Share

bab 2 masalalu

"Bagaimana Gus?" nur bertanya dengan gelisah. Sedari tadi dia mencoba membuka pintu, tapi tetap saja tak bisa. Meski berpuluhan kali pun hasil nya akan tetap sama, tak terbuka. Sedangkan gagang pintu tergeletak begitu saja di lantai.menandakan diri nya sudah tak layak mengabdi pada tuan nya.

"Rusak Gus, pintunya."

"Dobrak saja!"

"Sudah, tetap tidak bisa, Gus!."

Dari dalam Gus Naufal menjambaki rambut nya, mengerang frustasi. Udara dingin dari balik celah ventilasi kamar mandi membuat tubuh Gus Naufal menjadi tak karuan rasanya.hawa dingin menjalar ke seluruh tubuh membuat Gus Naufal sedikit menggigil.

"Kamu coba dobrak!" Titah Naufal .

nur mengangguk, berusaha lebih keras lagi untuk mendorong. Tapi sia sia belaka.

"Tunggu, saya Carikan Gus adnan dulu."

Kesunyian menggiring langkah cepat nur menuruni anak tangga menuju ke ruangan depan, dimana lelaki yang pernah mencuri tidur tenang nya selama sekian purnama biasa nya berada untuk menghabiskan sisa subuh dengan menekuri lembar demi lembar kitab kuning di sana.

"Gus..."

Lelaki yang bernama adnan itu seketika berpaling ke arah asal suara, diam menatap tanpa berkedip sedetik pun, dan seharusnya nur segera menunduk untuk menghindari tatapan lelaki yang kini telah menjadi adik ipar nya. Namun, nur belum mampu mengalihkan pandangan nya yang terpaku pada pria yang berwajah tampan itu, yang dahulu ia pernah meminta ke ikhlasan nya melepas diri nur menikahi lelaki lain.

Udara dingin yang berhembus melalui pintu utama yang terbuka, mampu membawa ingatan nur pada senyuman itu, membuat semua tulang tulang kaki nur lemas, tak berdaya. Meski dia berusaha melupakan senyuman itu dengan sikap dingin lelaki lain. Tapi tetap saja, senyuman milik lelaki pertama yang hanya bisa menari nari di pelupuk mata nya. Meski bayangan itu tak sekuat dahulu.

Pada detik di mana teriakan dari kamar atas lebih kencang, nur menyadari akan tujuan nya. Menghampiri lelaki di masa lalu nya.

"Gus, tolong! Gus Naufal ke kunci di kamar mandi!"

Gus adnan segera berdiri, berlalu dari nur dengan wajah gusar.

"Kok bisa kenapa, nur?"

Bahkan hanya dengan panggilan sebuah nama saja, nur masih merasakan getaran halus itu. Getaran yang sering ia rasa dulu, ketika dia di panggil untuk menyiapkan makan siang keluarga kyai nya.

"nur, makan siang nya sudah siap?"

Atau...

"Piring dan sendok belum ada nur!"

Kini di saat saat genting sekalipun, getaran halus itu masih tersisa. Masih dengan rasa yang sama meski tak sekuat seperti dahulu kala.

"Gagang pintu nya rusak, Gus!" nur, menjawab dengan halus seperti biasa nya.

adnansegera melasak ke dalam kamar nur yang memang sama sekali tak terkunci. Suara dari dalam kamar mandi semakin lemah.

"Tolong!"

"Mas, ini Khoirul!"

Gus Naufal dari dalam seakan malaikat penyelamat telah mendatangi nya.

"Minggir dari sana! Biar adnandobrak!"

adnan membentur bentur kan tubuh nya ke pintu, berulang kali pula ia menambahkan dorongan kuat agar pintu lekas terbuka.

nur, menanti dengan harap harap cemas tak jauh di belakang Gus Khoirul.

"Alhamdulillah" spontanitas nur kala pintu kamar mandi terkuak. Tampak lah Gus Naufal yang terduduk lemas di atas lantai.

"Astaghfirullah" nur segera menghampiri suami nya dengan segala berusaha mengangkat tubuh lelaki itu. Naluri manusia nya jauh lebih kuat di banding kan rasa cinta sendiri.

"Pelan pelan Gus!" Ujar nur sembari berusaha memapah tubuh suaminya yang memang masih belum pulih benar.

Gus adnanmengalih kan pandangan nya, dia tak mampu melihat pemandangan yang membuat hatinya tersayat sayat sembilu.

Bukan karena ia membenci nur dan kakak nya sendiri, melainkan ia membenci diri nya sendiri. Mengapa ia blm bisa melupakan nur, mengapa dahulu bukan ia saja yang menikah dengan nur, mengapa dia harus terlambat berbicara kepada umi nya tentang perasaan cinta nya kepada seorang santriwati abdi ndalem bernama nur mahzuniatus Salamah, mengapa dan mengapa dengan inti pertanyaan yang sama terus bergelayut dalam pikiran Khoirul.

Hingga ujung mata nya menatap sesuatu yang tak wajar di atas sajadah, dekat kasur dimana nur membaring kan tubuh suami nya.

"Zahra?" Tanya Gus adnandi dalam hati.

Kemudian tatapan nya kembali ke arah gadis yang malang itu. Gus adnanpun ikut merasakan sakit hati nya melihat foto Zahra tergeletak di atas sajadah kakak nya itu. Dia tahu persis, bila itu sajadah kesayangan kakak lelaki nya. Tak mungkin pula foto itu tergeletak begitu saja di atas sajadah secara rapi, bila tak ada tangan yang menginginkan hal itu.

"Harusnya dia lebih bisa menjaga perasaan, nur." Lirih Gus adnan nyaris tanpa suara

"Saya ambil kan sarung dan baju baru nya Gus, nanti njenengan bisa ganti di dalam. Tak perlu di kunci, biar saya saja yang keluar kamar." nur berkata cepat tanpa ia sadar bahwa Gus adnan masih di ruangan yang sama dengan diri nya.

Gus adnan merasa sedikit curiga dengan gelagat aneh dari nur usai berkata demi kian. Naufal yang menyadari letak kesalahan istrinya, segera menyuruh nur mendekat.

"Sudah, di sini saja temani aku. Aku butuh nya cuman kamu aja sekarang!" Titah Naufal dengan di jawab anggukan oleh nur.

"Saya keluar dulu mas! Saya suruh kang Kholid betul kan pintu itu!" Ucap Gus adnan akhirnya karena tak enak.

"Terimakasih nan. Terima kasih banyak, Ya. Kalo nggak ada kamu, pasti mas mu ini seharian kekurung.

adnanpun berusaha tersenyum, meski di dalam hati nya merasakan perih tiada Terkira. "Pintu kenapa bisa rusak, mas? Apa habis tarik ulur gagang pintu?" Ujar adnan melempar canda.

"Nggak ada lah, rul. Mungkin itu mbak ipar mu terlalu kencang buka pintu nya kemarin kemarin, atau mungkin sudah takdir nya gagang pintu rusak!" Naufal berbicara secara menatap nur dengan senyuman manis nya. Ingin memperlihatkan keharmonisan mereka berdua.

nur pun membalas senyuman itu, lalu buru buru kembali menunduk.

"Ya sudah, adnankeluar dulu mas, assalamualaikum."

"Wa'alaikummussalam warahmatullah," jawab nur dan Mubarok hampir bersamaan.

Usai kepergian Gus Khoirul, nur bergegas menyiap kan air hangat, mengganti keset lama dengan keset baru dan mengambil kan baju bersih Gus Naufal . Tapi, tetap saja Naufal tak bergeming atau berucap terima kasih. Justru dia asik berselancar di dunia maya.

"Sudah, Gus." Ucap nur tanpa berani menatap suami nya. Dia masih sama seperti nur yang dahulu, gadis yang sekian tahun mengabdi pada keluarga pesantren tanpa berani mengangkat pandangan.

Suara deru mobil terdengar memasuki halaman rumah. Membuat Gus Naufal menghentikan langkahnya.

"Siapa yang bertamu sepagi ini?"

"Maaf, Gus. Saya juga Ndak tahu! Barangkali itu Bu nyai!" Jawab nur sopan.

"Ah, mana mungkin. Umik pulang nya besok"

Gus Naufal mendekati nur dengan langkah santai. Badan nya masih terasa lemas efek dari pola hidup nya yang kacau Minggu Minggu ini. Biasanya, bila Zahra ada di dekat Gus Naufal , dia akan menjadi wanita cerewet yang mengingatkan suami nya tentang pola hidup sehat.

"Andai saja Zahra ada di sini! Pasti aku tak akan jatuh sakit seperti ini," lirih Gus Naufal namun, masih bisa di dengar oleh nur.

nur semakin menunduk, merasai ada yang sakit di dalan dasar hatinya. Pun tak terasa air mata yang berusaha ia tahan kembali, akhirnya menetes secara perlahan, melalui pipi mulus nya. nur tak mengerti kenapa hidup nya selalu berteman dengan air mata, mulai jadi yatim piatu, hidup serba kekurangan di panti, terpisah dengan saudara kembar nya hingga akhirnya dia memilih menetap di pesantren saja. Hanya dengan mengaji dan membayang kan Gus Khoirul, nur merasa tenang dan tentram, seolah dia sendiri sedang berada di taman surga yang tiada kesedihan di dalam nya.

"Kamu bisa keluar kamar sekarang!" Suara dari Gus Naufal membuat nur bergegas membuang wajah nya, guna menutupi air mata yang semakin deras. nur sendiri bingung, mengapa dia sangat sangat sakit bila tak di pedulikan oleh Gus Naufal . nur seolah di ombang ambingkan oleh perasaan nya sendiri. Tak ia pungkiri, hidup sebulan lebih bersama dengan Gus Naufal dalam satu kamar., Membuat nya terkadang bahagia, namun tak jarang dia merasa nelangsa.

nur keluar kamar tanpa berkata apapun. Segera ia menghapus air mata tepat di depan pintu dengan ujung jilbab nya.

"nur, ada apa dengan mu? kenapa kau menangis?" Suara dari belakang membuat detak jantung nur berdetak hebat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status