Semua Bab After We Kissed: Bab 31 - Bab 40
64 Bab
31. Siaga Satu
Sesuai janjinya Abraham pergi menemui Alana di tempat yang telah mereka berdua sepakati sebelumnya. Jam makan siang membuat restoran keluarga ini tampak ramai di kunjungi oleh pengunjung. Abraham menyeruput es teller yang baru saja ia pesan sembari memperhatikan Alana yang tengah menyendok besar spagetti bolognise yang menjadi makanan kesukaannya ke dalam mulut lebarnya. Tingkah Alana itu membuat pikiran Abraham berkelana ke sepuluh tahun yang lalu. Di mana ketika keduanya masih bersama. Di mana waktu seakan terasa indah ketika menghabiskan waktu bersama-sama. Di mana mereka pernah dinobatkan menjadi best couple saat mengikuti ajang di kampus. Sayangnya itu dulu. Dulu ketika dirinya masih terlalu naif atas semua sandiwara yang selama ini telah Alana lakukan terhadapnya. Senyum seringai menghiasi garis bibir Abraham. Ia bahkan malu sendiri karena sadar akan kebodohannya itu.“Langsung saja, Al. Apa yang telah kamu katakan pada Laura di klinik kemarin? Jawab secara jujur
Baca selengkapnya
32. Penjelasan Tak Berujung
Laura mengerjapkan matanya berulang kali. Sosok Abraham sudah menyambutnya di depan pintu lift yang terbuka. Senyumnya yang sejak kemarin tidak Laura lihat mendadak membuat dirinya dilanda rindu. Jika bukan karena pemandangan sialan siang itu, Laura tentu tidak akan pergi dari rumah semalaman. Laura mengalihkan pandang ke Freya yang malah tampak biasa saja melihat kemunculan Abraham di depannya. Sahabatnya itu tampak tidak terkejut dengan kehadiran Abraham di apartemennya.“Aku kangen.” Itu adalah sapaan pertama yang berhasil membuat hati Laura melemah. “Kamu masih mau pulang bersamaku, kan?” See? Salahkah jika Laura menjadi lunak karena ditanyai seperti itu? “Daripada pulang ke rumah Mama, gimana kalau kita pulang ke rumah kita saja?”Ulah Si Freya rupanya, batin Laura.Laura kembali mengalihkan pandang ke arah Freya yang sudah terngaga melihat tingkah laku Abraham. Lucu sih, tapi sayangnya
Baca selengkapnya
33. Terungkap
Permasalahan Alana meredup seketika. Dan beberapa minggu terakhir ini Laura dan Abraham kembali dengan rutinitas mereka biasanya. Bekerja sesuai bidang yang mereka geluti sembari menebar cinta di mana-mana. Mereka kembali pada masa-masa honeymoon untuk kesekian kalinya. Hampir disetiap sudut rumah sudah pernah mereka berdua jelajahi menjadi tempat percintaan panas mereka. Dan yang paling ekstrem menurut Laura adalah di dalam mobil saat perjalanan pulang menuju rumah. Bayangkan saja Abraham memintanya melakukan blowjob ditengah-tengah kemacetan sebagai appetizer dan dilanjutkan dengan main course di garasi. Sungguh tidak perlu diragukan lagi keperkasaan suaminya itu. Libidonya tidak pernah turun walau sehari. Dan puncak dari semua hari adalah ketika weekend tiba. Laura akan dibuat tidak bisa berjalan karena harus melayani urusan bawah perut suaminya itu. Tapi setidaknya Laura cukup bahagia sekarang dan mulai menikmati kehidupan pasangan suami istri yang tentram.Sore itu sepul
Baca selengkapnya
34. Krisis Kepercayaan
Laura membuka pintu mobil segera setelah mobil masuk ke area garasi. Napasnya memburu menahan gejolak yang sedang ia rasakan dihatinya. Istri mana yang tidak kecewa mendengar suami yang telah ia nikahi ternyata memiliki keturunan dengan perempuan lain. Parahnya lagi Abraham menampik semua itu. Sejujurnya Laura ingin mempercayainya, tapi perilaku bocah laki-laki itu pada Abraham sungguh sulit ia hilangkan dari pikirannya. Mini dress yang tengah Laura kenakan ia buka sehingga menyisakan tubuh yang hanya berbalutkan bra dan panties berwarna nude. Setelan babydoll Laura ambil dari dalam lemari, namun buru-buru Abraham mencegahnya. Kalau Abraham sudah bertingkah seperti ini, maka sudah dapat dipastikan hal apa yang akan terjadi selanjutnya. Oleh sebab itu dengan terburu-buru pula Laura mendorong tubuh Abraham hingga mundur beberapa langkah.“Aku nggak mau ada sentuhan malam ini,” kata Laura datar. Bahkan terdengar sedingin es.“Terus kamu ingin aku melakuk
Baca selengkapnya
35. Empat Mata
“Kamu gila?!?”Letusan yang menyadarkan Laura adalah letusan yang berasal dari Freya. Memang sejak dulu Freya adalah pematik dari setiap tindakan yang akan Laura ambil.“Tolong jangan mengundang keributan, Frey. Aku sudah cukup pusing memendam ini sendiri sejak kemarin,” desah Laura. Sebenarnya bukan kehendak Laura membuka aib suaminya itu, tapi saat ini ia memerlukan saran dari orang luar yang mungkin bisa membuka otaknya. Dan Freya adalah salah satu dari sekian banyak orang yang Laura percayai. “Aku bingung, Frey. Awalnya aku mengamuk dengan Mas Abe saat tahu pertama kali, tapi lambat laun aku malah kehabisan semangat dan menerima keadaan.”“Itu sebabnya aku bilang kamu gila. Kamu itu aneh, La. Masalah ini nggak bisa kamu sepelekan karena ini sudah menyangkut kedudukanmu di rumah. Bilang padaku apa yang membuatmu berpikiran seperti itu?”Laura menyandarkan tubuh di punggung kursi kerjanya kemudian menghela
Baca selengkapnya
36. Anggota Baru
Rasa pusing itu datang sedemikian hebatnya ketika Laura hendak beranjak dari peraduannya. Jam di nakas sudah menunjukkan pukul enam pagi dan itu artinya Laura harus segera bangun mempersiapkan segala kebutuhannya dan Abraham. Tpi sakit kepala yang datang tiba-tiba ini membuatnya kesulitan untuk bangun. Aroma sabun menyapa hidung Laura. Abraham keluar dari dalam kamar mandi dengan balutan handuk yang masih melilit pinggang. Kecupan ringan dipucuk kepalanya spontan membuat Laura mengalungkan lengannya di leher Abraham.“Bangun yuk!” ajak Abraham dengan satu tangan memeluk Laura, sementara tangan lainnya menyangga tubuhnya agar tidak menindih Laura. “Kok tumben sejak semalam nempel banget sama aku, hm?” Abraham mengusap punggung Laura pelan kemudian menggantinya dengan ciuman pada bibir penuh yang tampak menggoda imannya itu. “Hari ini mau bolos kerja lagi?”Laura menggeleng tanpa melepas pelukannya. “Nggak mungkin, Mas. Nanti aku
Baca selengkapnya
37. Pilihanku (1)
TIN ... !!Abraham tersentak dari lamunan karena bunyi klakson mobil yang berada tepat di belakang mobilnya. Lampu lalu lintas telah berubah hijau tanpa Abraham sadari. Abraham melajukan mobilnya perlahan menyusuri jalanan Malang yang padat. Hampir semalaman Abraham tidak bisa tidur. Pertengkaran tidak beralasan dengan Laura membuat dirinya dirundung perasaan bersalah. Lagi-lagi Abraham melakukan kebodohan yang fatal. Kebodohan yang membuat istri tercintanya itu kembali salah paham untuk kesekian kalinya. Dering ponsel yang mengagetkan langsung mengalihkan fokus mengemudi Abraham. Seseorang yang ia kenal menelponnya—buru-buru Abraham sambungkan dengan handsfree ke telinga.“Gue udah dekat kok ... oh, belokan mana? Kanan? Ok ... iya, gue udah masuk parkiran.”Abraham memparkir mobil miliknya sesegera mungkin kemudian memasuki gedung cafe yang tidak jauh dari posisinya berada. Pintu cafe pun terbuka dan lambaian tangan seseorang yang Abraham kena
Baca selengkapnya
38. Pilihanku (2)
Kata-kata dokter Obgyn masih terngiang-ngiang di telinga Laura. Ia hamil. Dan itu adalah buah cintanya bersama dengan Abraham yang tiba-tiba saja bertumbuh di rahimnya sekarang. Satu yang Laura tidak mengerti. Kenapa harus sekarang amanah itu datang? Disaat dirinya tengah dirundung masalah yang membuat sekujur tubuhnya merinding, kenapa Tuhan malah begitu tega memberikannya seorang anak? Anak yang selalu ia dambakan disetiap mimpi serta doa. Anak yang paling ia tunggu seiring dengan perasaannya yang bertumbuh bersama Abraham. Tapi, kenapa harus sekarang? Kenapa anak ini datang disaat waktu yang tidak tepat?“La—"Panggilan Freya membuyarkan lamunannya. Laura menoleh ketika melihat sahabat dekatnya itu yang tengah menatap begitu lekat sembari menopangkan dagu. “Kamu kenapa melihatku kayak gitu?” tanya Laura mulai risih. “Nggak ada kerjaan sampai-sampai main ke divisi orang?”“Kerjaan ada, tapi itu bisa diselesaikan nanti,
Baca selengkapnya
39. Dari Hati Ke Hati
Seringnya Abraham pergi dengan Alana membuat Laura terkadang menjadi goyah. Abraham memang selalu mengantongi izinnya, namun siapa yang sangka kalau Laura tidaklah sekuat dan selegowo seperti yang Freya sarankan. Apalagi dalam keadaan tengah berbadan dua seperti ini tidak bisa dipungkiri kalau Laura sangat membutuhkan sosok suaminya itu. Pagi itu sama seperti pagi biasanya. Hanya saja keadaan Laura sedang tidak baik. Ia merasakan pegal dan berat pada tubuh dan kakinya. Bahkan perutnya juga terasa kencang tidak seperti biasanya. Sambil berpegangan pada apapun yang bisa ia pegang, Laura masuk dalam bilik kubikel di mana sudah ada Becca yang tengah duduk manis menikmati secangkir kopi hitam dengan kunyahan sandwich dimulutnya. Becca menatap Laura penuh tanya.“Laura?” Becca menatap Laura dengan mimik wajah kaget. “Kamu kenapa?” sambung Becca penuh rasa khawatir. Becca menghampiri Laura lalu menyuruhnya lekas duduk. “Akhir-akhir ini aku melihatmu ser
Baca selengkapnya
40. Antara Tangis dan Tawa
Laura menepuk berulang kali pipi laki-laki yang tidur disebelahnya namun tanpa hasil. Bunyi jam weker di nakas sudah sejak tadi berkumandang menyuruh Sang Empunya untuk bergegas bangun. Laura mengurungkan niatnya turun dari ranjang ketika dirasakan ada lengan kokoh melingkari pinggang dan menahan pergerakannya.“Kamu mau ke mana? Biar aku saja yang lakukan,” cegah Abraham dengan mata yang masih setengah terbuka akibat mengantuk. Laura bahkan tidak tahu pukul berapa suaminya itu ikut tidur disampingnya. “Jangan mencoba bandel, Sayang. Turuti kata dokter dan bergantunglah padaku,” lanjutnya meski kata ‘dokter’ terdengar aneh di telinga Laura.“Aku cuma mau ke kamar mandi kok, Mas,” sahut Laura berdalih.“Kalau gitu sekalian mandi bersama gimana?” Abraham menguap dan melakukan peregangan pada kedua lengannya. Kemudian ia turun dari ranjang, berjalan memutar dan meraih tubuh Laura ke dalam gendongannya deng
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status