All Chapters of Atas Nama Pohon Suci: Chapter 21 - Chapter 30
52 Chapters
20 | Sihir Aisyah
RUMAH Aisyah ini bak Istana Nurul Iman Kesultanan Brunei Darussalam. Berdiri kokoh dinding-dinding tinggi dengan sederet ventilasi terbuka. Selain bangunan utamanya yang menjulang, bagian halamannya juga luas sekali. Kira-kira satu lapangan sepak bola. Halaman itu sendiri ditanami pohon papirus dan pohon kurma. Pokoknya timur tengah banget.Di bagian halaman ini, terhampar karpet dan tenda-tenda raksasa. Berdiri pula kipas angin dan AC portabel yang mengisi setiap sudut halaman. Lautan manusia bergamis maupun berkerudung pun membanjiri hingga ke jalan depan rumah sampai ujung jalan. Padat sekali.Musik bernuansa Islami pun terdengar diputar dengan volume yang memekakkan telinga. Yaa toyyibah, yaa toyyibah ... dan seterusnya, dan seterusnya. Ditambah dengan sekelompok orang bersorban yang baru turun dari mobil pikap, lengkap sudah suasana khas pengajian ala Indonesia.Uniknya, orang-orang bersorban ini tidak hanya tiba dengan pikap, tapi ada juga yang turun dari
Read more
21 | Tin dan Zaitun
LALU, pembawa acara membacakan jadwal acara pengajian selanjutnya. Giliran seorang cendikiawan Muslim yang akan memberikan pidato. Aku kaget ketika nama Imam Syahrir dipanggil. Soalnya, aku tidak melihatnya di tenda manapun. Pakaian sorban dan cambang nan lebat, pastilah tidak sulit menemukannya.Imam Syahrir mengenakan busana yang sama dengan yang dia kenakan saat hadir di In-Depth with Aaliyah kemarin. Thawb dan guthrah. Saat dia berjalan menuju mimbar di atas panggung, teriakan Allahu Akbar berulang kali berkumandang.Aku jadi merinding sendiri mendengarnya.Sambil berdiri di mimbar, Imam Syahrir pun membalas teriakan itu dengan, “Allahu Akbar,” pula. Suasana di rumah Abah Rasyid semakin ramai. Ratusan orang dengan sorban tiba-tiba maju ke depan di hadapan Imam. Sepertinya mereka benar-benar bermaksud untuk menyimak petuah-petuahnya.Aku yakin mereka adalah massa Laskar Jihad Nusantara alias Lasjitara yang kesohor itu.Usai menyapa h
Read more
22 | Tipu Muslihat
ALARM jam ponselku berdering. Aku pun terbangun dibuatnya. Jam setengah tujuh pagi. Seperti biasa, aku bergegas bangkit dan langsung membersihkan diri di kamar mandi. Setelah itu, aku olesi ketiakku dengan deodoran, tubuhku aku semprot dengan parfum. Lalu kukenakanlah seragam batik khas hari Jumat. Aku bersumpah, di kampus aku tidak akan menemui Aisyah lagi.Aku melangkah ke halaman dan kupanasilah motor matik kesayangan yang baru aku beli tiga bulan yang lalu. Tapi kok ya ada yang mengganjal. Biasanya, setiap hendak berangkat kampus, ibu sudah cerewet. Namun sekarang berbeda. Aku tengok ke arah toko. Aku melihat Yeyen sedang berjaga sambil mengetik di ponselnya. Dia tampak senyum-senyum sendiri.“Kowe gak ngampus ta?” tanyaku prihatin. (Kamu gak ke kampus?)“Gak,” jawabnya pendek sambil senyum-senyum. (Nggak)“Lha lapo?” aku penasaran. (Lha kenapa?)“Saiki tanggal abang, Mas,” tawa Yeyen meledak. (Se
Read more
23 | Tipu Muslihat 2
Saat bungkusan paket itu terbuka paripurna, mendadak aku bisa melihat kedua bola matanya berbinar. Doi berusaha menutupi rasa gembiranya dengan membalikkan badan. Juleha lantas membeber gaun yang dia idamkan itu ke arah ventilasi. Kan lagi hujan, apanya yang mau diterawangi? Tapi, Juleha kelihatan bahagia hingga guling-guling di lantai.“Surprise!” kataku verbal dengan datar.Tapi tanpa alat bantu dengar, Juleha tak mendengarnya. Semoga dia membaca gerak bibirku.Di tengah Juleha mengagumi pakaian yang diinginkannya itu, aku bergeser duduk di kursi sofa butut di ruang tamu. Doi lantas menurunkan baju, berbalik badan lagi, lalu menatapku tajam.“Piroan?” tanyanya verbal. (Berapaan?)“Rong atus,” aku menjawab jujur dengan bahasa isyarat, lantas berhanduk. “Balekno lho yo?” (Dua ratus. Kembalikan, lho ya?)Aku sengaja ngomong begitu supaya Juleha merasa terikat denganku karena berhutang. Aku pun t
Read more
24 | Penegak Hukum
Aku penasaran.Baru saja hendak berjalan menuju rumah Juleha, ada suara seorang wanita memanggilku. Dari nadanya, aku bisa mengenali, itu suara ibuku. Dia sepertinya berjalan tergesa-gesa dari arah warung Cak Lamis. Ibuku sepertinya memegang map berkas."Lang!" Panggil ibuku."Ya," jawabku."Kamu ditunggu di Cak Lamis," kata ibuku sambil menjentikkan map berkas di udara dan melewatiku.Apa yang membuatnya terburu-buru? Mungkin dia lupa sesuatu saat bekerja di Mak Atik Catering. Tapi, file apa yang dia bawa? Sepertinya penting. Oke nanti. Sekarang, ada sesuatu yang lebih mendesak – ke rumah Juleha untuk meminta penjelasan."Galang, Nak!" panggil ibuku dari dalam toko."Ya," jawabku, menghentikan niatku untuk pergi ke rumah Juleha."Pinjam HP-mu," tanya ibuku. "Pulsa ibuk habis.""Oke," aku berjalan mendekat dan memberikan ponselku padanya.Aku tidak tahu siapa yang akan dia telepon. Tapi, ibuku keluar dari to
Read more
25 | Nista Kesalehan
Pecok dan Mat Bagi tertawa cekikikan. Mereka tidak tahu apa yang baru aku alami tadi malam di rumah Aisyah, dan tadi siang di rumah Juleha. Wabil khusus yang aku sebut terakhir, sekarang aku malah ngobrol cakep bersama kakaknya. Kalau sampai Juleha mengadu ke Kentung, aku bisa dicor dan dibuang raja tuyul itu ke laut. Jenazahku pun tak akan pernah ditemukan. Hiks.Aku pun menyela di tengah nyanyian, dengan bertanya pada Kentung dan Culex, mengapa mereka tidak bekerja? Mereka menjawab sudah lembur hari sebelumnya. Sekarang mereka cuma bekerja setengah hari. Persebaya gitu loh.“Lha, Santos nang ndi?” tanyaku.“Kencan ambek guru sekolahmu,” jawab Kentung.“Sopo?” aku penasaran.“Mboh, lha mosok aku bapak’e?” jawab si raja tuyul.Kami terus berpesta sambil bercanda. Di tengah lelucon, sudut mataku menangkap sesuatu yang tidak asing. Ada Toyota Avanza hitam diparkir di seberang Masjid Al Muha
Read more
26 | Bintang Jatuh
PERJALANAN ke Stadion Bung Tomo ini selalu seru. Sepanjang jalan, aura solidaritas terpapar di udara. Nyanyian dukungan kepada Persebaya terus membahana sambil diiringi bunyi terompet serta gebukan drum.“Kami ini Bonekmania, kami selalu dukung Persebaya. Di mana kau berada, di situ kami ada. Karna kami Bonekmania. Yuhuu, yuhuuu ...”Seolah-olah para Bonek Kertaya telah melupakan insiden penangkapan Cak KamidDi tengah kemarahan, aku ingin mengetahui lebih detail tentang penangkapan Cak Kamid oleh KPK dalam pemberitaan. Aku mengambil ponsel membuka situs Indonesian Herald. Itu adalah saluran berita online paling terkenal. Di sana, penangkapan Cak Kamid menjadi berita utama.Ternyata dugaanku benar. Kedua insiden itu benar-benar terkait. Petugas KPK menangkap Bowie sebagai buntut penangkapan Bupati Bangkalan Farid Anwar.Seperti berita yang disiarkan Indonesia News Channel (INC) sebelumnya. Kasus Bupati Farid adalah kasus suap. Dia ditud
Read more
27 | Noda Merah Marun
AKU masih tak percaya Juleha menemukanku dalam keadaan compang-camping di emperan restoran. Tapi sekarang, bidadari itu malah membimbingku ke peraduannya. Dibukanya pintu rumah, Juleha lantas menggiringku ke dalam kamar. Dan kini, dia tak lagi terisak, tetapi sedang berbunga hatinya.Di dalam kamar Juleha ini, aku bisa melihat cahaya lampu berpendar dengan redupnya. Tapi, aku masih bisa menerawangi Juleha yang tampak ayu dengan hanya berbalut daster polkadot. Aku pun teringat tantangannya tadi siang. “Ulangi kalau berani,” begitulah provokasinya kepadaku.Aku pun memberanikan diri mendekatinya dengan perlahan. Juleha lantas tersipu malu. Kulingkarkanlah tanganku ke pinggangnya. Juleha menyambutnya dengan meletakkan kedua telapak tangannya di dadaku. Dari dekat, aku bisa melihat bibirnya yang merekah. Lagi-lagi kuberanikan diri mendorong bibirku ke bibir Juleha.Kunikmati sensasi lidah yang beradu, hingga kugeser kedua tali daster di pundaknya, ke ara
Read more
28 | Pertengkaran
SAMPAI di rumah, aku melihat adikku Yeyen sedang melayani seorang pembeli di toko. Aku pun membuka pagar rumah yang sudah tidak tergembok. Sebelum aku masuk, pandangan mataku terganggu. Rupanya ada satu pot bunga yang pecah di halaman luar rumah.Kok bisa pecah?Ya sudah tidak apa-apa. Mungkin karena ulah anak-anak yang bermain hingga menyenggol pot lalu terjatuh dan pecah. Ibuku sendiri memang suka bercocok tanam. Di halaman depan rumah, berjajar dan bergantungan berbagai jenis tanaman hias dan toga.“Opo’o iku?” tanyaku kepada Yeyen.“Mboh gak ngerti,” jawabnya.Aku pun mengambil sapu dan cikrak lalu membersihkan sekaligus membuang pot bunga yang pecah itu ke tong sampah.Setelah itu, Yeyen pun bertanya semalam aku tidur di mana? Aku menjawab di rumah Mr. P di Manyar Sambongan. Kan tidak mungkin aku menjawab tidur di rumah Juleha. Aku pun menambahkan, ketika aku pulang, pagar rumah sudah dalam keadaan tergembo
Read more
29 | Rumah Kuno
“Lang!” teriak seorang perempuan memanggilku dari luar kamar. “Galang,” panggilnya lagi. “Tangi, Le! Gak jemput Amel ta?”“Nggih, Buk!” balasku setengah sadar dari dalam kamar.Tapi, kok ibu bisa tahu aku mesti jemput si Amelia, malam ini? Aku kan gak cerita ke beliau. Mungkin saja, bapak yang kasih tahu. Aku lihat jam dinding hitam bergambar logo huruf A dan W putih yang saling tumpuk. Telunjuknya yang pendek mengarah ke angka 5, sementara telunjuk panjanganya menunjuk angka 1. Sudah jam lima sore.Rupanya aku ketiduran setelah bermain gitar tadi. Paracetamol memang jos markuojos! Pantas, orang berkendara dilarang mengonsumsinya.Aku pun merenggangkan ototku yang kaku, lalu menengok ponsel. Ada beberapa pesan percakapan via WhatsApp. Masih dalam keadaan terbaring, aku baca siapa saja yang mengiriku pesan. Yang terbaru ada si Ameliaia Limantoro yang mengingatkanku untuk menjemputnya tepat jam tujuh malam. Ak
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status