Semua Bab Hatimu Bukan Sebongkah Batu: Bab 31 - Bab 40
120 Bab
31. Kekasih Paling Romantis
Hati Mimi berdebar tidak karuan. Allan mengatakan dia kangen Mimi. Ya ampun, Mimi bingung jadinya harus bersikap bagaimana. Tapi Mimi juga tidak mau sok baik, yang akan membuat Allan berpikir Mimi memang membuka hati buat Allan. "Iya, Kak. Ga apa-apa, ya. Nanti aku pasti balik, kan? Cuma sebulan aja aku di Surabaya." Mimi memegang dadanya, menekan rasa tidak teratur yang seperti naik turun di sana. "Oke. Pas kamu balik, lukisannya jadi. Aku janji." Allan kembali tersenyum. Hatinya berdesir, membayangkan gadis cantik itu tersenyum padanya. "Oh, iya," sahut Mimi. "Kalau kamu balik, buatin pancake, ya?" Allan jadi ingat pancake Mimi, kali pertama dia masak buat Allan. "Eh, iya. Nanti aku buatin." Mimi menggigit bibirnya. Aduh, makin ga karuan rasa hati. Makin rasa bersalah jadinya. Dayinta tidak mendengar apa yang Mimi dan Allan katakan, tapi dari ekspresi sahabatnya itu dia tahu, Mimi merasa tidak nyaman. Dayinta makin penasaran saja. Selesai Mimi bertelpon segera dia tanya, apa ya
Baca selengkapnya
32. Senyum Dua Pria Antonius
Allan sangat senang bisa memberi kejutan buat Mimi. Dia yakin dengan apa yang dia lakukan Mimi akan mengerti Allan serius dengan cintanya buat gadis itu. Dan jika begitu Mimi pasti mau membuka hatinya untuk Allan. Sedikit banyak, Allan juga merasa Mimi ada hati padanya dengan semua kebaikan dan kesabaran yang Mimi tunjukkan saat bersama Allan. Hari mulai sore, Mimi minta waktu menyiapkan diri untuk nanti akan menemani Allan ke opening pameran lukisan. Mimi masuk ke dalam, bersiap. Sementara Allan duduk di depan ditemani Hendra yang sudah pulang dari kantor. Viviana menemui Mimi yang tengah duduk di depan meja memakai make up. Dia perhatikan putrinya yang bukan lagi remaja, dia sudah dewasa. Cantik dan menarik. "Mi, kamu rasa tidak kalau Allan ada hati sama kamu?" Viviana tidak mau menyembunyikan ini dari Mimi. Dia harus bicara karena ini sesuatu yang bukan main-main. Mimi menghentikan tangannya yang sedang memegang lipstik akan mengoles di bibir mungilnya. Dia menoleh pada Viviana.
Baca selengkapnya
33. Kembali Terluka
Mimi merasa dadanya berdetak tak karuan. Tatapan tajam Allan menghujam padanya. Tangan Mimi masih memegang ponsel dan mendengarkan Nehan bicara di sana. "Iya, Kak. Besok? Iya." Mimi sedikit gugup. Dia menunduk, menghindari tatapan Allan. "Oke, sampai besok, Sayang. Ajak aku ke tempat seru ya, biar romantis, haa ... haa ...." Nehan terdengar sangat senang bisa bicara dengan Mimi. Lalu telpon selesai. Allan masih berdiri di tempatnya, menatap Mimi. Mimi gelisah. Apa yang akan terjadi selanjutnya? "Itu siapa?" tanya Allan. Nada suaranya datar. "Kak Nehan." Mimi tidak mungkin berbohong. "Kamu bisa jelaskan apa yang terjadi?" tanya Allan lagi. "Kak ...." Mimi makin gugup. Mau tidak mau dia harus bicara. "Kak Nehan dan aku, kami ...." Mimi menarik napas menetralkan hatinya. "Kami, udah jadian." Allan merasa dadanya bergejolak. Ada rasa marah di sana. Dia cemburu. Sejak awal dia melihat Nehan, dia tahu kalau cowok itu akan mengejar Mimi. Tapi dia tidak mengira, Mimi ternyata
Baca selengkapnya
34. Jangan Ganggu Aku!
Nehan begitu tampan. Mimi memandang kekasihnya dengan dada berdebar. Berdua menikmati hari, indahnya. Nehan bercerita banyak tentang apa saja yang dia lakukan saat pulang ke Jember. Kegiatan ini dan itu bersama teman-teman membuat Nehan merasa hari-harinya berwarna. Mimi ikut gembira dengan semua yang Nehan tuturkan. Itulah Nehan Mahadi, selalu bersemangat dengan apa yang bisa dia kerjakan setiap hari. Hanya sehari bersama, tapi cukup melepas rindu yang sudah bertumpuk sejak libur dimulai. Dari jam sepuluh pagi Nehan menjemput, Mimi dan Nehan mengelilingi kota Surabaya. Jalan-jalan di mall, nonton bareng, masuk arena bermain, hingga makan malam. Ah, asyik, takkan terlupakan. Sederhana saja, tapi tetap menyenangkan. Bukan soal di mana dan bagaimana, yang paling penting dengan siapa bisa menghabiskan waktu. Jika itu dengan dia yang terkasih, semua sangat berkesan. "Ya, sudah malam. Harus mengantar kamu pulang. Dan aku harus balik ke kampung halaman. Coba bisa bawa kamu ke sana, Mi. A
Baca selengkapnya
35. Meninggalkan Rumah Si Hati Batu
"Tuhan, tolong buat ini berhasil. Kumohon." Mimi mendekap amplop di dadanya. Dia menulis surat pada Allan, isinya penjelasan tentang alasan Mimi tidak berani mengatakan tentang Nehan pada Allan. Dia berharap isi surat itu akan bisa membuka pikiran Allan lalu dia bisa mengerti Mimi. Mimi keluar kamarnya, dia berhenti di depan kamar Allan. Dia menunduk, meletakkan amplop di bawah pintu, lalu dia dorong masuk ke dalam kamar. Sebenarnya Mimi lebih senang jika dia bisa langsung bicara dengan Allan. Masalahnya pesan Mimi tak pernah dibaca. Apalagi telpon, di-reject terus. Menulis surat satu-satunya peluang yang mungkin bisa jadi solusi. Setelah yakin surat itu masuk, Mimi berdiri lagi. Dia betulkan posisi tasnya kemudian berjalan keluar rumah. Mimi berangkat ke kampus. Kembali semester ini Mimi menuju tempat kuliah dengan ojol. Dia kangen duduk di boncengan, di belakang Allan sambil ngobrol. Sesekali Allan akan bercanda dan membuat Mimi tertawa. "Aku kangen Kak Allan yang sudah cer
Baca selengkapnya
36. Nehan yang Tak Terduga
Hujan turun tidak begitu deras, tapi cukup lama. Sejak siang hingga menjelang sore rintiknya belum juga berhenti. Mimi menatap keluar jendela kamar. Dia perhatikan titik hujan yang jatuh bergantian terus saja membasahi tanah. Ini hari ketiga dia tinggal di tempat kos. Memang dia tidak melihat wajah ketus Allan. Dia tidak perlu berhati-hati bersikap dan takut-takut kalau melakukan sesuatu yang membuat Allan marah. Namun, entah kenapa dia tetap tidak tenang. "Apa Kak Allan ga buka suratku? Apa setega itu? Mungkin saja sudah, tapi dia ga peduli." Hati Mimi bergelut. Allan tak pernah bisa sepenuhnya menyingkir dari pikirannya. Klekk! Mimi menoleh ke arah pintu. Dayinta masuk je kamar, membawa nampan di tangannya. Dia mendekati Mimi dan duduk di sebelah gadis itu. "Lihat, Mi." Senyum Dayinta melebar. Dia tunjukkan nampan yang dia bawa ke depan Mimi. "Teh panas dan pisang goreng. Mantap, kan?" Mimi melihatnya, dia ikut tersenyum. "Cocok banget. Hujan-hujan gini." "Yuk, serbu." D
Baca selengkapnya
37. Menemukan Sesuatu
Di hadapan Mimi berdiri wanita lembut tapi tegas itu. Wanita yang buat Mimi seperti ibu keduanya. Dia ternyata rindu juga pada Velia. Mimi rindu pelukan dan senyum wanita itu. Senyum itu sedang tertuju pada Mimi. "Apa kabar, Sayang?" sapa Velia masih dengan senyum terurai di bagian bibirnya. Mimi memeluk Velia erat. "Aku baik, Tan. Aku sangat kangen sama Tante." Velia membalas pelukan Mimi. Velia pun merindukan gadis itu. Dia sudah terbiasa dengan nyanyian Mimi di rumah. Tawanya yang renyah dan riang memenuhi seluruh ruangan. Semua itu tidak ada lagi. Rumahnya kembali sunyi, dengan Allan yang tidak ceria, yang hanya berdiam diri di kamar atau di ruang kerjanya. "Untunglah kalau kamu baik-baik. Tante agak longgar pekerjaan hari ini, makanya sengaja pingin lihat kamu." Velia memegang kedua tangan Mimi, seperti tidak ingin melepas gadis itu. Kalau mau jujur jauh di dasar hatinya dia berharap Mimi juga cinta pada Allan. Karena bersama Mimi, Allan makin baik dan jauh lebih tenang.
Baca selengkapnya
38. Pertengkaran Kembali Terjadi
Allan masih mempertimbangkan untuk bertanya lebih jauh tentang situasi papa dan mamanya hingga mereka bisa bersama. Bahkan yang membuat Allan ingin tahu lebih lagi adalah, mengapa Ferdinand sampai nekat berdusta, pada istrinya, pada Velia, sampai terjadi pernikahannya yang kedua. Apakah karena dia tulus cinta pada Velia? Apakah dia kecewa dengan istri pertamanya? Bagaimana bisa dia menyembunyikan begitu rapi kisah cinta dengan Velia? Semua pertanyaan itu sering berkeliling di kepala Allan. "Aku memang melakukan kesalahan dengan membiarkan diriku terlena dan tidak setia pada Lea. Dia wanita yang baik. Dia merawat dua kakak perempuan kamu dengan baik. Aku bahagia memiliki mereka. Tapi, saat bertemu mama kamu, aku tak bisa menahan diri. Velia wanita idaman buatku. Lea baik, hanya dia berbeda. Aku mencintai keduanya ..." "Jadi diam-diam kalian saling bertemu di belakang aku?!" Ayah dan anak itu dengan cepat menoleh ke arah pintu. Velia berdiri di sana dengan mata menyala. Dia sangat
Baca selengkapnya
39. Mendengar dari Dua sisi
Senyum Mimi menghilang. Dia tahu Dayinta galau. Bagaimana bisa Ricky menyukai dirinya. Dayinta dan Ricky itu bagai langit dan bumi jaraknya. Seperti utara dan selatan yang tidak pernah bisa ketemu. Tapi siapa yang tahu misteri hati dan cinta. Dayinta cewek yang kuat, penuh semangat, pemberani, dan tangguh. Ricky, dia cowok yang tidak terkesan macho, rada ngalem, selengekan, tapi setia kawan dan perhatian. Justru kesannya Dayinta lebih macho dari Ricky. "Day, Ricky baik, kan? Selama ini dia care, tulus, dan ga lelah bantuin kamu dan aku. Kurasa dia serius dengan cintanya. Pikirkan deh, untuk terima dia." Mimi menyampaikan apa yang ada di pikirannya. "Kamu yang bener saja." Dayinta menyahut. Bagaimana bisa dia menerima Ricky kalau hatinya masih nyangkut sama Allan? Meskipun benar, Dayinta sadar, Allan tidak akan melihat padanya, karena pria dingin itu cinta Mimi, bukan berarti dia lalu dengan gampang menerima Ricky. "Bisa dicoba, Day." Mimi membujuk Dayinta. "Beli baju bisa dic
Baca selengkapnya
40. Penemuan Ricky
Hati Ricky tidak bisa tenang sejak dia melihat Nehan bersama seorang gadis di dalam mobil tadi. Dia harus memastikan bahwa pikirannya tentang Nehan salah. Gadis yang bersama Nehan bukan siapa-siapa, hanya teman saja. Kebetulan, ada teman Ricky yang tinggal satu tempat kos dengan Nehan. Jadi Ricky memutuskan pergi ke sana untuk mendapat informasi tentang Nehan. "Hei, tumben kamu ke sini. Ada perlu apa?" sambut teman Ricky begitu Ricky sampai di tempat kosnya. "Suntuk aja, Man. Tugas lagi penuh, pingin refreshing." Ricky menepuk bahu Diman. Diman mengajak Ricky masuk ke kamarnya. "Tugas banyak itu dikerjakan. Kok malah maunya nyantai." "Kamu lagi kerja tugas?" tanya Ricky. Mereka sudah di dalam kamar. "Nggak. Lagi nonton." Tanpa merasa bersalah Diman menjawab. "Sialan! Kirain kamu kerja tugas!" Bukan lagi menepuk, Ricky menonjok lengan Diman. "Adauhh!!" Diman sedikit berteriak karena sakit juga lengannya. Ricky ngakak. "Tapi kebetulan dong, aku ikutan deh, nonton. Film apa?" R
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status