Mag-log inอดีตอันเจ็บปวดและผิดหวังเปลี่ยนอดีตนักมวยอย่าง โคเลสนิก รอชนีเชนโก ซึ่งผันตัวเองมาเป็นโปรโมเตอร์มวยอันดับหนึ่งของอเมริกากลายเป็นคนหยิ่งทะนงและเลือดเย็น เขารอคอยเวลาที่จะแก้แค้นเอาคืนกระทั่งวันหนึ่งที่ลูกสาวของคนที่เคยทำให้ชีวิตของพังพินาศก้าวเข้ามา...แทมมี่ หรือ ทิพชยา ไนต์ ไม่เคยรู้ว่าเกิดอะไรขึ้นเมื่อสองปีที่แล้วกับคนที่เธอเคยแอบรัก สุดท้ายเธอเองต้องกลายเป็นเบี้ยเดินเกมบนกระดานแห่งความพยาบาทอย่างไม่อาจเลี่ยง มาเป็นกำลังใจให้ความรักของเขาและเธอในนิยายแก้แค้นแสนหวานเรื่องนี้กันนะคะ
view more"Ugh!" Suara lenguhan panjang terdengar memenuhi ruang kamar saat Andi menyelesaikan permainannya.
"Enak," ucap Andi, merasakan nikmat yang tiada tara. Namun berbeda dengan Febby yang tidak merasakan klimaks sama sekali. Wajahnya menyiratkan kekecewaan mendalam. "Sudah keluar Mas? Kok cepet banget, ngga sampai satu menit. Perasaan baru masuk." Febby mengeluh sambil menghela napas panjang. Sudah sering dia mengatakan kalau dia tidak pernah puas dengan permainan suaminya. Dia juga tidak pernah merasa ada yang keluar dari bagian inti tubuh, yang menandakan dia belum mencapai puncak. Namun Andi seolah masa bodo. Yang penting nafsunya tersalurkan. "Aku lelah. Tadi itu aku udah berusaha untuk lama, tapi malah keluarnya cepet." Selesai melampiaskan hasrat, Andi berbaring di sebelah istrinya tanpa merasa bersalah sama sekali. Raut kesal dan kecewa terlihat jelas di wajah Febby, yang selama dua tahun menjadi istri sah Andi. Selama dua tahun itu dia tidak pernah merasakan klimaks saat berhubungan dengan suaminya. Kenikmatan hanya dirasakan oleh Andi, bahkan Andi tidak pernah membuatnya nyaman di atas ranjang. Andi juga kurang perhatian, hanya memikirkan diri sendiri. Pernikahan dua tahun terasa semakin hambar bagi Febby. Namun tidak ada yang bisa dilakukan. Toh Febby yang memilih laki-laki itu menjadi suaminya dan mereka sedang menjalani program kehamilan. Ya, Andi dan Febby sudah didesak oleh kedua orang tua mereka agar secepatnya memiliki anak, tetapi sampai detik ini tidak ada tanda-tanda Febby mengandung buah cinta mereka. "Kamu mau langsung tidur Mas?" tanya Febby pada suaminya yang baru saja pulang kerja dan meminta dilayani. Selesai dilayani, Andi berbaring di ranjang sambil memejamkan mata. "Iya, aku ngantuk. Kamu masak makan malam aja dulu. Kalau udah mateng semua, bangunin." Febby menghela napas panjang, turun dari ranjang lalu memakai pakaian satu per satu. Matanya melirik Andi yang terlelap, padahal baru saja kepala suaminya itu bersandar ke atas bantal. Tidak ada ucapan terima kasih. I love you. Atau gombalan yang keluar dari mulut Andi, membuat Febby merasa tidak dicintai sama sekali. "Mandi dulu dong Mas, masa langsung tidur." "Hem," sahut Andi datar. Selesai memakai pakaian, Febby melangkah mendekati pintu lalu keluar. Sedangkan Andi sudah jauh mengarungi mimpi. Langkah kaki Febby dihentikan oleh ibu mertua di ambang pintu dapur. Wanita paruh baya itu menatap wajah menantunya yang lesu sambil mengerutkan kening. "Kamu kenapa, Feb?" "Ngga apa-apa Bu," jawab Febby, pelan, melanjutkan langkah kakinya mendekati kulkas. Ratih mengikuti Febby ke dapur, membantu menantunya menyiapkan bahan makanan. Sejak kemarin wanita paruh baya itu menginap di rumah kontrakan dua kamar tersebut. Satu bangunan rumah yang baru dua bulan ditempati itu berada di komplek perumahan Melati. Rencananya Andi ingin mencicil rumah yang mereka tempati sekarang agar tidak bayar kontrakan lagi. "Suami kamu mana, Feb?" tanya Ratih. "Mas Andi tidur Bu. Katanya capek," jawab Febby seraya mengeluarkan bahan makanan dari dalam kulkas dua pintu. Beberapa jenis sayur dan ikan segar dia letakan di dekat wastafel untuk dibersihkan. "Kamu udah konsultasi lagi ke Dokter Kandungan?" tanya Ratih pada menantunya. "Udah Bu, katanya aku sama Mas Andi harus sering minum vitamin biar subur. Aku udah dikasih resep vitamin itu. Semoga aja ada kabar baik bulan depan." "Amin," ucap Ratih. "Selain berkonsultasi ke Dokter, kamu juga harus pergi ke Dukun beranak. Atau ke mana kek. Biar kamu cepet isi." "Udah Bu, tapi emang dasarnya belum dikasih aja. Kalau memang belum rejekinya, ya mau gimana lagi." "Kalau gitu, coba kamu konsultasi ke Dokter lain. Misalnya ke Dokter Dirga. Dia sepupunya Andi. Siapa tahu dia bisa bantu kalian. Kasih saran apa untuk membantu mempercepat kehamilan kamu." Febby terdiam. Sebenarnya sudah beberapa kali mereka gonta-ganti dokter, tetapi tidak ada perubahan sama sekali. Beberapa dokter juga menyarankan untuk memeriksa kesuburan satu sama lain, namun Andi selalu menolak dan mengatakan kalau dia sehat. Sementara, selama berhubungan Febby tidak pernah merasa puas. Bahkan durasinya hanya sebentar, tidak sampai tiga menit langsung crott. "Lebih baik kamu coba dulu saran Ibu," ucap Ratih yang selalu mendesak Febby agar cepat hamil. Andai kehamilan bisa dibeli, Febby akan membelinya agar bisa secepatnya memberi gelar ayah pada sang suami. "Kalau kamu ragu, mending komunikasikan dulu sama Andi. Biar kalian lebih yakin. Ibu sih percaya sama Dokter Dirga. Banyak kok pasien dia yang berhasil hamil." Febby menghela napas panjang. "Nanti aku coba bicarakan sama Mas Andi. Kalau dia mau, besok aku dan Mas Andi ke tempat praktek Dokter itu." Ratih tersenyum, "Nanti alamatnya Ibu kasih ke kamu. Kamu dan Andi langsung ke sana aja. Nanti Ibu bikin janji biar kalian ngga antri." "Iya Bu, makasih." Saat sedang berbincang, Andi datang mendekati kedua wanita di dapur. Pria yang memiliki tinggi 170cm itu duduk di depan meja makan dengan lesu. "Bikinin aku kopi," katanya memerintah Febby. "Tunggu sebentar Mas. Aku lagi masak." "Ck! Aku maunya sekarang!" Andi mengeraskan suaranya, membuat Febby terhenyak kaget. Ratih dan Febby saling tatap, Ibu mertuanya itu memutar bola mata meminta Febby menurut saja. "Biasa aja dong Mas, jangan marah begitu," sahut Febby kesal. "Kamu ini. Suami minta kopi malah nanti-nanti. Utamakan melayani suami dulu, baru yang lain! Gimana sih!" cecar Andi memarahi Febby. Ratih hanya diam, tak membela menantunya ataupun menasehati Andi. Baginya pemandangan seperti itu sudah biasa terjadi. Dia pun mengalami di rumah. "Sabar Mas." Terpaksa Febby menunda masakannya dan membuat kopi untuk Andi yang sudah tidak sabar. Dengan perasaan kesal, Febby meletakkan kopi hitam pesanan suaminya ke atas meja. "Mau apa lagi Mas? Sekalian aja, aku mau masak." Andi melotot, menatap istrinya seperti ingin menelan hidup-hidup. "Kamu ngga iklhas?" "Bukan ngga ikhlas Mas, aku kan cuma nanya sama kamu. Kamu mau apa lagi? Biar aku ambilin sekalian." "Ngga ada, aku cuma mau kopi." "Ya udah," sahut Febby pelan. Ia kembali melanjutkan memasak makan malam, meski perasaannya kesal. Sikap dingin Andi sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Tanpa alasan yang jelas, Andi tiba-tiba jadi kasar dan bahasanya tidak pernah lembut seperti dulu. Febby curiga suaminya memiliki wanita idaman lain di luar sana, namun ia tidak pernah mendapatkan bukti apapun perselingkuhan itu. Suasana hening. Di ruang dapur yang tidak luas itu hanya terdengar suara dentingan sendok dan panci. "Mumpung ada Andi di sini. Ibu ngomong aja langsung sama kalian berdua." Ratih membuka pembicaraan di ruang sunyi itu. Andi mendongak, "Ngomong apa Bu?" tanyanya datar. "Ibu mau ngasih saran, gimana kalau kamu dan Febby konsultasi aja ke Dokter Dirga. Sepupu kamu itu. Dia kan Dokter kandungan terkenal. Kebetulan dia buka praktek di Jakarta. Kalian bisa ke sana. Kalau kamu mau, nanti Ibu bikin janji sama dia. Biar kalian ngga antri panjang. Maklum, pasien dia kan banyak." Andi manggut-manggut. "Oke, aku setuju. Aku dan Febby akan ke sana." Ratih tersenyum. Ia tatap menantunya yang tengah sibuk mengaduk sayur di dalam panci. "Kamu dengar kan. Suami kamu setuju. Kamu juga setuju kan?" tanya Ratih pada menantunya itu. "Iya Bu, aku setuju," jawab Febby.ทิพชยาไม่รอช้า หญิงสาวรีบเดินตามชายร่างสูงใหญ่ไปยังลิฟท์ซึ่งพาเธอไปยังชั้นบนสุดของโรงแรม จู่ ๆ ความประหม่าก็เข้าจู่โจมความรู้สึกของหญิงสาว เธอคิดว่าเตรียมตัวมาอย่างดีแล้วแต่ความตื่นเต้นก็เกือบจะทำลายทุกอย่างเมื่อหญิงสาวก้าวตามชายผู้นั้นมาหยุดหน้าห้องพักของคนที่เธอตั้งใจมาพบ“เชิญคุณทิพชยาด้านในครับ ผมรายงานให้นายของผมทราบแล้วว่าคุณต้องการมาพบเขา”น้ำเสียงของเขาเนิบลง ชายร่างใหญ่อายุน่าจะอยู่ที่ราว ๆ สามสิบก้มศีรษะลงก่อนเปิดประตูให้ร่างบอบบางก้าวเข้าไปด้าน ทิพชยาตื่นเต้นจนแทบจะควบคุมตัวเองไม่ได้ แม้ความประหม่าจะแล่นพล่านขึ้นมาหากเธอก็ต้องควบคุมร่างกายไม่ให้สั่นหญิงสาวในชุดกระโปรงสีพาสเทลสืบเท้าในรองเท้าส้นแบนเข้าไปภายในห้องพักอันโอ่โถง การตกแต่งภายในนั้นเต็มไปด้วยงานศิลปะลานตาทั้งภาพวาดและเฟอร์นิเจอร์อันหรูหรา ทิพชยากวาดสายตาไปรอบ ๆ ก่อนที่เสียงทุ้มกังวานจะดังมาจากอีกฟากหนึ่งของห้องโถงใหญ่“สวัสดี...แทมมี่”ร่างเล็กหันไปตามเสียงนั้น ดวงตาคู่งามฉายประกายระยิบระยับเมื่อเห็นว่า ใคร ที่ยืนอยู่ที่ประตูทรงโค้ง ร่างสูงใหญ่ผึ่งผายและหล่อเหลาบาดจิตในชุดสูทสีน้ำเงิน เรือนผมสีน้ำตาลบรูเน็ตส่องปร
เพียงไม่กี่คำที่เธอเคยพูดคุยกับเขา หากแต่หญิงสาวก็เก็บเอาภาพของนักมวยหนุ่มรูปร่างกำยำล่ำสันและใบหน้าหล่อเหลาราวเทพบุตรไว้ในความทรงจำมาตลอดระยะเวลาสองปีเธอจินตนาการไปต่าง ๆ นานาว่าโคเลสนิกจะยังจดจำเธอได้ เขาอาจโกรธเคืองยาซาโน่ แต่เขาคงไม่ได้มีนิสัยเลวร้ายถึงขนาดที่จะโกรธเคืองใครก็ตามที่อยู่แวดล้อมบิดา“สวัสดี...คุณชื่ออะไรหรือคะ?”ภาพในความทรงจำตอนที่เธออยู่ในวัยสิบแปดขณะก้าวเข้าไปในค่ายมวยของบิดาครั้งแรกและพบกับบุรุษร่างสูงใหญ่เจ้าของเรือนผมสีน้ำตาล บรูเน็ตรับกับใบหน้าคร้ามเข้มคมคายผุดขึ้นในความทรงจำ“สวัสดี...ผม...เอ้อ...โคเลสนิก...เรียกผมว่าคีธก็ได้”“ฉันแทมมี่...เอ้อ...ฉันแค่อยากตามพ่อมาดูการฝึกซ้อมมวยค่ะ”“แทมมี่หรือ?...เอ้อ...ถ้าผมจะเรียกสั้น ๆ ว่าแทมได้มั้ย”แล้วภาพรอยยิ้มอันตรึงตราของบุรุษที่ไม่ค่อยเปิดปากคุยกับใครก็ผุดพรายขึ้นในมโนนึกของหญิงสาว ทิพชยาจดจำรอยกดลึกบนสองข้างแก้มของเขาได้ดี ใช่...โคเลสนิกมีลักยิ้มอันทรงเสน่ห์ซึ่งเธอไม่เคยลืมเลือน“ถึงแล้วครับ...คุณผู้หญิง”เสียงคนขับรถแท็กซี่ที่ดังขึ้นปลุกหญิงสาวร่างบอบบางขึ้นจากภวังค์ล่องลอย ทิพชยาหันไปมองนอกหน้าต่างรถซึ่งพาเธอม
“หนูจะทำอะไรได้ล่ะคะคุณพ่อ หนูไปลอนดอนเพื่อเรียนด้านการออกแบบ ไม่ได้ร่ำเรียนทางด้านการทำธุรกิจหรือคร่ำหวอดอยู่ในแวดวงหมัดมวยอย่างที่คุณพ่อทำอยู่ตอนนี้นะคะ”“ลูกช่วยพ่อได้...แทมมี่...พ่ออยากให้ลูกไปเจรจาให้คีธคืนนักมวยที่ไปอยู่ในสังกัดของเขา กลับมาอยู่กับเรา”ทิพชยาขมวดคิ้วและส่ายหน้า “เจรจาหรือคะคุณพ่อ?...แต่มันไม่ใช่เรื่องง่ายเลยนะคะ ในเมื่อคีธเคยโกรธคุณพ่อและที่สำคัญหนูก็ไม่เจอเขามานานเกือบสองปีแล้ว”“พ่อรู้ว่ามันอาจเป็นเรื่องยาก แต่พ่อแค่อยากให้ลูกเข้าไปขอความเห็นใจจากเขาก่อนที่ทุกอย่างในบริษัทของเราจะเหลือแค่ศูนย์ ตอนนี้เราแทบไม่มีนักมวยฝีมือดีอยู่ในสังกัด คีธดูดคนของเราไปหมด เขากำลังจะเอาทุกสิ่งทุกอย่างไปเป็นของเขา”“แต่ตอนนั้นเขาเป็นคนตัดสินใจเองนะคะ เขาตัดอนาคตตัวเองซึ่งมันก็ไม่ใช่ความผิดของคุณพ่อสักนิด”“พ่อถึงอยากให้ลูกไปพบเขา” ยาซาโน่เอนหลังพิงพนักเก้าอี้ ความตึงตึงเครียดที่ฉายอยู่บนใบหน้าซึ่งมีริ้วรอยของการผ่านชีวิตมาอย่างโชกโชนทำให้อีกฝ่ายรู้สึกผิดขึ้นมาอย่างช่วยไม่ได้“ถ้าพ่อไปเองเขาคงจะไม่ยอมหนำซ้ำจะเยาะเย้ยความล่มจมของพ่อเสียเปล่า ๆ แต่ถ้าหากลูกไปเพื่อขอความเห็นใจจากเขา
ทิพชยาไม่ได้ตั้งใจทำให้บิดาหดหู่ เธอพูดทุกอย่างออกมาจากความรู้สึกที่แท้จริง แต่ดูเหมือนว่ายาซาโน่จะไม่ได้รู้สึกเช่นนั้น“ทำไม...พ่อทำหน้าแบบนั้นล่ะคะ”หญิงสาวเอ่ยถามอีกครั้งเมื่อเห็นสีหน้าของบิดา ชายวัยกลางคนผละไปนั่งที่เก้าอี้นวมตัวใหญ่หลังโต๊ะทำงานและกล่าวเสียงเครียด“ใช่...โคเลสนิกกำลังประสบความสำเร็จในอาชีพใหม่ของเขา...เขาเคยเป็นนักมวยที่พ่อปั้นมากับมือ แต่ตอนนี้เขาไม่เหมือนเมื่อก่อนอีกแล้ว แทมมี่”“มีอะไรอย่างนั้นหรือคะพ่อ หนูแค่รู้สึกว่าช่วงเวลาสองปีที่หนูไปเรียนออกแบบที่ลอนดอนมันมีอะไรเกิดขึ้นมากมายที่นี่”ดวงหน้างามของสาววัยยี่สิบปีบริบูรณ์เต็มไปด้วยความใคร่รู้ซึ่งเธอไม่ได้เสแสร้งแกล้งทำเป็นไม่เข้าใจต่อความเปลี่ยนแปลงที่เกิดขึ้นกับธุรกิจของครอบครัวทิพชยาเคยอยู่ใกล้ชิดกับงานที่บริษัทของยาซาโน่ เธอรู้จักนักมวยทุกคนในสังกัดและ...ใช่ โดยเฉพาะโคเลสนิก หนุ่มรัสเซียตัวโตเจ้าของเรือนผมสีน้ำตาลบรูเน็ตและผิวสีแทนจัดบนเรือนร่างกำยำ สิ่งที่ทำให้เธอจดจำเขาได้ขึ้นใจคือลักยิ้มเล็ก ๆ บนใบหน้าหล่อเหลายามเขาหันมายังเธอทุกครั้งตอนนั้นเธอเป็นเด็กสาววัยสิบแปดปีที่ไม่ได้แค่วุ่นวายหรือหมกมุ่นอยู่ก