Share

Bab 7 

Author: Jasmine
Keesokan harinya, Alena baru memiliki tenaga untuk bangun dari tempat tidur di siang hari. Ketika turun ke lantai bawah, dia mendapati Ardian sedang sibuk memasak di dapur.

Makan siang sudah tersaji di atas meja. Bahkan sarapan yang belum tersentuh juga masih ditaruh di samping.

Alena tidak tahu kapan Ardian kembali, juga tidak peduli.

"Beberapa ahli gizi itu sudah pergi?"

Ardian menggenggam tangan Alena. Nadanya sudah kembali dipenuhi kasih sayang seperti biasa, seolah-olah yang membentak Alena kemarin bukan dia.

"Kalau kamu nggak bisa pilih, pekerjakan saja semuanya. Suamimu mampu bayar gaji mereka."

Alena berdiri di tempat, tatapannya terlihat acuh tak acuh. "Termasuk gaji orang yang dibawa pergi Larissa itu?"

Alena tiba-tiba mengempaskan tangan yang menggenggamnya. Ardian berbalik untuk menatapnya. Matanya menggelap karena marah.

"Alena, sudah cukup kamu ngambeknya?"

Alena agak terkejut. Selama 20-an tahun ini, selain pada pertemuan pertama mereka, ini adalah pertama kalinya Ardian memanggilnya namanya secara lengkap.

"Kamu mau ngambek sampai kapan? Lena, kesabaranku ada batasnya."

Alena tiba-tiba menyadari bahwa terakhir kali dia mendengar kata-kata itu adalah ketika dia sedang belajar naik sepeda.

Pada saat itu, Alena jatuh ke pelukan Ardian berkali-kali dan Ardian akan menggodanya sambil tertawa. Namun, Ardian tidak pernah membiarkannya benar-benar jatuh. Sekarang, hanya sepatah kata tentang Larissa bisa dengan mudah membuatnya marah. Dia bisa menoleransi sikap Larissa yang seenaknya, tetapi tidak bisa menerima pertanyaan Alena yang blak-blakan.

Tiba-tiba, Alena tak ingin menghadapi Ardian lagi. Dia pun meraih tasnya dan berjalan keluar. Saat dia menutup pintu mobil, terdengar suara piring pecah dari dalam rumah.

Sampai waktu sudah larut, Alena baru kembali.

Pada saat ini, Larissa sedang duduk di sofa vila. Dia menjelaskan, "Ar ... Pak Ardian mau melakukan perjalanan bisnis. Aku datang untuk kerja."

Alena mengabaikannya dan langsung naik ke lantai atas.

Tak lama kemudian, Larissa mengetuk pintu dan berkata, "Pak Ardian minta aku bantu dia berkemas."

Alena yang sedang membolak-balik majalah pun mengangkat tangannya. Baru saja dia menunjuk ke arah walk-in closet, Larissa sudah berjalan masuk. Tangannya menyapu pakaian Ardian yang tergantung, lalu tatapannya jatuh pada perhiasan berkilauan di lemari kaca dengan penuh damba.

Alena mengabaikan semuanya.

Saat Larissa keluar dengan mendorong koper, Ardian berjalan masuk. Dia berkata dengan dingin, "Kali ini, aku akan melakukan perjalanan bisnis ke sebuah pulau dan harus tinggal di sana beberapa hari. Kalau mau, kamu boleh ikut."

Ekspresi Larissa menjadi agak janggal. Koper di sampingnya tiba-tiba jatuh dan hampir menimpa kakinya.

"Awas!"

Ardian bergegas menghampiri Larissa dan menggendongnya, lalu mencoba mengangkat roknya untuk memeriksa apakah dia terluka.

Namun, Larissa menekan tangannya dengan tampang serbasalah dan berkata. "Pak Ardian, ada Alena."

Setelah itu, Ardian baru melepaskannya.

Alena bahkan tidak mendongak, hanya menjawab pertanyaannya, "Selamat bersenang-senang."

Larissa terlihat jelas merasa lega. "Alena, aku dan Pak Ardian pergi untuk bekerja. Kamu jangan berpikiran yang nggak-nggak."

"Kalau begitu, semoga kerjaan kalian berjalan lancar."

Nada bicara Alena tidak menunjukkan permusuhan, tetapi Larissa malah memanyunkan mulut dan terlihat sedih.

Ekspresi Ardian menjadi agak muram. Dia meraih kopernya dan menarik Larisssa turun. "Kami berangkat malam ini."

Deru mesin mobil menghilang di kejauhan. Alena meminum obatnya, lalu tidur. Dalam mimpinya, dia melihat Ardian yang baru dikenalnya lagi.

"Alena, aku nggak menyukaimu lagi. Kamu bahkan nggak tunggu aku waktu pulang sekolah kemarin."

"Alena, kenapa kamu minta bantuannya untuk terbangkan layang-layangmu? Kenapa kamu nggak panggil aku?"

"Lena! Lena, apa kita akan main bareng lagi besok?"

...

Alena membuka matanya dalam kegelapan. Bantalnya sudah basah.

'Ardian, apa kamu juga bisa mimpikan mimpi seperti ini? Apa sosokku dalam mimpimu masih jelas?'
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 25 

    Dua tahun kemudian.Alena berjalan cepat dengan ponsel menempel di telinganya. Tangannya yang lain dengan cepat membolak-balik draf akhir proposal penawaran yang baru saja diserahkan sekretarisnya."Kapan kita kembali ke pulau?" Suara Darian di ujung telepon terdengar diselingi tawa.Bibir Alena tanpa sadar melengkung membentuk senyuman. "Beberapa hari lagi. Aku sibuk banget akhir-akhir ini." Alena melirik kartu pos yang dikirim ibunya di meja. "Sejak ibumu dan ibuku keliling dunia bareng, lalu tinggalkan perusahaan mereka untuk kita kelola, aku nggak pernah tidur nyenyak lagi.""Apa presdir satu ini lagi ngeluh?" Nada menggoda Darian diwarnai rasa sayang. "Seingatku, ada orang yang baru saja dinobatkan sebagai 'Pengusaha Muda Paling Berpengaruh Tahun Ini' bulan lalu.""Itu juga karena kamu nggak kalah unggul," jawab Alena sambil menutup dokumen itu. Tatapan mereka bertemu sejenak, lalu mereka menutup telepon bersamaan.Kedua tim berdiri saling berhadapan. Alena berkata dengan serius

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 24 

    Tiga tahun yang lalu, Alena berjalan melewati jendela ini dengan mengenakan gaun pengantin dan penuh sukacita. Dia percaya bahwa yang menantinya adalah kehidupan bahagia.Kini, jika direnungkan kembali, pernikahan itu terasa bagaikan mimpi. Di mimpi itu, dia mencintai Ardian dengan rendah hati dan menanggung rasa sakit yang luar biasa. Ketika terbangun, yang tersisa hanya kenangan.Melihat Darian berbincang riang dengan ibunya, Alena menghela napas. Takdir benar-benar telah mempermainkannya. Namun, dia segera tersenyum lega. Berhubung telah kembali ke titik awal, dia bertekad untuk memperbaiki keadaan dan memulai lembaran hidup baru. Kali ini, dia akan hidup sepenuhnya hanya demi dirinya sendiri.Tanpa disadari, Alena telah tinggal di rumah lamanya selama seminggu. Berhubung mengkhawatirkan tambak mutiara di pulau, Alena dan Darian memutuskan untuk kembali melihatnya.Dalam beberapa hari yang mereka habiskan bersama, jarak yang memisahkan Alena dengan Anindya selama bertahun-tahun akh

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 23 

    Di rumah lama Keluarga Pradita.Alena duduk di sofa sambil memandangi pemandangan di luar yang buram karena hujan. Tiga tahun telah berlalu. Sejak menikah dengan Ardian, dia hanya pernah mengunjungi rumah orang tuanya beberapa kali. Tadi, dia sudah menceritakan tentang perceraian dan seluruh pengalamannya selama menikah dengan Ardian kepada ibunya."Dasar biadab!" Anindya langsung bangkit dan berjalan menuju meja kerjanya. Dia menelepon seseorang dan memberi perintah, "Segera tarik semua dana investasi kita dari Grup Baskara! Sekarang juga!" Anindya kembali ke sisi Alena dan berujar dengan berlinang air mata, "Lena, Ibu yang bersalah padamu .... Setelah ayahmu meninggal, aku tenggelam dalam kesedihan dan mengabaikanmu. Dulu, aku setuju kamu menikah sama Ardian karena kamu menyukainya. Aku kira ... setidaknya kamu akan bahagia ...." Alena menggeleng dan menggenggam tangan ibunya. "Itu bukan salah Ibu. Aku yang terlalu naif dan mengira cinta bisa menaklukkan segalanya." Tatapan Anindy

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 22 

    Di ruang rapat, Ardian sedang mendengarkan laporan triwulan. Dia membolak-balik dokumen dengan tidak fokus. Matanya sesekali melirik ponselnya.Sejak Alena pergi, Ardian telah mengembangkan kebiasaan ini, seolah-olah dia akan menerima pesan dari Alena kapan saja. Namun, dia selalu kecewa."Selanjutnya ...." Suara asisten Ardian menariknya kembali ke kenyataan. Namun, pintu ruang rapat tiba-tiba dibuka dan terdengar suara nyaring nan kuat dari sepatu hak tinggi yang beradu dengan lantai.Ardian mendongak dan seketika membelalak tidak percaya ketika melihat siapa yang datang.Alena mengenakan setelan jas putih yang berpotongan rapi. Rambut panjangnya disanggul, sedangkan tatapannya terlihat tajam. Di belakangnya, terdapat sebaris penyidik yang mengikutinya datang.Salah satu dari mereka menunjukkan sebuah dokumen dan berujar, "Kami menerima laporan bahwa perusahaan ini terlibat dalam beberapa transaksi bisnis ilegal. Kami perlu selidiki masalah ini dan berharap kalian bisa bekerja sama.

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 21 

    Ardian tentu saja tidak akan menyerah begitu saja. Akan tetapi, dia memilih untuk menghormati keinginan Alena dan akhirnya naik ke kapal yang akan meninggalkan pulau itu.Alena mengira kehidupannya di pulau ini akan kembali damai. Namun, sebelum dia tertidur, Linda bergegas ke atas dengan terengah-engah dan pucat."Gawat! Tambak mutiara ... tambak mutiaranya sudah dirusak!""Apa?" Raut wajah Alena langsung berubah drastis. Dia bergegas berlari ke depan jendela. Dari sudut ini, dia bisa melihat tambak mutiara di teluk. Pada saat ini, permukaan air dipenuhi benda-benda putih yang mengapung. Semuanya adalah jaring tambak yang robek dan kerang mutiara yang berserakan.Hati Alena langsung tenggelam. Tambak mutiara adalah sumber pendapatan utama Pulau Isla. Keluarga-keluarga di pulau ini bergantung pada tambak itu untuk bertahan hidup."Ini ulah siapa?" Di sisi lain, Darian juga sudah mendapat kabar dan bergegas datang.Linda mengikutinya dan menjawab dengan suara gemetar, "Kata penjaga ma

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 20 

    Namun, sebuah kekuatan yang nyata tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangan Ardian dan menariknya ke permukaan dengan kuat.Dalam keadaan linglung, Ardian melihat wajah yang samar. Itu bukan Alena, melainkan wajah yang sama sekali tak dikenal.Byur! Ardian ditarik keluar dari air dan merasa seperti terlahir kembali. Dalam keadaan yang sepenuhnya sadar, Ardian mendapati dirinya berada di ruangan yang tak dikenalnya. Dia turun ke lantai bawah dan melihat sosok Linda di dapur.Linda menatapnya, tetapi hanya menunjuk dingin ke arah makanan di atas meja sebelum berbalik untuk pergi. Ardian memanggilnya, tetapi bukan untuk bertanya kenapa Linda ada di tempat ini."Bi Linda, kamu lihat Lena? Di mana dia?" Linda melepas celemeknya dan menjawab dengan mata penuh keluhan, "Lepaskanlah Lena. Keadaannya sekarang sangat baik. Bertemu denganmu nggak akan baik untuknya." Seusai berbicara, Linda membanting pintu dan pergi."Lena pasti ada di sini! Aku jelas-jelas melihatnya!" Ardian bergegas kelua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status