Semua Bab FORBIDDEN SCANDAL: Bab 1 - Bab 10
24 Bab
PAMIT
"Besok aku mau menemui klienku di Osaka. Mungkin aku akan menginap untuk beberapa hari," Pria tampan, berkulit bersih, berbadan porposional itu monoleh ke pintu kamar yang telah kubuka. Alex angkat bicara ketika melihatku masuk.Tampak ia tengah sibuk mondar-mandir dari lemari ke tempat tidur. Memasukkan pakaian dan barang-barang yang akan dibawa, ke dalam koper dan tasnya. Dari rautnya, sepertinya dia terlihat bingung. Kira-kira apa saja yang harus dibawa.Maklum saja, biasanya jika dia akan pergi, aku yang selalu menyiapkan barang-barang yang perlu dibawanya. Sedangkan kali ini, sepertinya pria itu ingin mengerjakan sendiri."Kok mendadak, Sayang," balasku sambil mendekatinya, mecoba membantu memeriksa. Sekiranya barang apa saja yang harus dia bawa.Kuraih koper Alex. Namun, bergegas dia menariknya kembali dengan sedikit kasar. Hingga membuatku terperangah. Menatap heran menyaksikan sikapnya yang tak seperti biasa."Sudah, nggak usah. Semua sudah sele
Baca selengkapnya
RAHASIA
Aku menolak Rania untuk membantuku merapikan barang-barang yang aku bawa. Walau sebenarnya aku merasa bingung barang-barang apa saja yang harus kubawa. Karena selama ini hanya dia yang tahu dan mengurus semua keperluan dan kebutuhanku selama dua puluh tahun ini kami menikah. Aku hanya tak ingin Rania tahu, dokumen-dokumen apa saja yang akan kubawa. Aku tak ingin istriku terluka karena melihat dokumen-dokumen ini. Bahkan aku merasa gugup dan tegang karena telah membohonginya.Segera kututup tas dan koperku. Menguncinya agar Rania tak melihat isi dalam koper saat dia mendekat. "Sudah, nggak usah. Semua sudah selesai aku rapikan sendiri kok," ucapku menepis bantuan yang secara tidak langsung ia tawarkan.Kulihat dari sudut mata, Rania menatapku. Sepertinya dia merasa heran dengan sikapku yang tak biasa. Semoga keheranannya itu tak membuatnya curiga.Aku memalingkan wajah, agar dia tak bisa membacanya. Sebab wajah ini mulai menegang akibat kebohongan yang telah kubuat.
Baca selengkapnya
MENCARI
“Biasa, ada urusan. Cepet, buka gerbangnya,” jawabku seraya berjalan cepat keluar dari halaman rumah menuju taksi online yang sudah menunggu. Apalagi lampu kamar tengah menyala. Aku takut itu Rania, terbangun karena suara klakson dari taksi online.“Baik, Tuan!” Pak Kim bergegas lari mendahuluiku untuk membukakan pintu gerbang.Syukurlah, dia tak banyak tanya macam-macam. Dengusku.Segera aku masuk ke taksi online itu dan memberi perintah pada drivernya untuk segera meninggalkan rumah.*****Aku tersentak dan terjaga dari tidur. Rasanya seperti mendengar suara klakson mobil dari luar pagar depan rumah. Semula aku tak curiga sedikit pun. Apalagi di atas tempat tidur Alex masih tidur dengan selimut yang menutup rapat tubuhnya. Sehingga membuatku tenang dan kembali merebahkan sebentar tubuh ini, sekadar meluruskan kembali otot-otot yang sempat terhimpit karena posisi tidurku yang tak benar.Seraya mengedarkan pandangan dan melihat j
Baca selengkapnya
SEBUAH PENANTIAN
Sepekan sudah Alex tak ada kabar. Sudah beberapa kali aku mencoba menelponnya. Namun, kedua nomornya tak satu pun aktif. Wa terakhir yang kukirim pun juga belum dia baca. Sehingga aku tak bisa mengetahui kabar beritanya. Membuatku cemas, khawatir, memikirkannya apa yang tengah terjadi pada suamiku.Apakah mungkin gawainya tak mendapatkan sinyal di sana? Ah! Rasanya tak mungkin, di negara yang maju akan teknologinya, bisa susah mendapatkan sinyal. Kecemasanku semakin menjadi.Aku menerawang jauh ke cakrawala dari balkon kamar. Berharap mendapatkan jawaban dari atas sana. Agar bisa melampiaskan kerinduan yang kian mendalam. Pada belahan jiwa yang telah menemani selama dua puluh tahun ini.Alex, dimana kamu, Sayang? Aku sudah rindu padamu. Aku kesepian tanpamu. Aku ingin bercinta denganmu. Menuangkan semua nafsuku hanya untukmu. Aku butuh pelukanmu yang hangat, agar tak kedinginan seperti ini.Tiba-tiba suara gawaiku berbunyi dari dalam kamar.
Baca selengkapnya
FIRASAT
Setelah Sarah pamit untuk menutup telponnya, aku pun bersiap-siap merebahkan tubuh di atas ranjang. Sendiri, tanpa Alex di sampingku. Aku merasa benar-benar kesepian di kamar ini. Dingin, tak ada pria yang biasanya selalu dengan senang hati bisa memelukku. Dada yang bidang serta tangan yang kekar, membuatku selalu nyaman berlama-lama di sana. Sambil mendengarkan alunan detak jantung yang seirama dengan napasnya.Menit kemudian, mataku mulai terasa berat. Kelopaknya sudah tak mampu menahan bola manik untuk tetap terjaga. Perlahan cahayanya mulai redup, lalu terpejam untuk membawaku ke alam bawah sadar.Berselang tak lama, tiba-tiba pipiku merasakan belaian halus dari tangan yang sangat kukenal. Mengusap lembut disetiap incinya. Membuatku dengan mudah bisa menebak siapa gerangan yang berada di belakangku. Memberikan kejutan cinta yang hangat.Aku menoleh ke samping kanan. Tanpa diberi aba-aba aku bergegas bangun dan menubruk pria berbadan atletis itu. Memeluk tubu
Baca selengkapnya
MENJEMPUT SAHABAT
Kurebahkan kembali tubuh ini. Setelah menghabiskan air mineral di dalam gelas hingga kurasa tubuh kembali segar. Mencoba kembali memejamkan mata disisa malam ini.Akan tetapi, sudah beberapa menit mata ini tak mau terpejam. Pikiranku melayang terbawa mimpi yang baru saja kualami. Rasanya seperti benar-benar terjadi. Tiba-tiba saja aku menjadi gelisah. Membayangkan mimpi itu akan menjadi kenyataan.“Ya Tuhan. Jangan sampai terjadi,” gumamku. Kuusap wajah ini. Agar bayangan suram itu menghilang. Tak lagi menggangguku yang sedang kesepian.Kuambil gawai yang tergeletak di sebelahku. Mengusap layarnya, mencoba mengecek beberapa chat di sana. Siapa tahu ada berita dari Alex. Akan tetapi, harapan itu membuatku kecewa. Tak ada satu pun chating dari Alex.Kulirik jam di dinding, jarum pendeknya menunjukkan angka dua, sedangkan jarum panjang menunjuk keangka lima. Ah, ternyata waktunya untuk mengadu disepertiga malam.Bergegas aku beran
Baca selengkapnya
SEBUAH KEJUTAN
Netraku seketika terbelalak, serasa ingin keluar dari kelopaknya. Jantung berdegup sangat kencang hingga mampu memompa kobaran api dalam darah. Walau aku masih belum percaya dengan mata sendiri, tapi aku yakin aku hapal betul sosok itu. Walau dalam gelap sekali pun. "Halo, Rania. Are you alrigh?" Tanya Sarah saat melihat ekspresi wajahku yang tiba-tiba berubah. "Ada apa, Rania? Jangan kamu buat saya jadi takut juga! Kamu tidak melihat monster, kan?" celetuk konyol Sarah, namun  tetap tak kugubris. Aku masih fokus melihat sosok pria yang sangat kukenal sedang berdua-duaan begitu mesra dengan wanita, seperti sepasang kekasih yang sedang kasmaran. Aku bangun dari tempat duduk. Untuk lebih memastikan, aku menghampiri pria itu. Dia nyaris membelakangiku. Sehingga dia tak sadar aku mendekatinya. "Alex?" Panggilku sedikit ragu. Pria itu menoleh. Bagaikaan teror menyalip wajahnya. Seketika ekspresinya b
Baca selengkapnya
LAPAR
Aku keluar dari kamar Rania. Menuruni anak tangga satu per satu. Sambil melihat suasan rumah Rania yang besar. Rumah yang sangat megah. Disepanjan dinding tangga, dihiasi dengan foto-foto yang terpajang di sana. Aku tertarik untuk melihatnya.Perlahan aku amati satu demi satu foto-foto itu. Tampak sebuah foto pernikahan Rania bersama suaminya. Rania tampak cantik sekali dengan pakaian pernikahannya yang serba putih dan mahkota di kepalanya. Senyumnya selalu memikat pria yang melihatnya. Tak terkecuali Irwan saat kuliah dulu. Aku sempat iri dengannya kala itu.Jojo, kakak tingkat kami saat kuliah dulu. Terkenal pria yang cool dan tak mudah jatuh cinta dengan wanita mana pun. Walau banyak perempuan yang ingin menjadi kekasihnya. Akan tetapi ketika dia mengenal Rania, Jojo langsung jatuh hati tanpa ada yang bisa menghalangi.Aku beralih melihat foto disebelahnya. Tampak dua gadis yang tersenyum manis. Hidungnya mancung, kelopak mata yang sedikit berkantung, gigi gi
Baca selengkapnya
SAKIT
Pagi ini saya ingin berkeliling halaman rumah Rania yang luas. Melemaskan otot-otot kaki yang terasa kaku. Sekaligus berkenalan dengan pelayan lain yang ternyata masih ada beberapa pelayan yang bekerja di sini.“Hai, Pak,” sapaku pada seorang tukang kebun yang sedang merawan tanaman. Bapak perawat tanaman itu menyahut dengan menganggukan kepala dengan sopan sambil menyunggingkan bibirnya.Tanaman-tanaman yang dirawatnya tampak indah. Tentunya membuat semakin cantik halaman rumah ini. Semua terlihat terawat dan segar. Beberapa pohon perdu pun tengah dipangkas. Bunga-bunga yang indah terlihat basah seperti habis disiram.Haaa! Tempat yang benar-benar nyaman. Membuat aku betah untuk tinggal di sini. Tapi, ish. aku hanya bisa bermimpi bisa punya rumah senyaman ini.Dari kejauhan saya lihat Lily berlari menuju ke arahku. Dari wajahnya, dia terlihat panik. Tampaknya ada sesuatu yang membuat dia ketakutan seperti itu.“Ada apa,
Baca selengkapnya
VIDEO CALL
“Kalau begitu saya akan memberikan dia obat penenang. Tapi nanti diberikan seperlunya saja ketika dia benar-benar membutuhkan obat itu. Dan, saya percaya pada anda. Tolong bantu sepupu saya agar dia tidak mengalami hal-hal yang sama sekali tidak kita inginkan.” Dokter itu memohon padaku dengan tatapannya yang penuh harapan.“Anda bisa mengandalkan saya, Dokter.” Aku meyakinkannya, agar Dokter Harun tidak meragukan kemampuanku untuk mendampingi Rania dalam masalah ini.***Tiga hari sudah aku tergelatak di atas ranjang. Setelah Harun memeriksaku dan Sarah selalu merawat dan memberikan semangat untukku, kini berangsur-angsur kondisiku mulai membaik. Hatiku sedikit tenang, walau terkadang masih terbawa emosi karena mengingat peristiwa di bandara.Aku mencoba untuk bisa mengendalikan emosiku. Demi kedua putriku yang kini sedang sekolah di Amerika.Gawai yang kuletakkan di atas nakas berbunyi. Kulihat Sarah mengambil benda itu la
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status