"Sudah makannya?" Tanya Beno tanpa menengok ke arah Lara
"Sudah, kenapa mas?" Tanya Lara balik namun Beno malah mengacuhkannya dan pergi menuju kamarnya.
"Dih, gajelas banget" ketus Lara
Keesokkan paginya, rumah terasa sangat sepi ketika Lara keluar dari kamarnya dan bersiap untuk berangkat ke kampus.
"Mas?" Panggil Lara di depan pintu kamar Beno dan tidak mendapat jawaban dari suaminya itu
Lalu dilihatnya ke garasi dan keberadaan mobil Beno yang sudah tidak ada.
"Sialan, ditinggalin nih maksudnya? Yang nyuruh berangkat bareng tuh kan dia ya, emang ga jelas banget tuh om om" kesal Lara sambil menekan ponselnya untuk memesan ojek online.
●●●
"Kenapa lo? Kusut banget tuh muka" tanya Al ketika Lara baru menempati kursi di sampingnya.
"Kesel aja dari malem sama tuh orang" jawab Lara
"Hah siapa? Oh gue tahu, si Reyhan itu kan?"
"Bukanlah, gue mana bisa kesel sama dia"
"Lah terus siapa? Cowo yang mana?"
"Yang mana lagi? Mas Beno lah"
"Oh kakak lo itu?"
"Kakak? Mas Beno?" Tanya ulang Lara
"Iya, mas Beno...kakak lo, kan?" Jawab Al ragu
"Ya.. gitu"
"Lo kenapa sih ga jelas banget kek cewe" kesal Al
"Gue emang cewe" jawab dingin Lara
"Balik sama gue kan La?" Tanya Al
"Gue mau jalan sama Rey abis ngampus"
"Pacaran ga sih? Kok lo ga cerita"
"Ga pacaran"
"Terus apa anjir, fwb?"
"Gue jahit tuh mulut, sembarangan banget. Ya tanpa status tau ga sih? Tapi saling sayang tapi ga pacaran
"Kenapa ga pacaran aja sih?"
"Rey gamau berkomitmen, gatau kenapa setiap gue tanya selalu ga jawab"
"Terus lo mau terus terusan kaya gini? Ga jelas banget hubungannya. Kalo dia tiba tiba sama yang lain gimana lo? Bisa marah ga lo?"
"Ya gue maunya juga ada status, tapi gue juga gabisa maksa Al. Gue gamau kehilangan dia"
"Bucin boleh, bego jangan"
Dosen pun memasuki kelas dan perkuliahan pun dimulai. Sepanjang jam perkuliahan, Lara terus memikirkan perkataan Al tadi, bahwa suatu hubungan memang harus jelas. Komitmen itu bukan hal yang bisa diabaikan. Selama ini, sudah 3 tahun ini Lara dekat dengan Reyhan tak pernah ada kejelasan dari hubungan mereka. Lara yang tak mau meminta kejelasan atau Reyhan yang memang tak ingin memperjelas. Lara terlalu takut kehilangan orang yang selama ini bersamanya, sudah tahu Lara seperti apa. Memulai lagi bersana Beno tentu memakan banyak waktu dan tenaga kembali, namun untuk apa juga Lara meminta kejelasan sedangkan dia sebenarnya tak bisa memberikan komitmen kepada Rey saat ini. Pernikahannya dengan Beno membuat Lara ragu untuk meminta kejelasan yang bahkan dia saja tak bisa memberi itu.
"Hari ini kita mau kemana?" Tanya Lara saat dibonceng Rey dengan motornya
"Kemana ya? Ke tempat yang kamu suka" jawab Rey
"Selama ada kamu, pasti aku suka"
Reyhan membawa Lara ke sebuah perkebunan teh dengan pemandangan kota yang diselimuti kabut yang cukup tebal.
"Pake" ucap Rey kepada Lara sambil menyampirkan jaket yang dipakainya tadi
"Terus kamu gimana?" Tanya Lara
"Gini aja udah anget kok" jawab Rey sambil menggenggam tangan Lara
Keduanya menikmati pemandangan itu dengan pikiran masing masing yang menyelimuti.
"Rey, aku mau tanya sesuatu" ucap Lara memecah keheningan
"Kenapa La?" Tanya Rey sambil merapihkan anak rambut Lara
"Kita itu... apa?" Tanya Lara hati hati
"Manusia, sudah jelas kan?" Jawab Rey
"Bukan itu, hubungan kita Rey"
"Memang harusnya apa La?"
"Menurut kamu yang kita lakuin itu hubungan kaya apa?" Tanya balik Lara
"Aku nyaman sama kita kaya gini La"
"Kita sebagai teman maksud kamu?"
"Kalau kamu kira seperti itu La"
"Ya, aku kira kita cuman teman Rey. But, this is not how you treat your friend"
"Kamu mau kita bagaimana La?" Tanya Rey sambil memegang kedua tangan Lara dan menatap Lara
"What do friends even mean to you? Semua perhatian kamu, semua pelukan kamu, semua genggaman kamu itu semua cuma sebagai teman Rey?"
"La, kamu tahu kita ga perlu status itu"
"Atau memang kamu gamau kalau sama aku kan?"
"Ga! Bukan itu. I love you La, you know that"
"Love as a friend, right? Aku mau pulang, kamu mau antar aku atau aku pulang sendiri?"
Reyhan terdiam
"Oke, kalau gitu aku pulang sendiri" ucap Lara sambil beranjak pergi.
"La tunggu, aku antar" susul Reyhan
Saat sampai di rumah hari sudah gelap dan pasti Beno sudah ada di rumah.
"Makasih buat hari ini" ucap Lara
"La, kalau kamu butuh bukti aku bisa kasih itu"
"Bukti untuk apa?"
"Bukti bahwa aku mencintaimu walau tanpa status"
"Dan itu apa?" Lalu Rey mendekatkan wajahnya ke wajah Lara seraya memegang tengkuk Lara dan wajah mereka pun hanya tersisa jarak 5 cm. Namun, Lara memundurkan dirinya.
"I can't, we are just friend right? Friend don't do this" ucap Lara lalu meninggalkan Rey dan memasuki rumahnya
●●●
"Assalammualaikum" ucap Lara sambil membuka pintu rumah. Dilihatnya di ruang tv terdapat Beno yang sedang menonton pertandingan sepak bola."Mas, assalammualaikum" ucap Lara lagi sambil berjalan ke arah Beno"Kalau salam tuh dijawab mas" ucap Lara lagi ketus"Waalaikumussalam" akhirnya Beno menjawabLara balik tak hiraukan Beno dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Beno yang mengetahui itu, tidak bergeming sedikit pun dan seperti menganggap tidak ada yang terjadi. Tak lama Lara kembali keluar kamar sambil membawa baju tidur dan handuknya untuk mandi. Beno pun melirik ke arah pintu kamar mandi yang baru ditutup itu. Merasa ada keanehan yaitu kebiasaan Lara mandi malam dengan air dingin. Namun, Beno hanya menggidikan bahunya acuh. Mau sakit atau tidak bukan urusannya bukan? Setidaknya itu yang Lara katakan kemarin.ceklekKeluarlah Lara dengan pakaian tidurnya dan juga rambutnya yang masih basah. Beno semakin merasa aneh,
Pikiran Beno seharian ini tertuju kepada Lara. Sepertinya Lara sedang banyak pikiran dan perbuatan membisu Beno kemarin seperti menabur garam di atas luka. Pantas saja kemarin Lara berteriak keras di dalam kamarnya. Beno berencana untuk meminta maaf karena telah menambah beban pikiran Lara kemarin dan bersikap kekanak-kanakan dengan tidak berbicara dengannya. Silent treatment solve no problem, it only makes worst. Mendiamkan adalah cara yang menyakitkan. “Ara suka bunga tidak ya?” gumam Beno di tengah perjalanan pulang. Mau suka atau tidak Lara dengan bunga, Beno sudah membelikannnya sebucket bunga tulip kuning juga sekotak cokelat. Tokk-tokk-tokk Beno mengetuk pintu rumah yang biasanya ketika ia pulang, langsung masuk saja tanpa harus menunggu Lara membukakan pintu. Ceklek “surprise!” ucap Beno sambil memegang Bunga tulip itu di depan dadanya. Hatchi!!!!!
“Aku antar ke kelas ya” ucap Rey setelah menggandeng tangan Lara, Lara pun terdiam karena bingung harus bereaksi apa. “Are you okay?” tanya Rey, “hem.. gapapa kok, nanti sore bisa antar aku pulang?” tanya Lara mengalihkan perhatian Rey, “bisa dong, sekalian aku ajak kamu ke café baru, kamu pasti suka sama tempatnya” ucap Rey antusias dan Lara hanya bereaksi tersenyum Perkuliahann Lara berjalan seperti biasanya, hanya saja saat diakhir perkuliahan, wali dosennya memanggil untuk ke ruangannya. Tokk – tokk – tokk “Silahkan masuk” ucap wali dosen Lara dari dalam ruangan “bapa panggil saya?” tanya Lara sopan, “ya Lara, minggu lalu kamu mengirim aplikasi untuk pertukaran pelajar ke Singapura kan?” tanya wali dosen yang akrab dipanggil Pak Indra “iya pak betul” jawab Lara gugup dan berharap bahwa akan mendapat kabar baik, “begini, saya baru dapat kabar tadi pagi bahwa sayangnya aplikasi kamu ditolak, karena syarat yang tida
Beno dan Lara di tengah perjalanan mengantarkan Lara ke kampus. Lara berpakaian rapih dengan kemeja khas himpunan mesin yang tertulis nama Lara di atas dada bagian kiri juga nama universitas dan jurusan di bagian belakang sedangkan Beno berpakaian seperti biasa dengan kemaja juga dasinya itu. “Tumben Ra, rapih banget” ucap Beno, “hari ini ada mau rapat himpunan jadi harus rapih mas” jawab Lara dan Beno pun ber-Oh ria. “Kayanya saya pulang larut atau ga pulang sama sekali mas” “Kenapa?” Tanya Beno kaget mendengar Lara berencana untuk tidak pulang “Saya mau ngerjain tugas besar soalnya deadline udah deket, kalau pun beres, malem banget saya ga berani pulang sendirian” jelas Lara, “nanti saya jemput, kamu kirim saja lokasinya” tawar Beno, “masalahnya saya tuh takut pas keluar lab nya, soalnya kampus saya tuh angger banget kalau malem” jelas Lara, “ya pokonya kamu mau pulang jam berapa pun saya jemput, tidak boleh menginap” tegas Beno sambil menepikan mob
Sudah 3 hari berturut-turut Lara mengerjakan tugas besarnya, akhirnya pada hari jum’at waktunya Lara untuk mengumpulkan proposalnya. Saat Lara akan mengambil produk dari tugas besarnya itu di lab pengelasan, seorang lelaki berkacamata yang mungkin seumuran dengan Beno datang menghampiri Lara dengan membawa sebuah jilid kertas. “Saya asdos dari Pa Aris, ini proposal tugas besar kamu dan beliau menyuruh agar tidak perlu membawa bendanya ke ruangannya” jelas pria itu “Kenapa pak memangnya?” Tanya Lara sambil mengambil proposalnya itu “Untuk lebih jelasnya baca saja tulisan tangan beliau yang ada disitu” ucap pria itu lalu pergi meninggalkan Lara sendirian di lab Pengelasan. Lara langsung membaca tulisan pulpen merah yang cukup banyak tertulis pada proposalnya itu. Dapat simpulkan bahwa, tugas besar Lara tidak diterima dan jika masih ingin mendapat nilai, diberi satu hari untuk menuntaskannya, yang mana itu sangat tidak mungkin untuk dilakukan karena sebe
Perjalanan yang ditempuh cukup jauh sehingga Lara tertidur di dalam mobil. Mereka menyusuri jalanan yang di sisi kanan dan kirinya terdapat perkebunan teh dan juga kabut yang lumayan tebal karena hujan yang baru saja berhenti. Matahari mulai bergerak untuk tenggelam dan udara semakin terasa dingin. Beno memarkirkan mobilnya lalu keluar dan meninggalkan Lara yang masih tertidur. Terasa getaran saat Beno menutup pintu mobil membuat Lara terbangun dan terdiam sebentar untuk mengumpulkan kesadarannya kemudian keluar mobil karena melihat Beno tengah berdiri tak jauh di depan mobil. “mas, kita dimana?” tanya Lara sambil mendatangi Beno, “saya gatau tepatnya dimana, saya ga pernah mau cari tahu, yang pasti tempat ini dari dulu jadi tempat saya melarikan diri Ra” jelas Beno “dari apa?” tanya Lara “apapun” jawab Beno “terus kenapa ajak saya kesini?” tanya Lara, “karena.. kamu satu-satunya orang yang ingin saya bawa pergi—melarikan diri maksudnya, saya paham be
PlakkkBeno ditampar keras oleh kakek di depan ruang ICU yang di dalamnya terdapat Lara yang sedang ditangani oleh dokter.“Ga becus! Salah saya nikahkan kamu dengan cucu saya!” Ucap kakek lalu terduduk di salah satu kursi di depan ruangan itu dan Beno hanya mampu tertunduk karena memang ia merasa tidak benar menjaga LaraTak jauh di sana terdapat Al yang menyembunyikan diri di balik tembok tak sengaja mendengar ucapan kakek tadi.Cukup lama Lara berada di dalam ICU, membuat Beno, kakek dan Al semakin khawatir dengan keadaannya. Dokter pun keluar dari ruangan itu dengan pakaian yang dominan hijau itu.“Bagaimana dok?” tanya kakek sambil berdiri begitu pula Beno dan Al menunjukkan dirinya“Tidak ada luka yang serius, hanya saja patah tulang hidung, sayatan pada dahi dan beberapa memar pada kaki” ucap dokter dan mereka bertiga pun serentak membuang napas lega“kalau begitu, saya pindahkan ke ruang perawatan&r
Beno membuka pintu rumah dan tampak Lara juga Al yang melangkah memasuki rumah Lara dan Beno itu.“Saya buatkan minum dulu ya” ucap Beno lalu pergi ke arah dapur membuatkan minum untuk Lara yang baru kembali dan Al yang baru pertama kali datang.“Kamar kalian dimana?” Tanya Al pelan“Itu kamar gue—” tunjuk Lara ke pintu yang dekat dengan ruang tamu, “itu kamar mas Beno” tunjuk Lara ke pintu dekat dapur yang terlihat dari arah ruang tamu“Ga sekamar?” Tanya Al, “enggalah” jawab Lara tegas“Loh bentar, kalau ga sekamar berarti ga pernah—” ucap Al terpotong, “enggalah!” ucap Lara emosi, “terus kalian udah ngapain aja?” tanya Al penasaran“ya… pegangan tangan, dicium—” ucap Lara terpotong, “bibir?!” tanya Al semangat, “dahi doang” jawab Lara lalu Al membuang napas dan menurunkan bahunya