All Chapters of GARA-GARA SALAH KIRIM: Chapter 1 - Chapter 10
75 Chapters
SALAH KIRIM PESAN
[Uang semesteran udah aku transfer ya, Sayang.] Itu bunyi pesan w******p yang baru saja aku terima dari nomer HP Mas Reyfan, suamiku. Uang semesteran? Kapan aku pernah bilang butuh uang buat semesteran? Sedangkan anak kami saja, Keenan, usianya baru 3 tahun dan belum bersekolah. Sayang? Kapan juga suamiku itu pernah memanggilku dengan sebutan manis seperti itu? Panggilannya untukku kan 'Mama', dan itu pun lebih karena membiasakan panggilan untuk anak kami. Saat kami sedang berdua saja, dia bahkan hanya memanggilku 'Hani'. Bagus sih kalau itu Bahasa Inggris, jika terdengar di telinga orang maka seolah-olah dia sedang memanggilku 'Sayang'. Tapi sayangnya, itu namaku, Hanifa Larasati. Jadi, siapa itu yang sedang dia kirimi pesan sebenarnya? Hanya sepersekian detik aku memandangi pesan dengan dahi berkerut sebelum kemudian tulisan itu mendadak hilang dari layar ponselku. Aku kaget bukan kepalang, kenapa pesannya dihapus? Tapi karena sudah terlanjur penasaran, akhirnya
Read more
CURIGA BERALASAN
Hari ini aku berniat mengunjungi orang tuaku, sekaligus ingin menemui Adam. Berharap ada informasi dari pria itu yang akan mengungkapkan fakta tentang mas Reyfan. Pagi sekali aku sudah bangkit dari pembaringan karena ternyata mataku tak bisa diajak kompromi untuk beristirahat barang sejenak hingga pagi tiba. Mbok Jum, asisten rumah tangga kami menyambutku dengan suka cita di dapur sambil sesekali berdendang. "Masih terlalu pagi, Bu, kok sudah bangun?" sapanya. "Nggak bisa tidur Mbok, gerah," ucapku sekenanya. Mbok Jum nampak hanya menganggukkan-anggukkkan kepalanya. "Oya, Mbok lanjut bereskan cucian saja di belakang ya, biar aku yang siapkan sarapan," kataku. Simbok menurut dan segera berlalu dari sampingku. Berkutat dengan bahan-bahan bakal sarapan, pikiranku kembali melayang ke obrolan pesanku dengan suamiku kemarin siang. Nampaknya otakku sudah benar-benar teracuni dengan kecurigaan. Dan kukira ini tak bisa terus dibiarkan. Bahwa kenyataannya ada kejanggala
Read more
JERATAN KATA
[Mas, sedang apa?] Sesampainya di rumah sore itu, kutuliskan pesan ke ponsel suamiku. Hal kedua yang juga jarang kulakukan selama ini. Aku mengiriminya pesan basa-basi di sela kesibukan kantornya. [Masih di kantor, Han. Ada apa?] [Hari ini Mas pulang jam berapa? Makan malam di rumah kan?] [Iya, agak maleman mungkin, jam 6 an.] Kalimatnya masih sedikit agak kaku. Mungkin dia sedikit aneh karena tiba-tiba aku mengiriminya pesan tidak biasa. [Mas pengen dimasakin apa untuk makan malam nanti?] [Apa aja, Han. Yang penting enak.] [Mau rendang kesukaan Mas?] [Boleh.] [Oke, nanti aku masakin special buat Mas. Jangan telat ya Sayang pulangnya. Love you.] [Iya, Sayang. Love you, too.] Aku tersenyum mendengar jawaban terakhirnya. Itu pertama kalinya dia menuliskan pesan dengan kata-kata 'Sayang' dan 'Cinta' padaku semenjak kami menikah. Dan mulai sekarang, aku akan membiasakan itu semua. . . . Aku sedang membantu Mbok Jum menyia
Read more
PIN PONSEL
Minggu pagi, kulihat dia bangun lebih awal. Saat aku mulai membuka mata, dia sudah rapi dengan pakaian olahraga dan sneakernya. "Mau kemana, Mas?" tanyaku dengan suara masih serak khas bangun tidur. "Jogging. Mau ikut?" tanyanya sambil merapikan rambut tebal dan hitamnya. "Nggak ah. Belum shalat subuh," sahutku cepat, lalu segera bangkit dan menuju kamar mandi. Mungkin ini keberuntunganku, karena usai shalat subuh ternyata kulihat ponsel mas Reyfan tergeletak begitu saja di atas nakas. Aku berjingkat mendekat, tiba-tiba timbul keinginan untuk memeriksa apakah ponsel itu masih diberi PIN atau tidak. Perlahan kuraih benda pipih itu dan lagi-lagi aku harus kecewa karna ternyata ponselnya masih dikunci. Dengan dahi berkerut, aku berusaha menebak sebenarnya berapa PIN yang dipakainya. Tapi nyatanya tak ada satu hal pun yang terlintas di kepalaku saat ini. Karena jengkel, akhirnya kuletakkan kembali ponsel tersebut di tempatnya semula. Namun baru saja ingin kulang
Read more
SENYUMAN MAUT
Aku menepikan mobil hati-hati di pinggir jalan yang tak terlalu ramai dan memarkirkannya mobil dengan sempurna. Pak Hasan, lelaki paruh baya yang sejak 5 hari yang lalu menjadi trainer menyetirku mengacungkan 2 jempolnya ke arahku. "Good job, Bu Hani!" ucapnya. "Saya sudah siap diajak plesiran keliling Jawa nih kalau kayak gini. Tinggal nunggu Surat Ijin Mengemudinya jadi aja, Bu. Siap tancap gas!" lanjutnya terkekeh. Aku pun tersenyum puas. Aku memang berlatih sangat keras beberapa hari ini demi mencapai tujuanku, melepaskan ketergantungan dari suami tercintaku yang sudah mulai berulah. "Terima kasih ya, Pak," kataku tulus pada trainer senior di sebuah lembaga kursus mengemudi itu. "Jadi hari ini terakhir saya ketemu Pak Hasan dong ya?" candaku padanya. "Ya jangan terakhir lah, Bu. Kesannya kok jadi kayak saya mau meninggal saja," orang tua itu terkekeh. "O iya ya." Kutepuk dahiku dan ikut meramaikan kekehannya. "Kalau gitu gimana kalau kita mak
Read more
ALAMAT ITU
[Hai Hani, sedang apa?] Pesan w******p dari Adam siang itu membuyarkan konsentrasiku yang sedang berselancar di internet mencari informasi peluang usaha. Karena sedang tak minat mengetik, segera saja kutekan nomor kontaknya untuk melakukan panggilan. "Hai, Dam. Apa kabar?" tanyaku. Sepertinya sudah beberapa hari kami memang tak saling bertegur sapa lagi. Tepatnya sejak dia mengirimkam video suamiku dengan si gadis belia di kampusnya waktu itu. "Baik, kamu sendiri?" "Baik juga, Alhamdulillah. Ada apa, Dam? Tumben chat? Ada yang penting kah?" "Nggak ada, Han. Cuma pengen tau kabar kamu aja. Bisa ketemu nggak?" tanyanya membuatku sedikit kaget. "Sekarang?" "Iya, kalau kamu nggak sibuk sih," ucapnya ragu. "Gimana ya, Dam, tapi suamiku sedang keluar kota tuh. Atau, gimana kalau kita ketemuan di rumah Bapak aja lagi?" usulku. Tapi sepertinya dia tidak begitu antusias dengan ajakanku. "Ooh gitu. Kalau gitu lain kali sesempatnya aja, Han. Aku cuma mau
Read more
TERTANGKAP BASAH
Entah sudah berapa bulan aku tak mengunjungi rumah ini, aku lupa. Tapi, aku memang tidak begitu dekat dengan Mbak Ratri. Padahal, dia adalah satu satunya satu-satunya kakak ipar yang kupunya. Mas Reyfan adalah anak kedua dari 3 bersaudara, Mbak Ratri, dia, dan satu lagi adik lelakinya, Irwan. Irwan sendiri masih duduk di bangku kuliah. Dengan Irwan, aku pun tak dekat, mungkin karena dia laki-laki. Sementara dengan Mbak Ratri, dari awal pernikahanku dengan Mas Reyfan, kutahu dia sosok yang sedikit tertutup. Dulu ketika masih sama-sama sering berkunjung ke rumah orang tua Mas Reyfan, kami masih agak lumayan sering ngobrol walaupun hanya basa-basi. Tapi setelah satu tahun kemudian suami mbak Ratri pergi dan kakak iparku itu menjanda, kami jarang berinteraksi. Mbak Ratri pun seperti menjadi lebih tertutup dari sebelumnya. Kami jarang bertemu lagi di rumah mertuaku. Kuingat terakhir kali aku berkunjung ke rumah ini setahun yang lalu saat Mas Reyfan mengajakku mengan
Read more
PERSEKONGKOLAN
"Jadi ini Mas yang kamu bilang ke Bali?" Mataku tajam menatap bergantian dua insan yang terlihat sedang sangat salah tingkah di depanku itu. Benar-benar tak kusangka kejadiannya akan sedramatis ini. Aku bahkan tak mengira akan memergoki suamiku berjalan bersama dengan gadis itu secepat ini. "Han, aku bisa jelaskan," Mas Reyfan bergerak maju mendekatiku. Sementara si gadis nampak terdiam mematung di tempatnya. Wajahnya menunduk lesu seperti seekor cacing yang takut akan diinjak. "Ya sudah, ayo jelaskan!" tantangku. "Ini ... ini nggak seperti yang kamu lihat, Han. Kita bisa duduk dulu kan, kita bicarakan baik-baik," bujuknya. "Bicara aja langsung sekarang! Aku sudah selesai dengan kakakmu, aku sudah mau pulang." Aku menoleh ke arah mbak Ratri yang juga masih mematung di tempatnya semula. Jelas sekali wajah wanita itu menyiratkan kecemasan. "Nggak nyangka ya Mas, kelakuan kamu di belakang aku ternyata kayak gini." Aku menggeleng-gelengkan kepala sambil ber
Read more
TRIK HANI
Kami berdua duduk berhadapan di meja dapur. Ini sudah lewat dari tengah malam, tapi demi mendengar tawaran janjinya yang akan menuruti semua keinginanku jika aku mau memaafkannya, mendadak aku jadi antusias untuk segera membahasnya. Setelah menyeduh dua cangkir kopi beberapa menit yang lalu, kini kami menikmati aroma wangi kopi masing-masing yang merebak dari kedua cangkir di hadapan kami. "Jadi, apa yang kamu inginkan, Han?" Dia memulai pembicaraan. "Kamu masih ingat kan kemarin waktu kita packing pakaianmu saat kamu bilang mau ke Bali, Mas?" tanyaku mengingatkan. "Iya ingat." Dia mengangguk. "Aku mau memulai usaha. Kamu harus siapkan modal buat aku." "Sudah kamu hitung berapa yang kamu butuhkan?" "Siapkan saja 150 juta." "Apa? Itu besar sekali, Han. Tabunganku nggak ada segitu. Kamu tau sendiri kan kemarin habis dipakai beli mobil kamu." "Memangnya berapa sisa tabungan kamu, Mas?" "Paling tinggal 50 juta aja," "Boleh aku liat?
Read more
PONSEL RAHASIA
"Ma, Papa! Papa!" teriak Keenan sambil berlari-lari kecil ke dalam rumah. Aku yang sedang ngobrol dengan Mbok Jum di ruang tamu segera menoleh. Benar saja, mobil Mas Reyfan sudah terparkir di garasi. Keasikan ngobrol, kami sampai tidak menyadari ada suara mobil yang datang. "Mana, Sayang?" tanyaku pada bocah lelaki berumur 3 tahun itu dengan wajah cerah. Keenan segera menunjuk-nunjukkan tangannya ke arah luar. Mbok Jum dengan cekatan segera keluar menghampiri Mas Reyfan dan membawakan tas kerjanya. Kugandeng bocah kecilku menyambut kedatangan papanya di pintu. "Assalamu'alaikum. Hai, Sayang," sapanya sambil mencium pipiku, lalu meraih Keenan ke dalam gendongannya dan langsung menciumi putranya itu dengan gemas. Begitulah kehidupan kami 2 minggu setelah percakapanku dengan Mas Reyfan di dapur membicarakan soal kesepakatan dan janjinya itu. Aku berusaha bersikap wajar mulai hari itu, dan dia pun lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah setelah pulang dari kan
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status