Semua Bab GARA-GARA SALAH KIRIM: Bab 51 - Bab 60
75 Bab
MOVE ON
P.O.V Adam Kupikir awalnya menghadiri acara pernikahan Hani kali ini akan membuatku merasakan sedikit sakit. Tentu saja, rasa yang pernah ada selama bertahun tahun masih tetap membekas dalam hati. Tidak mungkin akan hilang hilang begitu saja. Meskipun saat ini aku sedang berusaha melupakan itu semua pelan pelan. Melupakan sosok Hani memang tak semudah yang kupikirkan. Tidak seperti saat aku mulai menyukainya belasan tahun yang lalu. Walaupun pada kenyataaanya aku tak pernah berani mengungkapkan perasaanku padanya hingga akhirnya dia memilih seseorang yang tak kukenal untuk menjadi suaminya. Rasa yang sebenarnya sudah lama terpendam selepas dia menikah dan hidup berbahagia bersama suami pertamanya ternyata bangkit kembali saat aku melihat adanya keretakan pada hubungan mereka. Secerca harapan lalu muncul, membuat cinta lama yang sudah nyaris tak tampak menyembul kembali dengan nakalnya. Kami menjadi dekat lagi dan menjalani hari-hari bersama layaknya sepasang remaj
Baca selengkapnya
EMOSIONAL
"Ada apa, Bu? Bu Hani sakit?" Mbok Jum menghampiriku ke kamar mandi belakang saat mendengarku muntah-muntah disana pagi ini. Daniel baru saja ke kantor sekalian berangkat bersama Bi' Marni mengantar Tasya ke sekolah seperti biasanya. Sejak semalam badanku memang terasa tidak nyaman, pusing dan bawaan selalu ingin muntah. Mbok Jum memijit-mijit tengkukku dengan penuh perhatian hingga aku merasa sedikit lebih baik. "Simbok kerokin ya, Bu?" tawarnya. "Ga usah, Mbok. Minta tolong bikinkan aku teh hangat aja." "Ya, Bu. Ayo saya bantu duduk dulu," katanya sambil menggandengku menuju meja makan. "Keenan belum bangun, Mbok?" "Belum, Bu. Biasa, semalam maenan sama Non Tasya seru hingga larut sampai nggak mau disuruh tidur." Terdengar Mbok Jum terkekeh sambil sibuk membuatkanku teh hangat. Aku baru ingat. Aku mengeluh sakit kepala tadi malam hingga aku tidak tahu jam berapa suamiku pulang. Aku tidur sore karena tak kuat lagi menahan berat di ke
Baca selengkapnya
BUNGA TIDUR
[Nanti pulang jam berapa?] Aku mengiriminya pesan siang itu setelah menghabiskan makan siangku yang hanya mampir sejenak di tenggorokan. Nafsu makanku mendadak hilang berganti kebahagiaan yang membuncah tiba-tiba hari ini. [Kalau nggak ada kerjaan yang mendadak, ya seperti biasa, Honey. Kenapa? Sudah kangen?] [Cuma tanya saja.] [Mau nitip sesuatu, Sayang?] [Enggak kok.] Kututup layar ponselku, lalu kuraih sebuah benda pipih kecil di samping tempatku duduk. Entah sudah berapa kali aku mengamati benda itu sejak keluar kamar mandi tadi. Ini pasti akan jadi kejutan paling special untuk Daniel. Bibirku mengembang sempurna. Aku pernah mengalami hal pertama yang seperti ini sebelumnya. Tapi akan segera memiliki anak dari suami yang sangat special seperti Daniel membuat kebahagiaan kali ini terasa berbeda. Berulang kali ku elus perutku yang sama sekali belum merasakan apapun. Hanya memang pusing sering melanda beberapa hari ini. Aku begitu yakin buah ci
Baca selengkapnya
OVER PROTECTIVE
Daniel sengaja pulang cepat hari ini karena kebetulan pekerjaannya juga tidak begitu banyak. Dia ingat semalan istrinya merengek minta dibelikan es kelapa muda tengah malam buta. Lelaki itu sampai pusing dibuatnya. Hingga akhirnya dia harus rela meluncur ke minimarket 24 jam sekedar untuk membeli minuman kaleng dingin rasa kelapa muda. Hal konyol yang baru pertama kali dia lakukan seumur hidup. Jam 2 malam pergi ke minimarket hanya buat minuman kaleng. Dan itu pun masih kena omel juga sama istrinya. "Rasanya kok aneh sih. Nggak ada kelapa mudanya." Hani cemberut. "Namanya juga cuma minuman instan, Sayang," protes Daniel. "Nggak mau pokoknya beliin yang asli. Bukan yang kayak gini," rengeknya lagi. "Iyaaa. Tapi besok yaa? Ini udah malem. Nggak ada yang jualan, Sayang." "Ya udah besok. Tapi inget, kelapa mudanya yang setengah mateng, yang banyak, pokoknya," omelnya. Kelapa muda setengah mateng? Yang kayak gimana sih? Daniel menggaruk-garuk kepalanya bi
Baca selengkapnya
SISA CEMBURU
Entah berapa lama aku terlelap setelah sebelumnya kurasakan hangat tangan kokohnya yang terus mengelus-elus perutku yang sudah terlihat mulai membuncit. Kebiasaan lainnya yang kini menjadi ritual wajib suamiku tiap malam. Memanjakan istrinya dengan elusan di perut, karena kehamilan keduaku ini entah kenapa membuatku menjadi sangat rewel dan manja pada suamiku itu. Belum mau tidur jika perutku belum disentuh olehnya. Saat aku mulai membuka mata lagi karena kekeringan yang tiba-tiba menyerang tenggorokanku, tak lagi kurasakan tubuhnya berbaring di sisiku. Kemana Daniel? Perlahan aku bangkit dari pembaringan dan berjalan keluar kamar. Suasana sudah nampak lengang. Hanya terdengar sayup-sayup alunan merdu musik dari sebuah kamar yang saat ini sedang ditempati Diva. Ya, Diva sudah kembali beberapa hari yang lalu dari Australia seperti janjinya sebelumnya. Dan hari ini wajahnya nampak begitu berbinar saat mengatakan pada kami bahwa Adam berniat ingin melamarnya. Aku la
Baca selengkapnya
BABY BOY
Tak pernah ada raut selembut itu kulihat di wajah Daniel sebelumnya. Tidak pernah selembut seperti saat ini. Saat ada seorang bayi mungil di dalam dekapan tangannya yang kekar dan kokoh itu. Senyumnya tak putus dari sejak perawat mengulurkan bayi kami itu ke tangannya. Matanya seperti tak henti mengagumi dengan mata takjub melihat pemandangan yang ada di depannya kali ini. Ya, hari ini aku melahirkan seorang bayi laki-laki. Buah cinta pertamaku dan Daniel. Wajah panik yang diperlihatkannya saat dia dengan terburu-buru pulang ke rumah karena Bi' Marni menelponnya dan mengabarkan bahwa aku akan segera melahirkan, kini sudah menghilang berganti dengan raut muka kebahagiaan yang kurasakan juga saat ini. Entah bagaimana dulu dengan istri pertamanya, tapi aku melihatnya begitu panik saat tadi dia menyetir mobilnya tanpa berkata sepatah kata pun. Bahkan tanpa menengokku dan Mbok Jum yang berada di jok belakang. Dan dua jam proses persalinan keduaku pun, dia sama sekali
Baca selengkapnya
HASRAT TAK TERTAHAN
[Aku kangen ...] tulis Daniel di chat w******p kami siang ini. Entah sudah berapa kali dia mengatakan hal yang sama berulang-ulang beberapa hari ini, padahal setiap hari kami bertemu. Tapi siapapun yang sudah dewasa dan berumah tangga, pastilah tahu apa maksud kalimatnya itu. [Sabarrr ...] Selalu itu yang kukatakan padanya. Termasuk balasanku dalam chat kami saat ini, sambil kuakhiri dengan emoticon senyum dan sedih. [Berapa hari lagi, Sayang?] tulisnya lagi. [Nggak lama kok, mungkin beberapa hari lagi.] Kutambahkan emoticon tertawa di akhir kalimat. [Kayaknya sudah seperti seabad lamanya.] [Lebay banget.] [Serius. Sampai dah lupa gimana rasanya.] [Kerja, Pak. Jangan chat-an terus kalau lagi di kantor.] sindirku. [Ini kerja, Bu. Siapa bilang lagi tidur?] [Hmmm ... nggak ada orang kerja malah ngobrol di chat sama istrinya.] [Kan sama juga. Kerja ibadah, nyenengin istri juga ibadah.] [Udah Danieeell chatnya. Bikin nggak kons
Baca selengkapnya
HAPPY WEDDING
"Tangan kamu dingin banget," kugenggam jari-jemari adik iparku dengan erat. Wajahnya yang sudah berhiaskan make up pun tak bisa menyembunyikan perasaannya. "Aku gugup sekali, Kak. Aku takut pingsan nanti di tengah prosesi." Aku dan mamanya Diva yang saat itu sedang menemaninya di ruang make-up pun jadi tertawa terbahak. "Kamu ini ada-ada saja, Sayang," kata sang mama. "Nggak ada ceritanya pengantin yang pingsan karena terlalu bahagia, Diva." Mama Diva menowel bahu putrinya dengan gemas. Tampak sekali wajah campuran antara sedih dan bahagia seorang ibu yang akan melepaskan anaknya ke pelaminan disana. "Tanya sama Kak Hani. Apa waktu dia menikah dengan Kak Daniel pingsan?" kata sang mama lagi, membuat wajahku bersemu merah. Mengingat saat-saat bahagiaku bersanding di pelaminan bersama Daniel. Dan lalu kami pun tertawa lagi. "Kak Hani," panggil Diva. "Ya?" "Apa Adam akan datang?" Aku terperanjat mendengar pertanyaan Diva. Bagaimana mungkin dia b
Baca selengkapnya
KEKECEWAAN
Daniel memukul meja di depannya kuat kuat. Matanya memerah penuh amarah. Dia benar-benar tidak menyangka Adam melakukan hal itu pada adik sepupunya. Beginikah cara dia membalaskan sakit hati padanya karena telah merebut Hani darinya saat itu? Dalam kemarahannya, lelaki itu bangkit dengan segera. "Kakak mau kemana?" tanya Diva panik melihat kakaknya yang telah bersiap meninggalkannya. "Pulanglah, tunggu di rumah! Aku akan menemui suamimu di kantornya. Aku akan buat perhitungan dengannya." "Jangan Kak! Sudah, tidak perlu diperpanjang." "Maksud Kamu apa 'tidak perlu diperpanjang'?" Daniel menatap Diva dengan tatapan aneh, tak mengerti. 
Baca selengkapnya
PERTIKAIAN
"Sayang, ...." Sapaan Hani seolah tak berarti saat tiba-tiba Daniel berteriak memerintah. "Masuk! Ajak anak-anak masuk!"  Belum sempat Hani melanjutkan kalimatnya, lelaki yang masih mengenakan seragam dinasnya dan berdiri dengan garang di teras itu berkata dengan keras, membuat Hani sangat kaget dengan wajah yang kian pucat.  "Ada apa, Daniel?" Wanita itu berusaha mengajak suaminya untuk bicara. "Aku bilang, masuk! Jangan sampai aku menyeretmu." "Astaghfirullah, Daan." Hampir menangis, Hani segera menggandeng anak-anaknya untuk diajaknya ke dalam. Dia tak ingin ketiga anak itu mendengar kata-kata yang lebih kasar dari lelaki yang sangat dicintainy
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status