Semua Bab Aranjo: Bab 41 - Bab 50
125 Bab
Bab 41 . I - Hukuman Pertama Berhasil Dilalui
NnnTidak lagi mengatakan apapun, Raja langsung berderap ke Paviliun Selatan. Di Paviliun Selatan, tepatnya kamar Aranjo. Jenderal Ming Hao dan Aranjo sedang bersenggama. Percintaan lembut dan penuh perasaan diiringi dengan desahan serta erangan panas. Jenderal Ming Hao masih begitu tergila-gila dengan tubuh ini. Tubuh yang tidak menua. Kulit masih begitu halus, payudara dan bokong yang masih begitu padat. Bahkan, kewanitaan yang masih begitu kencang. Tangan dan bibirnya menjajah payudara kencang itu. Meremas, mengisap bahkan mengigit kuat. Pinggul Sang Jenderal bergerak maju mundur dalam tempo yang begitu cepat. Ya, ini masih begitu awal sebelum Raja datang untuk minta dipuaskan. Jadi, mereka melakukan percintaan yang lambat dan memabukkan. Luapan gairah membuat mereka tidak mendengar saat pintu depan Paviliun dibuka. Kasim berlari kecil, berusaha mengimbangi langkah kaki Raja yang begitu lebar. Bahkan di tangan kasim sudah ada
Baca selengkapnya
Bab 42 . Alam Langit - Terikat
BbbKembali ke dunia fana, tepatnya di Kerajaan Qiyang. Raja memeluk tubuh Aranjo yang telah terbujur kaku. Benar, saat jiwa Aranjo ditarik kembali ke Alam Langit maka itu bersamaan dengan tubuh dewinya. Saat ini yang berada di dalam pelukan Raja adalah tubuh manusia yang tidak lagi bernyawa. Mo Za menyaksikan semua itu dengan hati gembira. Setelah itu, rencana berikutnya dijalankan. Kabar tentang kematian Sang Jenderal disebarluaskan dan ini adalah kesempatan bagi mereka yang selama ini haus akan kekuasaan, untuk melakukan kudeta. Raja dikabarkan gila, karena membunuh Jenderalnya sendiri dan tidak lagi pantas menyandang gelar Raja. Terjadi perebutan kekuasaan, karena Raja tidak memiliki pewaris. Putra mahkota yang bodoh tidaklah pantas memimpin Kerajaan Qiyang. Satu hal yang tidak disangka Mo Za, bahwa para penggila kekuasaan menghabisi nyawa semua pengikut Raja. Mulai dari kasim, pelayan, pengawal yang setia, para selir, Ratu b
Baca selengkapnya
Bab 43 . Alam Langit - Bermain?
Di tengah-tengah aula Alam Langit yang begitu megah, Kaisar Langit duduk di singgasana utama dengan Kaisar duduk di sampingnya. Dewa Malam dan Dewi Angin hadir, tanpa kedua putri mereka. Serta ada beberapa pengawal yang berdiri di sekitar aula. Berjaga-jaga seakan ada hal buruk yang akan terjadi. "Aranjo! Beri hormat kepada Kaisar Langit dan Kaisar!" tegur Dewa Malam. Aranjo memalingkan wajahnya menatap sang ayah. Dulu, Aranjo akan menatap Dewa itu dengan tatapan memuja dan mengagumi. Namun, saat ini Aranjo menatap ayahnya dengan tatapan dingin dan muak. Bahkan, ayahnya tidak bertanya bagaimana keadaannya. Dewa itu hanya ingin terlihat berwibawa di hadapan pemimpin tertinggi Alam Langit. "Beri hormat! Apakah kau ingin Kaisar Langit dan Kaisar mengira kami tidak mengajarimu sopan santun?" tegur Dewi Angin, ibu tirinya. "Apakah pernah?" tanya Aranjo dingin. Dirinya tidak pernah diperlakukan layaknya putri kandung ayahnya. Bahkan, dir
Baca selengkapnya
Bab 44 . Alam Langit - Kita Belum Bermain!
KkkAranjo berlari keluar dan melihat Ara, sudah berdiri di halaman depan kediaman ini. Segel pembatas sudah dihilangkan oleh Sang Kaisar dan itu membuat Ara dapat melangkah masuk ke dalam kediaman ini. "ARA!" seru Aranjo dan menghambur ke dalam pelukan Ara. "Aranjo!" balas Ara dan memeluk Aranjo erat. "Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Ara sambil memeriksa tubuh Aranjo. "Semua baik-baik saja, hanya masalahnya aku masih mengingat apa yang aku lalui di dunia fana!" jawab Aranjo jujur. "Dewa Erlang dan Dewa Vulcan! Kedua Dewa itu adalah Jenderal dan Raja Kerajaan Qiyang!" jelas Ara. Aranjo mengangguk dan berkata, "Aku tahu dan sudah bertemu dengan mereka di aula! Dan hanya aku yang memiliki ingatan akan mereka!""Oh, Aranjo!" Kembali Ara memeluk Aranjo. Dirinya tahu jelas apa yang dilalui Aranjo di dunia fana bersama kedua Dewa itu. Sangat buruk jika hanya Aranjo yang memiliki kenangan akan hal terseb
Baca selengkapnya
Bab 45 . Alam Langit - Tidak Seru Bermain Denganmu!
HhhAranjo menatap tanpa berkedip dan tidak tahu malu. Sedangkan Sang Kaisar melepaskan pakaiannya, sambil menatap Aranjo dengan wajah datar tanpa ekspresi apapun. Aranjo menelan ludah. Seperti bayangannya, tubuh Sang Kaisar sempurna. Saat ini pakaian bagian atas Sang Kaisar sudah terlepas sempurna, tinggal celana panjang tipis berwarna putih yang masih bertengger dari pinggul ke bawah. Otot-otot sempurna dengan perut yang rata sampai pusarnya dan apa yang ingin dilihat Aranjo masih tertutup celana panjang putih. Kaisar mulai mengaitkan jari di pinggang celananya dan hendak menarik turun."CUKUP! CUKUP!" seru Aranjo buru-buru. Kaisar melepaskan pinggang celananya dan berdiri tepat di hadapan Aranjo setengah telanjang, seakan menunggu apa yang ingin dilakukan Aranjo. Aranjo tidak menyangka Kaisar akan melakukan perkataannya dan apa yang harus dilakukannya sekarang? batin Aranjo. "M-masuk ke kolam!" perintah Aranj
Baca selengkapnya
Bab 46 . Kehidupan Kedua - Wanita Suci
BbbBayi yang baru dilahirkan dengan mata yang masih tertutup langsung dialirkan ke aliran sungai. Bayi mungil itu tidak menangis dan tertidur lelap saat keranjangnya mulai bergerak mengikuti arus. Sang dukun melihat keranjang itu sampai hilang dari pandangannya, memastikan keranjang itu tidak terbalik apalagi tenggelam. Sisanya itu diserahkan kepada Dewa, apakah bayi itu akan ditemukan oleh suku tabib atau dimangsa hewan buas. ***"Niang*! Ada keranjang!" pekik Yu Yang bocah perempuan berusia 5 tahun kepada Nian Zhen, kepala suku tabib. Seperti biasa Nian Zhen akan menyusuri sepanjang sungai untuk menemukan bayi-bayi malang. Merawat mereka yang bertahan hidup dan menguburkan mereka yang meninggal. Malam ini setelah hujan lebat akhirnya berhenti, tetapi guntur masih saling bersahutan, Nian Zhen mendapat firasat akan ada bayi istimewa yang akan datang padanya. Nian Zhen menghampiri keranjang yang tersangkut di be
Baca selengkapnya
Bab 47 . II - Menyelamatkan Prajurit
HhhAranjo muda berlari mengelilingi toko dan naik ke lantai atas. Namun, tidak ada benda apapun yang menarik perhatiannya seperti miniatur pagoda emas yang ada di ruang dimensinya. Lelah berkeliling, akhirnya Aranjo beristirahat di dalam kamar yang telah disiapkan oleh Griffin. Aranjo menghabiskan hari-harinya di dalam toko dan menolak saat Griffin mengajaknya berkeliling kota. Saat ini ingatannya telah kembali dan sikapnya tidak lagi sesuai dengan tubuhnya yang baru berusia 15 tahun. Aranjo lebih senang berada di toko dan mengamati orang-orang maupun mahluk alam lain yang berwujud manusia. Pelayan Griffin yang bernama Goro juga pindah kemari dan memperlakukan Aranjo dengan hormat. Toko di Qiyang, saat ini diserahkan kepada siluman elang  lainnya yang masih merupakan saudara Goro. Tidak ada masalah bagi Griffin untuk berpindah dari toko-tokonya, bukankah Griffin dapat menggunakan kemampuan teleportasinya dengan bebas. Tidak terasa, hari ketiga
Baca selengkapnya
Bab 48 . II - Putera Mahkota
Bubur habis sampai suapan terakhir. Lalu, Aranjo mengeluarkan sapu tangannya dan membersihkan bibir prajurit itu perlahan. Xue Min menangkap tangan Aranjo yang sedang memegang sapu tangan. "Apakah kamu sering melakukan ini?" tanya Xue Min. "Melakukan apa?" tanya Aranjo. "Melakukan ini! Melepaskan pakaian pria dan menyuap makan mereka!" ujar Xue Min. Memikirkan kemungkinan wanita ini pernah melakukan hal ini terhadap pria lainnya, cukup membuatnya marah. "Tidak! Hanya Tuan!" jawab Aranjo. Dirinya tidak sepenuhnya berbohong. Memang ini kali pertama Aranjo melepaskan pakaian seorang pria, di kehidupan kedua ini. Xue Min melepaskan tangan Aranjo. Lalu kembali merebahkan tubuhnya di ranjang rotan dan memejamkan mata, seraya berkata, "Mungkin sebelum matahari terbit akan ada pasukan kerajaan yang menemukan kita! Jadi bersiaplah!""Baik!" jawab Aranjo dan kembali duduk di kursi kayu reyot yang ada di balik me
Baca selengkapnya
Bab 49 . II - Norma Yang Tidak Dapat Dilanggar
HhhAranjo duduk menyamping tepat di depan tubuh kokoh sang pangeran. Kedekatan ini cukup menggelitik hasrat Aranjo dan dirinya juga yakin sang pangeran, merasakan hal sama. Kuda berderap lambat menyusuri jalan setapak. Aranjo yang duduk menyamping, sesekali hendak terjatuh karena tidak berpegangan pada apapun. "Peluk tubuhku!" ujar Xue Min. Apa yang ada dipikirannya? Seharusnya, dirinya membiarkan wanita ini duduk sendiri di atas kuda lain. Namun, Xue Min menyukai kedekatan ini, bahkan tubuhnya dijalari perasaan menggelitik yang menyenangkan. Dirinya tidak memiliki pengalaman dengan wanita, tetapi bukan berarti dirinya tidak tahu akan hal tersebut. Aranjo menengadah menatap sang pangeran yang juga sedang menunduk, menatapnya. Tatapan mereka terkunci dan Aranjo ingin mengecup bibir tipis itu. Namun, tentu tidak di sini, tidak dengan cadar menutup wajahnya. Aranjo masih menatap sang pangeran dan satu tangannya mulai dilingkarkan p
Baca selengkapnya
Bab 50 . II - Pangeran Tertua
Keesokan harinya, pemukiman suku tabib kembali kedatangan prajurit istana. Yu Yang berlari ke dalam pondok utama, di mana Nian Zhen dan Aranjo sedang meracik obat. "Niang! Prajurit istana datang kembali!" seru Yu Yang terburu-buru. Nian Zhen meletakkan guci keramik tempat bubuk obat dan merapikan pakaiannya. "Tunggu di sini!" perintah Nian Zhen kepada Aranjo. Aranjo mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya. Apakah Xue Min datang menjemputnya? batin Aranjo sambil tersenyum. Nian Zhen bersama Yu Yang berjalan keluar pondok menuju gerbang pemukiman. "Salam! Aku Guo, tangan kanan Ratu Luoyang! Menyampaikan perintah Ratu  untuk membawa wanita suci bernama Aranjo masuk ke dalam istana!" Guo pelayan senior dan kepercayaan Ratu menyampaikan perintah itu. Karena ini adalah titah dari Ratu, maka Nian Zhen tidak memiliki alasan untuk keberatan. Tadi, Nian Zhen mengira bahwa putera mahkota yang datang untuk
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status