Semua Bab GARA-GARA SALAH KIRIM: Bab 31 - Bab 40
75 Bab
MARAH DAN CEMBURU
P.O.V Daniel Sepulang dari rumah Hani, aku melajukan mobilku bagai kesetanan menuju arena tembak tempatku sering melakukan latihan. Kuparkir mobilku asal asalan di pelataran dan bergegas menuju ruang ganti. Entah sudah berapa banyak sasaran yang berhasil kuhancurkan kali ini, tapi rasanya aku belum juga puas. Debaran jantungku sudah semakin menggila, mataku pun sepertinya semakin berkabut. Entah apa ini, tapi aku tidak mungkin menangis karena aku tidak pernah diajarkan untuk menangis selama ini. Saat rasa kesalku sudah tidak bisa lagi kuredam, kubanting senapan yang sudah tanpa isi itu ke lantai hingga menimbulkan bunyi yang sangat memekakkan telinga. Senior yang juga instrukturku menghampiri dengan wajah dinginnya seperti biasa. Dan saat sampai di depanku, dia mengulurkan sebotol air mineral tanggung yang tadi diambilnya dari lemari pendingin. "Ada apa? Soal wanita lagi?" tanyanya sambil memungut senapan yang baru saja kubuang itu. Tidak, dia bukan seda
Baca selengkapnya
JANJI SUCI
Aku menyadari perasaanku pada Daniel bukan perasaan yang biasa adalah saat pertama kali aku datang ke kantornya meminta bantuannya untuk meminjam ponsel Mas Reyfan waktu itu. Lalu berlanjut ketika dia tiba-tiba mengajakku ke rumahnya pada suatu hari usai persidanganku. Aku pun semakin menyadari bahwa Daniel juga menyukaiku. Saat hari dimana Keenan diculik adalah hari dimana aku semakin sadar bahwa Daniel adalah pasangan yang tepat untukku. Dalam bayanganku, Daniel akan menjadi pelindung yang sempurna untukku dan Keenan. Tapi karena sidang perceraianku belum selesai, aku mencoba untuk menahan diri. Berharap tidak akan menimbulkan masalah baru dalam proses perceraianku dengan Mas Reyfan. Aku bukannya tak menyadari apa yang dirasakan Adam padaku. Aku tahu dia juga sepertinya menginginkanku. Tapi aku sangat menyayangi Adam sebagai seorang sahabat. Disamping itu, aku ingin Adam memiliki pasangan hidup yang jauh lebih baik daripada aku yang sekarang berstatus seorang
Baca selengkapnya
KEMARAHAN ADAM
Aku dan Daniel berjalan pelan menuju ke arah rumah. Tasya sengaja kami biarkan berada di mobil dengan mesin masih menyala karena dia masih tertidur lelap. Rencananya, Daniel akan langsung pulang setelah menidurkan Keenan yang saat ini sedang dia bopong dalam tangan kokohnya. Mbok Jum menyambut kami di teras rumah. Namun, kami tak melihat ada Adam bersamanya. "Sudah pulang, Bu?" tanyanya. "Itu ada Mas Adam di dalam. Ketiduran di sofa," kata Mbok Jum memberitahu sambil tangannya menunjuk ke dalam rumah. Astaga Adam! Aku dan Daniel saling berpandangan. Wajah Daniel tampak tenang tak bereaksi. Sementara aku yakin wajahku pasti pucat saat ini, karena kemudian dia bertanya. "Ada apa?" "Tidak." Aku menggeleng pelan. Lalu aku segera mengajaknya melangkah lagi ke dalam. Dan benar saja, di sofa, kulihat Adam sedang tertidur pulas masih dengan pakaian yang dia kenakan tadi pagi saat berpamitan padaku mau ke luar kota. Sudah berapa lama dia menungguku disini sampai ketidur
Baca selengkapnya
ISTRI DANIEL?
Daniel menelponku pagi harinya. Dia menghujaniku dengan perhatian-perhatian yang justru membuatku semakin merasa bersalah pada Adam. Masih belum hilang dari ingatanku bagaimana kemarahan di wajah Adam semalam. Lalu sebuah pertanyaan segera terlintas di pikiranku. Apa hari ini Adam akan tetap datang kesini seperti biasa? Atau dia justru tidak akan muncul di hadapanku lagi? Aku belum sanggup ditinggal Adam dengan kondisi bisnis yang sedang mulai berjalan seperti ini. Mendadak aku merasa sangat kotor. Seperti inikah aku sekarang? Memikirkan Adam hanya karena membutuhkan bantuannya saja? Aku merasa sepertinya aku telah menjadi orang yang sangat jahat. Sampai hari menjelang siang, Adam belum juga muncul disini. Entah sudah berapa ratus kali aku melirik ponsel yang tergeletak di atas meja kerjaku. Berharap tiba-tiba dia mengirimiku pesan candaan seperti biasanya, lalu tiba-tiba muncul membawakan makan siang untuk kami bertiga. Aku sudah mulai putus asa menunggu kemunculan Ada
Baca selengkapnya
BAHAYA MENGANCAM
Wanita seksi dengan tinggi 170 cm itu membanting pintu mobilnya dengan kesal saat sampai di garasi rumah. Dia merasa mantan suaminya itu semakin lama semakin menyebalkan. Kemarin-kemarin dia masih bisa bertemu Tasya, putrinya, walau dengan sembunyi-sembunyi menunggu Daniel pergi ke kantornya. Tapi sekarang, pria itu benar-benar menutup aksesnya untuk menemui putrinya. Pembantu rumah tangganya juga mendukungnya melakukan hal itu. "Brengs*k!!" umpatnya kesal sambil menghempaskan diri di sofa ruang tamu. Tangannya mengacak-acak rambut ikal berhigh light merahnya dengan sangat frustasi. "Ada apa sih, Kak?" Suara serak Vina bertanya dari arah ruang tengah. Lalu sejurus kemudian gadis yang pergelangan tangannya masih dibalut perban itu menghampiri Clarissa di sofa ruang tamu. "Daniel!" sebut Clarissa dengan nada kesal. "Maunya apa sih dia? Aku nggak dibolehin ketemu Tasya. Dia sendiri selalu menghindar waktu kuhubungi, sekarang nomerku malah diblokirnya. Lama-lama str
Baca selengkapnya
MARAHNYA IBU
Sudah sekitar dua minggu Adam tidak lagi datang kerumahku. Tapi lucunya, dia mengirimkan seorang karyawan pria bernama Riko, ke rumah kontrakanku. Dan sudah seminggu lebih, pekerjaan Adam dihandle oleh orang bernama Riko ini. Beberapa kali aku mencoba mengirim pesan pada Adam untuk meminta maaf. Tapi pesanku tak satu pun dibalas oleh lelaki itu. Panggilanku pun tak pernah diangkatnya. Apa Adam semarah ini padaku? Melihat kemarahan Adam ini membuatku hingga tak berani menemuinya langsung baik di kantor maupun di rumah orang tuanya. Beberapa hari setelah kedatangan Mas Reyfan waktu itu, aku terus kepikiran tentang modal usaha yang dimintanya. Bagaimanapun, melihat hidupnya yang sulit seperti sekarang membuatku miris. Setidaknya dia harus punya pekerjaan untuk menghidupi istri dan anaknya. Maka saat bapak menelponku mengatakan bahwa sudah ada yang menawar rumahku, aku bergegas mengajak Keenan ke rumah bapak untuk membicarakan masalah itu. "Kamu mau lepas rumahmu di ha
Baca selengkapnya
GILANYA ADAM
Mas Reyfan mengajakku duduk di kursi teras. Entah, mungkin dia tidak punya meja kursi tamu di dalam rumah kontrakannya itu. Daniel segera mendudukkan diri di sebelahku, sementara Mas Reyfan berada di depanku. Tak lama berselang, Shasha muncul dengan pakaian yang sedikit lebih sopan dari yang dia kenakan tadi. Lalu dia pun duduk berdempetan dengan mantan suamiku. "Maaf Mas, aku nggak bisa bantu banyak. Hanya ini yang bisa kuberikan untuk kamu. Sisanya tetap aku simpan untuk masa depan Keenan," kataku sambil menyerahkan amplop coklat berisi uang 75 juta. Mas Reyfan hanya mengangguk saja tanpa berani bertanya apapun. "Jumlahnya hanya 75 juta Mas, semoga bisa kamu jadikan modal usaha," kataku lagi. Mas Reyfan tetap tak bereaksi, hanya menunduk menatap ke arah amplop yang kuketakkan di meja itu. Tapi justru Shasha yang nampak bereaksi cepat. "Kok cuma segitu Kak? Bukannya rumah Mas Reyfan itu besar. Pasti harganya mahal kan?" Dahinya nampak berkerut menatap ke arahku.
Baca selengkapnya
BADAI SILIH BERGANTI
Lelaki itu menutup pintu ruang kerjanya rapat-rapat. Lalu memejamkan matanya sejenak sebelum akhirnya melangkah ke sofa. Vina, dengan pakaian sedikit berantakan menatapnya masih dengan penuh hasrat. "Pulanglah sekarang! Katakan pada Clarissa kesepakatan yang kita buat tadi," kata Adam sambil menghempaskan diri ke sofa. "Tapi kita belum menyelesaikan yang tadi, Sayang," protes gadis bergincu warna gelap itu. "Kamu pikir tadi itu apa? Maaf, aku nggak sengaja. Pulang saja sana! Kerjakan yang aku bilang," ketua Adam. "Adam, kok kamu gitu sih? Apa kamu benar-benar sudah nggak mau bersamaku?" "Vinaaa ... kamu dengar aku kan? Kamu turuti perintahku atau kita tidak akan pernah bertemu lagi." Adam mulai mengancam. Dan Ancaman Adam selalu menakutkan bagi gadis bernama Vina itu. Akhirnya dengan kesal karena hasrat yang belum tuntas, dia menghentakkan kakinya keluar ruangan. 'Kamu sudah melukaiku sangat dalam, Hani. Aku ingin suatu hari kamu bertekut lutut me
Baca selengkapnya
AMBRUK
Sepagian aku tak keluar kamar. Saat tengah malam, aku tiba-tiba merasa badanku panas. Mbok Jum yang kupanggil subuh itu tentu saja panik. Dia segera mencari minyak angin dan koin untuk mengeroki bagian punggungku seperti biasa saat aku meriang. Setelah Mbok Jum selesai, aku kembali meringkuk dengan selimut tebal. Menyelimuti badanku yang sedang menggigil parah. Hera dan Santi yang datang seperti biasa pukul 8 pagi menjengukku ke lantai atas. Keduanya muncul dengan wajah-wajah polos mereka yang penuh simpati padaku. "Mbak Hani sudah minum obat? Apa aku anterin ke dokter aja, Mbak?" tanya Santi khawatir. Aku menggeleng lemah. "Nggak usah, San. Udah dikerokin tadi sama Simbok. Paling bentar lagi juga sembuh," ucapku dengan nada serak. "Aku minta tolong ya kerjaanku hari ini kamu handle dulu? Kayaknya aku masih perlu istirahat," jelasku padanya. Keduanya mengangguk dan kemudian kembali turun untuk memulai aktifitas seperti biasa. Setelah menghabiskan bubur
Baca selengkapnya
SEJUTA AKAL
Setelah menerima transferan uang dengan jumlah lumayan fantastis dari Adam hari itu. Clarissa pun segera memacu mobilnya kencang untuk menemui seseorang. Entah apa yang dia bicarakan dengan lelaki yang ditemuinya di sudut sebuah mall itu, tapi yang jelas sepertinya sangat serius. Setelah menyelesaikan urusan dengan si lelaki misterius, Clarissa bergegas menuju ke sebuah klinik milik seorang sahabatnya untuk melancarkan rencana keduanya. Dan dia menghubungi ponsel adik sepupunya selama dalam perjalanan menuju ke arah klinik. "Vin, Kamu sudah berangkat kan?" tanyanya. "Sudah Kak. Aku hampir sampai." "Oke, jangan lupa kasih kabar ya. Lewat pesan saja." "Oke, Kak." Dan sambungan telepon mereka pun berakhir saat Clarissa sampai di depan sebuah Klinik. Setelah memarkirkan mobilnya, Clarissa bergegas memasuki lobby klinik, berjalan dengan pasti dengan stiletto tingginya dan kaca mata hitam menutupi matanya. . . . Sementara itu di sudut lain kota itu, V
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status