus mengeluarkan cairan. Melihat Lara dengan keadaan seperti itu dengan tetap memakan cokelat sambil menonton serial drama korea favoritnya membuat rasa khawatir Beno berkurang tetapi tetap saja merasa bersalah. Untuk mengurangi rasa bersalahnya lagi, setelah selesai membersihkan diri, Beno membuatkan Lara segelas teh hangat yang mungkin saja bisa mengurangi gejala alergi Lara.

“Ara, ini saya buatkan teh, mungkin bisa mengurangi gejalanya”  ucap Beno setelah duduk di sebelah Lara

“makasih mas” ucap Lara sambil mengambil gelas tersebut dengan tanpa sengaja menyentuh tangan Beno

Beno merasakan jika suhu badan Lara sedikit lebih tinggi dari biasanya, karena tangannya terasa hangat. Lalu dengan sigap Beno menempelkan telapak tangannya di dahi Lara. Benar saja Lara deman, mungkin karena alerginya, tak ingin semakin parah, Beno mengajak Lara untuk memeriksakannya ke dokter.

“periksa ke dokter saja ya, Ra?” ajak Beno

“gapapa gausah mas, udah biasa kalo alergi gini suka demam. Nanti juga reda sendiri” jawab Lara tenang

“tapi kalo kamu kenapa-kenapa saya merasa bersalah sekali. Ya Ra, kita periksa” ajak Beno sambil menarik tangan Lara untuk berdiri mengikutinya

“yaudah” ucap Lara akhirnya menurut

Lalu mereka pergi ke dokter dekat komplek perumahan mereka dengan menggunakan mobil.

“alerginya tidak terlalu parah ya bu” ucap dokter perempuan yang umurnya lebih tua dibanding mereka

“tuh kan saya bilang apa” ucap Lara kepada Beno

“tapi alergi seperti ini bahaya tidak dok?” tanya Beno dengan mengacuhkan pernyataan Lara tadi

“ya, jika dibiarkan dan tidak diberikan penanganan yang tepat ya pak. Saya resepkan obat untuk dimakan 2 kali sehari sesudah makan dan jangan dekat dahulu dengan bunga atau sebagainya yang menggandung serbuk sari. Bapa sebagai suaminya tolong pantau istrinya untuk memakan obatnya ya pak”

“tuh dengar ya istriku” ucap Beno jahil

Mereka pun kembali pulang ke rumah dan sebelumnya membeli bubur untuk makan malam karena Lara belum sempat memasak. Keheningan menyelimuti keduanya, Beno dengan memikirkan sakit Lara yang ia perbuat itu terlihat pada raut wajahnya. Walaupun fokus melihat ke depan karena menyetir mobil, tetap saja pandangannya itu kosong dan terlihat bahwa Beno benar benar mengkhawatirkan Lara. Namun, Lara tetap tidak merasakan itu semua dan malah memikirkan Rey yang mulai ia rindukan pasalnya Lara mencoba untuk menghindari Rey agar Rey sadar akan perasaan dan bagaimana hubungan mereka akan berlanjut.

●●●

Esok adalah akhir pekan yang artinya Beno dan Lara tetap di rumah kecuali jika ada keperluan mendadak untuk keluar. Lara yang masih demam itu pun terlihat sedikit lebih segar karena sudah membersihkan dirinya pagi ini. Sementara  Beno masih dengan kaos yang ia pakai tadi malam sedang menonton berita di televisi nasional itu.

“ya, halo kakek. Ada apa? Kakek ga kenapa-kenapa kan?” ucap Lara di dalam kamarnya tengah menyisir rambut

“kakek baik-baik saja. Semenjak menikah kamu jarang menelpon kakek apalagi mengunjungi kakek” balas kakek

“maaf kek, aku sibuk kuliah banyak tugas besar soalnya jadi ga sempet kabarin kakek”

“yasudah tidak apa-apa, tetapi kamu di rumah kan nak?” tanya kakek

“iya, kenapa memangnya kek?” tanya Lara

“kakek sekarang sedang di jalan menuju rumahmu, kakek ingin menengok kalian”

“oh-ehm oke kek, baik Lara di rumah kok mas Beno juga”

“baiklah, sebentar lagi kakek sampai. Kakek matikan ya”

“baik kek, hati-hati—tut!

“MAS BENO!!!!” teriak Lara karena situasi genting akan terjadi dengan datangnya kakek dimana keadaan rumah yang sedikit berantakan dan kamar mereka yang terpisah, pasangan suami istri seperti apa yang tidak berbagi kamar bersama. Kakek pasti curiga dengan keadaan seperti itu.

“ya, kenapa Ra?” tanya Beno tenang saat Lara keluar dari kamarnya

“kakek mau kesini masss, gimana dong?” ucap Lara panik

“gimana apanya Ra?”  tanya Beno

“ini rumah berantakan, kamar kita misah juga. Kalo kakek tau gimana” jelas Lara

“MAS JUGA BELUM MANDI” lanjut Lara tegas sambil kesal

“saya sudah mandi, cuman belum ganti baju saja. Oke Lara istriku tenang, kamarmu kunci saja dan kita bereskan rumah secepat mungkin” ucap Beno dan akhirnya Lara pun menurut

Beno bergegas mengganti bajunya dengan yang lebih sopan, lalu Lara membereskan rumah dari ruang tv sampai dapur dibantu Beno  yang sudah berganti pakaian. Tak lama suara ketukan pintu utama pun terdengar.

Tokk-tokk-tokkk

“Assalammualaikum” terdengar suara yang sudah lemah dan sedikit serak

“waalaikumussalam, masuk kek” ucap Beno sambil membukakan pintu lalu mencium punggung tangan kakek

“Lara mana?” tanya kakek karena tidak langsung melihat cucu kesayangannya

“kakekk” ucap Lara ceria sambil menghampiri kakeknya dan kemudian memeluk tubuh rengkuh itu

“badanmu panas” ucap kakek merasakan demam Lara

“alergi Lara kambuh kemarin, tapi udah baikan kok gausah khawatir kek” ucap Lara menenangkan hati kakeknya itu

“bagaimana bisa kambuh lagi?” tanya kakek tegas

“eh-m i-tu kek, maaf kemarin saya bawakan bunga untuk Lara” jelas Beno gugup

“bagaimana kamu ini, istrimu jadi sakit kan” ucap kakek sedikit marah

“salah Lara kok kek, Lara ga kasih tau mas Beno kalo Lara alergi bunga. Mas Beno niatnya baik kok ngasih bunga karena sayang sama aku kek, ya kan mas?” tanya Lara lalu Beno menggandeng tangan Lara agar terlihat bahwa Beno benar menyayangi Lara di depan mata kakek.

“yasudah kalau memang tidak ada masalah, kalian sudah sarapan?” tanya kakek

“kebetulan banget kek, tadi aku baru mau masak buat sarapan. Kakek juga belum sarapan kan?” tanya Lara sambil menuntun kakeknya itu ke ruang televisi

“mas beno temenin kakek aja disini ya aku siapin sarapan dulu”

“tidak usah, kamu bantu saja Lara memasak, kesian dia masih demam” titah kakek kepada Beno

“ayo” ajak Beno sambil menggandeng tangan Lara dan menuju dapur

Keduanya terdiam saat berada di dapur. Situasi seperti tadi terlalu mengejutkan dan sikap kakek yang dingin terhadap Beno menambah beban pikiran mereka. Lara mencoba untuk bersikap biasa dan beradaptasi untuk sering melakukan kontak fisik dengan Beno sementara waktu.

“kita masak apa Ra?” tanya Beno memecah keheningan

“nasi goreng aja kali ya mas?” ucap Lara

“boleh, saya siapkan bumbunya ya kamu duduk saja” titah Beno sambil memandu Lara untuk duduk

“gapapa saya bantu aja mas, emangnya mas tau bumbunya apa aja?” tanya Lara sambil beranjak berdiri

“ya engga… sih, waktu itu saya juga lihat yutub” jawab Beno sambil memalingkan mukanya malu

“heheheh, lucu banget sih” ucap Lara gemas dengan sikap malu Beno

“siapa yang lucu Ra?” tanya Beno bingung

“mas beno lah, masa saya” jawab Lara yang juga bingung mengapa Beno menanyakan hal itu

“saya ga lagi ngelawak, kenapa saya jadi lucu?” tanya Beno lagi

“kalo saya jawab, kita jadi debat nih dan nasi gorengnya ga akan jadi jadi. Mas Beno mau diketusin kakek lagi?” tegas Lara

“ya enggalah Ra. Oke oke jadi saya harus apa sekarang? Kamu kasih saya perintah saja, gausah ikut masak. Saya suamimu loh Ra, perkataan suami harus didengar istrinya kan?”

“iya deh, saya nurut” ucap Lara berdiri berdampingan dengan Beno menghadap kompor

“jadi?” ucap Beno

“oke, jadi mas siapin bawang putih, bawang merah, telor, sosis, cabai merah, nasi dingin, kecap, tomat, mentimun, minyak, garam, merica, micin…”

“loh pake micin?” tanya Beno kaget

“yaiya, emangnya engga?”

“micin kan ga baik Ra”

“tapi kan enak mas”

“tapi—“ ucap beno terpotong karena tatapan Lara yang tajam terhadapnya

“nasi nya nunggu digoreng Ra” ucap Beno mengalihkan pembicaraan sambil memotong bawang putih

Setelah melalui banyak perdebatan perihal nasi goreng, akhirnya kakek bisa mulai memakan sarapan. Situasi saat sarapan ini terasa penuh ketegangan karena kakek tidak berbicara sepatah katapun dan itu menambah ketegangan untuk Beno karena takut Kakek masih mempermasalahkan alergi Lara itu.

“oke, sudah kakek putuskan” ucap kakek tiba-tiba sambil menyimpan sendok dan garfu yang ia pakai.

Beno dan Lara pun bersamaan menengok ke arah kakek.

“ada apa kek?” tanya Lara tidak mengerti apa yang dimaksud kakek

“Besok kalian berdua menginap di rumah kakek selama seminggu, oke?”

“Seminggu? Tapi—” ucap Lara terpotong Beno, “oke! Siap kek! Saya setuju sekali” ucap Beno semangat

“baiklah, sekarang kalian kemasi pakaian untuk dipakai seminggu kakek tunggu” ucap kakek beranjak dari kursinya lalu ke ruang televisi.

“Mas! Kok setuju sih, kan itu ga—” ucap Lara terpotong lagi, “bantu saya Ra, bantu saya jadi menantu yang baik dan dipercaya kakek, saya tahu dengan jelas bahwa kakek belum menerima saya dan kamu juga belum kan?” ucap Beno sambil menatap lekat-lekat Lara

Setelah melihat kesungguhan Beno dari tatapan matanya, Lara pun mengangguk setuju.

“Terima kasih, sekarang kita siapkan pakaiannya ya Ra” ajak Beno sambil mengusap pelan puncak kepala Lara.

Sekitar 30 menit berlalu, Beno dan Lara sudah dengan kopernya masing-masing menghampiri kakek yang sedang menonton berita politik.

“sudah selesai nak?” tanya kakek

Keduanya pun balas mengangguk.

“Nak Beno yang bawa mobilnya” titah kakek untuk Beno yang jadi supir mereka hari ini.

Tanpa mengelak, Beno pun diberi kunci mobil oleh supir kakek.

“mas saja yang masukkan ke bagasi ya” ucap Beno kepada Lara sambil mengambil koper Lara.

“Kek, jangan gitu ke mas Beno” ucap Lara lembut

“Memangnya kakek apakan Beno?” ucap kakek acuh sambil berjalan meninggalkan Lara.

●●●

Lara duduk di samping kemudi, sedangkan kakek duduk berdua bersama supirnya di belakang.

“Pake sheath belt nya” ucap Beno sambil memasangkan sheath belt Lara dan setelahnya mengusap pelan puncak kepala Lara.

Keadaan di dalam mobil penuh keheningan, Lara dengan ponselnya, kakek yang terus memperhatikan jalan juga Beno yang fokus menyupir.

“Kurangi kecepatannya, slamet sedang tidur” titah kakek agar slamet—supirnya tidak terbangun.

“iya kek” jawab Beno menurut dan Lara hanya sekedar melirik ke arahnya memastikan raut wajah Beno yang sedari tadi terlihat tegang.

“Beno, besok Lara kuliah jam berapa?” tanya kakek

“loh kok tanya ke mas Beno kek?” tanya Lara heran

“Ya memangnya kenapa? Dia kan suamimu, harus tahu kegiatan istrinya bukan?”

“Lara setiap senin sampai rabu kuliah jam 7 pagi kek, kamis kuliah jam 1 siang dan hari jum’at kuliah jam 10 pagi kek” jelas Beno, Lara pun menengok ke arah Beno kaget karena ia tidak pernah memberitahukan jadwal kuliahnya kepada Beno.

“Lalu untuk mata kuliahnya?” tanya kakek lagi

“kek~” rengek Lara agar kakek berhenti menanyai Beno

“naikkan kecepatannya” titah kakek

Sesampainya di rumah masa kecil Lara. Beno dan Lara langsung mengikuti kakek untuk masuk ke dalam. Beno dan Lara menempati kamar Lara yang dulu, karena tidak ada kamar kosong lagi.

“Ini kamarmu Ra?” tanya Beno saat melihat kamar Lara yang cukup ramai ditempel poster korea dan juga film-film dari marvel.

Lara mengangguk, “gapapa kan tidur di kamar saya?” tanya Lara memastikan

“dengan senang hati” canda Beno lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur yang bernuasa merah muda itu.

“Cape banget ya ngeladenin kakek?” tanya Lara sambil memasukkan pakainnya ke lemari.

“saya paham kok Ra, kakek tidak ingin cucunya jatuh ke tangan orang yang salah, apalagi ini melalui perjodohan dengan tangan kakek langsung, pastinya jika terjadi apa-apa kakek akan merasa bersalah kan” jelas Beno sambil tetap berbaring

“Tapi kan ga harus gitu caranya mas” ketus Lara

“Ya~ semua orang punya caranya masing-masing untuk melindungi orang yang disayang kan?” ucap Beno sambil mengubah posisi menjadi duduk.

“Sini deh” titah Beno sambil menepuk kasur samping kanannya, lalu Lara menurut dengan menduduki itu.

“Ra, yang dilakukan kakek itu demi kebaikan kamu. Saya ga keberatan sama sekali dan kadang susah kan dapat kepercayaan atau hati seseorang? Karena ya masa kamu mau percayakan hati kamu kepada orang yang paling bisa buatnya hancur” ucap Beno menatap lekat Lara sambil menggenggam tangannya.

Lara mengangguk, “boleh peluk ga?” tanya Lara

“peluk saya maksudnya?” tanya Beno memastikan, “peluk guling” jawab Lara sambil melepas tangan Beno, “peluk saya aja, biar ada yang peluk balik kamu kalo guling kan ga punya tangan Ra” ucap Beno sambil menarik Lara ke pelukannya, “lagian kenapa sih malah nanya balik” ketus Lara sambil memeluk Beno.

“iya iya, maaf ya istriku” ucap Beno sambil mengusap belakang kepala Lara

“aku percaya kok sama mas” ucap Lara setelah hening dalam pelukan. Beno tersentak karena ini pertama kalinya Lara memanggil dirinya aku saat berbicara dengannya dan kata setelahnya menentramkan ketegangan hatinya sedari tadi. “terima kasih ya” ucap Beno, “iya” jawab Lara pelan sambil mengeratkan pelukannya.

“Tapi Ra” ucap Beno tertahan, “kenapa?” tanya Lara, “kan percayanya sudah nih, kalau cintanya gimana?” tanya Beno jahil, “ish, belum tau ga? Susah ah cinta sama mas, nyebelin soalnya” ucap Lara sambil melepas pelukannya lalu beranjak keluar kamar.

“Mau kemana? Sini peluk lagi”

“Ga!” ucap Lara sambil menutup pintu kamarnya dan keluar.

Beberapa jam berlalu dan waktu menunjukkan pukul 10 malam lebih 12 menit. Lara masih terbangun dan sedang menonton drama korea di handphonenya sambil berbaring, sedangkan Beno sedang berkutat dengan laptop mengerjakan rekap keuangan kantornya di meja belajar Lara.

“Mas saya mau keluar sebentar ya” ucap Lara sambil berdiri, “mau ngapain Ra, udah malem banget” ucap Beno khawatir, “beli nasi goreng depan gerbang” jelas Lara.

“lapar lagi? Bukannya tadi jam 8 baru dinner kan?” tanya Beno memastikan

“ih ini tuh midnight snack mas bukan makan”elak Lara

“sejak kapan snack bentuknya nasi? Yasudah saya temani ya” ucap Beno lalu memberhentikan kegiatan merekapnya

“gapapa mas, udah biasa kok beli sendiri, lagian mas lagi ngerjain kerjaan kan?” ucap Lara meyakinkan

“keselamatan kamu lebih penting, buat apa punya suami kalau kamu kemana-mana sendiri” tegas Beno

“punya suami ya buat punya anak mas” canda Lara, “yaudah ayo” balik canda Beno.

“Ih apaan ga ya! Saya gamau punya anak dulu” ketus Lara, “ayo berangkat kan mau beli nasi goreng, kamu mikir kemana-mana” ucap Beno diakhiri kekehan

Mereka pun keluar bersama dengan pakaian yang untuk dipakai tidur. Kakek sudah terlelap jika sudah selarut ini, sehingga rumah sangat sepi karena pembantu dan supir kakek juga berada di rumah khusus untuk karyawan. Jadi bisa dibayangkan, saat Lara tinggal jauh bersama Beno, kakek merasakan kesepian baik di rumah maupun di hatinya.

Beno dan Lara berjalan dalam diam menuju tukang nasi goreng yang berada di depan gerbang perumahan. Beno melihat Lara tidak memakai baju yang hangat hanya menggunakan kaos oblong bersablon rolling stones itu membuat Beno melepas jaket abu yang ia pakai dan menyampirkannya kepada Lara.

“biar ga sakit lagi” ucap Beno sambil melihat arah berlawanan dari wajah Lara

“dih, sok tsundere banget mas” ucap Lara lalu memakai jaket Beno itu dengan benar

“Ra, kalau tukang nasi gorengnya sudah tidak ada gimana?” tanya Beno, “ya masak mie aja di rumah” lalu Beno mengangguk dan jalan malam mereka kembali hening sampai ke tempat tukang nasi goreng itu.

“eh! Neng Lala, kemana aja? Mang baru lihat lagi” ucap penjual nasi goreng itu yang sepertinya sudah kenal Lara lama

“aku pindah rumah mang bareng suami” jelas Lara sambil duduk di kursi yang disediakan

“oh ini teh suami neng? Kirain teh siapa da biasanya bareng si Al” ucap penjual nasi goreng

“jarang ketemu Al sekarang mah mang, da sama suami terus” ucap Lara sambil menepuk kursi sebelahnya untuk diduduki Beno.

“mas mau pesen juga?” tanya Lara, “boleh Ra, jangan terlalu pedes ya” jawab Beno dan Lara balas mengangguk

“mang yang biasa dua, satunya pedes sedikit we” ucap Lara, “oke siap neng, bentar ya a” ucap penjual itu

“kamu sering makan disini sama Al?” tanya Beno memecah keheningan, “sering, apalagi pas masih SMA, kayanya hampir setiap hari deh kalau sekarang udah jarang banget” cerita Lara antusias

“sekarang jarang?” tanya Beno lagi

“iya, karena dia sibuk di Bem juga terus saya juga sibuk sama tugas besar. Chatan juga sekarang jarang, paling ketemu di kantin atau masjid kampus” raut wajah Lara berubah sedih

“Ra, salah satu hal yang saya tahu dari menjadi dewasa itu teman semakin sedikit. Ya, semua sibuk dengan tugas, pekerjaan, keluarganya masing-masing kan? Tapi ya memang sudah seharusnya, jadi wajar saja kalau kita kadang sendirian. Dulu saya diumur yang sama kaya kamu, temen pada hilang padahal saya lagi butuh buat cerita karena ditinggal ibu. Salah memang berharap kepada manusia,  paling bener tuh gausah berekspetasi apa-apa walaupun temen yang udah deket bertahun-tahun. Jadikan pelajaran ya Ra, jangan seperti saya” ucap Beno menatap Lara dengan senyum kelu

“hari ini banyak sisi baru dari mas yang baru saya lihat” ucap Lara dengan tatapan yang menenangkan, “ya saya juga seperti kamu, susah percaya sama orang lain. Tapi kan kamu istri saya, bukan orang lain” Beno diam sejenak lalu menarik napas pelan.

“saya pikir, saya harus terbuka dahulu ke kamu agar kamu percaya sama saya dan menurut saya it’s worked, right?” tanya Beno meminta kepastian dan Lara mengangguk, “it’s worked” ucap Lara sambil mengusap puncak kepala Beno

Lalu pesanan nasi goreng mereka pun datang dan mereka fokus untuk menghabiskan midnight snack itu.

Saat perjalanan pulang, Beno tiba-tiba saja menggandeng tangan Lara.

“ga ada orang, jadi saya boleh gandeng kan?” tanya Beno tanpa menoleh ke arah Lara

“Tapi kan udah digandeng” ucap Lara lalu Beno terkekeh

“saya rasa ya Ra, saya ga akan sulit untuk jatuh cinta sama kamu” ucap Beno membuat Lara terdiam sehingga Beno ikut terdiam

“kenapa?” tanya Lara

“Ya kenapa ya, memangnya jatuh cinta butuh alasan?” tanya Beno sambil menarik Lara untuk kembali berjalan

“Butuh mas, karena saya juga suka dia ada alasannya” jawab Lara

“dia? Oke, dan alasannya?” Beno menuntut penjelasan, “karena dia baik, perhatian, romantis, ganteng” jelas Lara

“oke saya mengerti. Saya beri kamu pilihan, diantara saya dan dia mana yang berkemungkinan untuk menikah dengan kamu, diluar perjodohan kita ya”

“Ehm... kalau itu, mas Beno” Lara terdiam sebentar, “saya ga yakin dia bakal mau menikah sama saya, karena saya aja gatau status kita sekarang itu apa”

“kalau gitu alasan-alasan tadi yang buat kamu suka dia itu ga berarti?” tanya Beno, “ya..” jawab Lara pelan

“biar saya simpulkan, jatuh cinta itu ga perlu alasan karena alasan-alasan itu menjadi tidak berarti jika tidak ada kepastian. Nah kalaupun diantara kalian-kamu dan dia punya alasan-alasan itu tapi ga ada kepastian, berarti salah satu dari kalian tidak balik cinta” ucap Beno dan Lara seperti akan berbicara namun diurungkan.

“dapat dipastikan Ra, itu siapa diantara kalian” sambung Beno dan Lara terdiam sampai keesokkan harinya.

●●●

Lara dan Beno berangkat bersama menggunakan mobil kakek, karena mobil Beno ditinggal di rumah mereka. Karena percakapan tadi malam, Lara menjadi pendiam, mungkin ia memikirkan bahwa mungkin saja yang dikatakan Beno benar atau Beno sengaja saja agar Lara menjauh dari ‘dia’ yang adalah Rey. Setibanya di kampus, Lara langsung keluar mobil tanpa mencium punggung tangan Beno seperti yang biasa dilakukan. Beno mengerti bahwa Lara sedang menciptakan jarak antara nya, karena kemarin mereka sudah semakin dekat dan Lara mulai bingung dengan perasaannya.

“oh itu dia..” ucap Beno ketika melihat Lara yang sedang berjalan tiba-tiba seorang lelaki menggandengnya dan dapat dipastikan bahwa itu bukan Al karena ia membawa buku bacaan tebal khas fakultas kedokteran.

“butuh waktu yang lama untuk Lara jatuh cinta dengan saya” gumam Beno sambil melajukan mobilnya keluar dari area kampus Lara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status