Share

(un) Conditional Marriage
(un) Conditional Marriage
Author: shimizudani

Ciuman Kurang Ajar

"Aku tidak tertarik untuk menikah, apalagi dengan cara seperti ini. Maafkan ayahku sudah membuang waktumu dengan gagasan tentang perjodohan kita."

Kalimat singkat penuh penolakan itu mengalun indah dari bibir Kate. Wanita itu bahkan tak perlu repot-repot mendudukkan diri di hadapan lawan bicaranya karena untaian kata tersebut keluar begitu saja sesaat setelah kakinya berhenti di depan sang pria yang hendak berdiri untuk menyambut kedatangannya. Kini, pria di hadapannya hanya terdiam dengan ekspresi yang kentara sekali menunjukkan kebingungannya.

"Maksudmu, kamu menolak perjodohan ini?" tanya pria itu usai detik-detik keheningan yang singkat mengembalikan kesadarannya.

"Tentu saja," jawab Kate tegas. Kedua sorot matanya memperlihatkan tekad serupa. Tajam, tegas, dan tak tergoyahkan. "Dan kurasa, makan malam ini sudah nggak ada artinya lagi. Begitu pula dengan keberadaanku di sini. Jadi, aku permisi." Tak ada basa-basi dalam lanjutan kalimatnya.

Dia mulai melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu. Dalam benaknya, Kate harus pergi sesegera mungkin. Secepat dia mengutarakan penolakannya, secepat itu pula dia harus pergi dari sana. Dia tak mau menunggu lebih lama dan berakhir membuang waktunya dengan mendengarkan rengekan mereka yang telah dia pecundangi.

Kate tidak lagi menoleh dan terus mengayunkan kakinya ke depan. Memang seperti itulah dirinya. Tak ada kesempatan kedua pada lembaran yang telah dia tutup. Kisah itu sudah berakhir untuk selamanya.

"Menolak perjodohan lagi, huh?"

Pertanyaan itu seketika menghentikan langkah Kate dan membuatnya diam di tempat. Oh, dia jelas mengenal siapa orang itu. Suara berat miliknya terlalu familier untuk Kate. Terlebih, hanya orang itu satu-satunya yang berani mengejek tindakannya secara terang-terangan. Dan saat dia menengok ke belakang, ternyata benar dugaannya. Liam di sana, tengah duduk sembari menyuapkan potongan steak ke dalam mulutnya.

"Bukan urusanmu," jawab Kate ketus. Dia menggerutu dalam hati. Dari semua tempat, kenapa lelaki itu harus makan malam di sini?

"Ini sudah yang ke-" Liam menghentikan sejenak kegiatan mengambil gelas wine-nya "-sebelas kali, bukan? Kenapa kamu keras kepala sekali?"

"Sudah kubilang bukan urusanmu." Kate mendesis tajam. Dia melemparkan tatapan sinisnya pada pria yang, rupanya, tak sedang melihat ke arahnya. Mata lelaki itu terpejam, sibuk menikmati anggur merahnya. "Sebaiknya kamu urus saja wanita yang sedang bersamamu," ujarnya usai mendapati Liam tidak sendiri di sana. Sebuah tas tangan--yang jelas-jelas milik wanita--tergeletak manis di kursi di seberang Liam, meski pemiliknya entah berada di mana.

"Aku nggak keberatan kalau kamu ingin bergabung. Makan malam bertiga... Kedengarannya cukup menyenangkan." Ajakan itu terlontar dengan nada santai seolah-olah makan malamnya dengan sang wanita pemilik tas tak berarti dan tak ubahnya seperti malam-malam lainnya. Tapi, memang begitulah adanya. Liam Ortiz tak akan kekurangan wanita untuk sekadar menemaninya menyantap makan malam.

"Jangan bercanda!" Kate menyerukan penolakannya. Tentu saja. Siapa yang mau menghabiskan waktu dengan don juan payah seperti dirinya? Kewarasannya jelas tak pernah menginginkannya.

Kate memutuskan untuk segera menjauh dari Liam. Lebih tepatnya, dia ingin menghilangkan lelaki itu dari pandangannya. Dan satu-satunya cara adalah dengan pergi dari tempat itu.

Namun, baru selangkah dia berjalan, sebuah tangan mencekalnya sehingga mau tak mau Kate berbalik dan kembali menatap urna biru milik lelaki itu.

"Lepaskan."

Liam berdecak. Dan bukannya menuruti ucapan Kate, dia justru beranjak dari kursinya dan mulai memotong jarak di antara mereka. "Sebaiknya kamu mulai mengubah sikapmu ini. Atau kamu benar-benar akan melajang selamanya." Dia berkomentar, masih dengan gaya santainya yang lama-kelamaan membuat Kate muak.

Kate mendengus sebal. Setengah bagian dari dirinya ingin menertawakan Liam dan ucapannya yang tak masuk akal. Bagaimana bisa playboy seperti dirinya menasihatinya dengan petuah tak penting yang harusnya berlaku untuk dirinya sendiri? Sungguh munafik. "Aku nggak butuh pria."

"Oh ya?" Tampak sekali keterkejutan itu sengaja dibuat-buat oleh Liam.

"Terutama pria-pria sepertimu," tandas Kate, sarat akan sindiran pada lawan bicaranya.

Tapi, tentu saja, Liam tidak terpengaruh. Dia justru terkekeh melihat kebencian dalam sorot mata Kate. "Aku tersanjung mendengarnya." Nada geli itu terselip dalam suaranya.

Itu bukan pujian! Demi Tuhan! Pria itu pasti tidak waras karena menganggap kebencian Kate lucu. "Kamu sudah gila." Sungguh, dia tak mengerti dan tak mau mengerti jalan pikiran Liam.

Liam kembali tertawa. Kali ini, dia membawa satu tangan Kate yang masih dalam genggamannya kemudian mendaratkan kecupan ringan di sana. "Kata orang, benci dan cinta itu bedanya sangat tipis."

See? Lelaki itu memang aneh, bukan? Bisa-bisanya di situasi begini, Liam melancarkan rayuan sia-sianya pada Kate. Rasanya, Liam butuh tamparan keras darinya supaya tersadar. Dia bukan wanita yang sanggup Liam taklukkan.

Kate berusaha menarik tangannya yang cukup erat Liam genggam. Tapi kemudian, sudut matanya menangkap pergerakan pria 'mantan calon suami'-nya tengah berjalan ke arah mereka. Seketika, kepanikan melanda Kate. Raut wajah sang pria jelas menunjukkan kekecewaan dan kekesalan, lengkap dengan protes yang siap diajukannya atas keputusan sepihak Kate.

Liam melihat itu. Dia menangkap pergerakan gelisah dari kedua bola mata Kate yang otomatis membuatnya mengikuti arah pandang wanita itu. Dia tersenyum setelah menyadari satu hal. Wanita itu ternyata bisa juga merasa takut.

Tanpa pikir panjang, Liam menarik dagu Kate dan dalam sekejap, bibirnya telah mendarat di atas bibir merah wanita itu.

Butuh waktu beberapa detik bagi otak Kate untuk memproses segalanya. Gerakan Liam terlalu tiba-tiba hingga dia bingung harus bereaksi apa. Terkejut atau...

Kate mendorong keras tubuh Liam hingga membuat tautan bibir mereka terpisah. Begitu pun dengan genggaman lelaki itu di tangannya.

"Apa yang kamu lakukan?!" Dia berusaha meredam teriakannya begitu teringat area publik tempatnya berada. Sialan memang Liam!

Liam menoleh sekilas pada pria yang sekarang telah mengubah haluannya dan tak lagi berminat menghampiri mereka. Tentu, semua itu akibat suguhan adegan darinya.

Dia mengangkat bahunya tak acuh. "Menyelamatkanmu," balasnya singkat.

Baiklah. Kate tahu pria yang sempat membuatnya gugup sudah pergi. Dan dia juga tahu semua itu berkat Liam. Tapi, haruskah dengan cara seperti itu? Dia sangat ingat memberikan penolakannya karena sama sekali tak berminat pada pernikahan--alasan sama yang selalu dia berikan pada pria-pria yang dijodohkan oleh ayahnya. Lalu, dia berciuman tepat setelah mengatakan hal tersebut? Pasti pria itu menganggap alasannya hanyalah bualan semata.

Kedua tangan Kate mengepal menahan kekesalannya. Ingin marah, tetapi sumber kekesalan Kate bahkan tak menunjukkan rasa bersalahnya. Lagi pula, keadaan sekeliling tak mendukung untuk berteriak kesetanan pada pria itu. Jadi, dia memutuskan untuk pergi—lagi.

Namun, lagi-lagi Liam mencegahnya. Dengan entengnya, dia berkata, "Pria itu baru saja pergi. Kamu masih bisa menemuinya kalau pergi dari sini sekarang."

Dan Kate pun terpaksa balik badan dan mengurungkan niatnya. Jika harus memilih antara Liam atau pria itu, maka berada lebih lama di restoran ini adalah jawabannya. Tentu, dengan mengambil tempat duduk yang berjarak cukup jauh dari Liam.

Liam tersenyum geli melihat perubahan sikap Kate. Wanita dengan harga diri selangitnya itu seperti tak lagi mengenakan topeng angkuhnya. Kate yang gugup dan takut. Baru sekali ini dia melihatnya.

Dia tak sanggup lagi menahan tawanya. Liam terbahak lumayan keras, yang kembali menyedot perhatian pengunjung restoran yang memang sudah terarah padanya sejak adegan ciuman mereka tadi. Drama kecil yang membuat malamnya terasa berbeda dan menyenangkan.

Pasangan makan malam Liam pun akhirnya muncul, persis setelah ketenangan kembali menguasai. Dan perempuan itu tak lain adalah sekretaris Liam. Dasar perayu ulung!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status