All Chapters of My Husband's Secret: Chapter 11 - Chapter 20
117 Chapters
11. Bertemu Denganmu
Mami Rita yang lebih dulu menyadari bahwa Fafa tidak ikut duduk di sofa, langsung memanggilnya."Fa, duduk sini!" ujarnya.Reflek Ian menoleh mengikuti arah pandangan mata Mami Rita.Dua pasang mata sama-sama menjatuhkan pandangan. Terkunci untuk beberapa saat. Seketika ruang tengah hening. Ian menatap intens Fafa. Mendapatkan tatapan seperti ini, seketika Fafa beku, seolah-olah terpaku di tempat berdirinya sekarang. 'Jadi, ini yang namanya Mas Ian. Benarkah dia calon suamiku?' batin Fafa. Sedangkan Ian sendiri merasa takjub dengan pemandangan di depannya. 'Benarkah dia calon istriku,' batin Ian.Deg degDetak jantung Ian berkerja lebih cepat dari biasanya. Apakah dia sekarang benar-benar terkena serangan jantung? Dadanya serasa mau meledak dan napasnya sesak, sangat tidak baik jika terus seperti ini. Ingatkan Ian untuk segera memanggil dokter Thomas setelah ini. Fafa, jangan ditanyakan lagi. Saat ini benar-benar pikirannya tidak menentu. Sungguh,
Read more
12. Makan Siang
Dai langsung berdiri mengajak Fafa masuk ke rumah utama. Saat Fafa akan masuk ke dalam rumah, langkahnya langsung terhenti. Fafa gugup, seolah kakinya enggan diperintah melangkah. Masih terpaku di depan pintu. Dilihatnya Ian juga menuju ke meja makan. Merasa diperhatikan Ian lantas menghentikan laju otomatis kursi rodanya. Sedangkan yang lain langsung menuju meja makan. Fafa tetap terpaku di tempatnya. Perlahan Ian mendekati Fafa. "Masuk!" perintah Ian. Tanpa menjawabnya, Fafa langsung berjalan dibelakang Ian.HuffFafa menghembuskan napas lega. Berada di dekat Ian, seakan mencekiknya. Bagaimana jika sudah menikah? BruggFafa menabrak kursi roda Ian yang berhenti mendadak. "Maaf," cicit Fafa."Hhmm," Ian hanya berdehem.Keduanya telah sampai di meja makan. Ian tersenyum tipis, hatinya menghangat. Setelah 20 tahun, baru terjadi sekali ini. Rumah besar yang biasanya selalu sepi dan hari ini b
Read more
13. Persiapan
Aagghh"Apa-apaan ini! Fafa adalah milikku!" gumam Ian sembari terus menatap tab-nya, aktifitas berakhir saat Tini dan Rusdi membereskan meja makan.Ian langsung menutup aplikasi CCTV, kemudian membuka aplikasi privat miliknya. Sungguh, melihat pemandangan itu, dirinya langsung terdiam membeku.Dia melihat Fafa tidur meringkuk. Sebenarnya bukan itu yang membuat Ian membeku. Rambut panjang sepinggang Fafa yang terurailah penyebabnya. "Cantik," gumam Ian pelan.Dia seolah lupa jika tadi siang sudah membuat gadis itu terluka. Ian terus memperhatikan Fafa dalam diam. Ternyata gadis itu sama dengannya, memiliki rambut lurus dan panjang sepinggang. Tanpa sadar Ian tersenyum dan mengusap layar tab-nya. "Gadis itu, pulas sekali tidurnya," gumamnya pelan.Ian langsung menutup aplikasi privat miliknya. Sebelum pikirannya melayang kemana-mana. Bagaimanapun tampilan Fafa yang sedang tidur sangat menggoda untuk dilewatkan. Ian l
Read more
14. Boleh Pegang
Tamu undangan tidak banyak, hanya 12 orang. Ian hanya mengundang adik dari mending ayahnya, keluarga sahabat, dan dokter Thomas. Ian langsung menuju meja-dimana akad akan dilangsungkan. Setelah pengecekan kembali beberapa dokumen, akhirnya acara segera dimulai.Waktu sudah menunjukkan pukul 09:00 WIB. Inilah saatnya prosesi akad nikah. Terdengar suara dari pembawa acara, untuk segera bersiap karena acara segera dimulai. Adapun urutan prosesinya adalah 1. Sambutan2. Pembacaan ayat Alquran3. Khutbah pernikahan 4. Akad nikah5. DoaRasanya waktu lambat berjalan. Ian begitu tegang, berdebar, dan sedikit panas dingin. Walaupun pernikahan ini bukan pernikahan karena cinta, tetap saja aura syahdu dan khidmat sekaligus. Tak berbeda jauh dari Ian, Fafa yang berada di kamar tamu juga merasakan demikian. Dia hanya bisa melantunkan doa di dalam hati, untuk mengurai kegugupannya. Meminta pada-Nya agar diberi kekuatan dan kesabar
Read more
15. Sentuhan Pertama
Ian memperlakukan Fafa demikian bukanlah tanpa alasan. Fafa tidak menyadari, jika interaksi dirinya dan Ian sejak tadi terus diawasi oleh sepasang mata. Beda dengan Ian, dia sudah mengetahuinya sejak semua tamu undangan menuju ruang tengah. Ian tersenyum menanggapinya. Tatapan sepasang mata terluka. Katakanlah dia kejam, tapi memang itulah yang harus lakukan. Dia tidak suka jika Frans semakin menginginkan istrinya.Awalnya, semua pasti sudah memperkirakan  bagaimana sikap Ian memperlakukan Fafa setelah menikah. Hal itu adalah wajar, seumur hidup Ian tidak pernah berdekatan dengan perempuan manapun, kecuali mami sahabatnya.Anggapan itu tidaklah benar. Ian sudah banyak merenung semalam. Mulai detik akad nikah dia ucapkan, sejak itulah dia berjanji akan memperlakukan Fafa seutuhnya sebagai istri. Secara materi, Fafa pasti mendapatkannya. Rumah tangga tidah hanya soal materi, tapi juga kesenangan. Ian sadar, janjinya tidaklah mudah u
Read more
16. Patah Hati
"Tidur denganku!" perintah Ian.Fafa langsung membeku ditempat. Dia gugup."A-aku ...," Fafa tidak sanggup berkata-kata lagi. Suaranya tercekat di tenggorokan."Aku apa!" sahut Ian."Aku hanya mau duduk di sini, bukan mau tidur," jawab Fafa sembari menunjuk ke arah ranjang dengan ekspresi sedikit ngeri melihat wajah Ian.Demi apapun, Ian sekarang malu. Bagaimana dia bisa berfikir kalau Fafa akan tidur. Sekarang ini masih siang, tengah hari saja belum! 'Ian otakmu jeniusmu di mana sekarang ini! Memalukan!' batin Ian.Diam-diam Fafa tersenyum tipis melihat Ian meringis. 'Kenapa dia! Ada-ada saja, mau tidur katanya! Apa memang dia ingin segera meniduriku!' batin Fafa, lalu mengusap-usap lengannya yang tiba-tiba merinding."Huh, kenapa merinding begini. Bukankah sekarang dia sudah sah menjadi suamiku! Wajar jika tidur bersama, tapi juga tidak siang-siang begini!" gumam Fafa pelan
Read more
17. Luka Pertama
Melihat kelakuan adik Fafa dari kaca spion, membuat Ian tersenyum geli.'Dasar bocah?" gumam Ian.Ikhsan tertawa lebar. Dia senang, tidak sia-sia tugas robotik di bawa serta ke Jakarta. Ternyata, kakak ipar bersedia membantu mengerjakan."Kenapa bocah itu? Tertawa nggak jelas!" rutuk Ian."Dia terlalu senang, Mas Ian bersedia membantu mengerjakan tugas robotik. Katanya sudah satu bulan ini, belum berhasil.""Hhmm."Ian menuju kamar tamu. Tanpa mengetuk pintu, langsung masuk. Dia melihat Fafa masih tidur. Perlahan Ian mendekat, mengagumi Fafa. Ian takjub, bagaimana bisa gadis secantik ini dengan mudah mengiyakan syarat yang dia ajukan. Ian geleng-geleng. Sejak kapan dia begitu mudah menerima kehadiran orang tidak dia kenal.Ian melirik jam tangan, pukul 16:00 WIB. Sudah satu jam dia masih duduk di kursi yang ada di dekat ranjang. Memperhatikan Fafa tidur, akan dia masukkan daftar aktifitas favorit hariannya."Bangun!" Ian me
Read more
18. Maaf
Setelah Fafa keluar dari kamar utama, dia segera menuju ke taman. Dadanya terasa sesak, diusir Ian dari kamar. Dia bertekad akan mencari jawaban sendiri, jika Ian tidak memberi penjelasan.Cukup lama Fafa melamun. Hingga Tini datang pun, Fafa tetap tidak menyadarinya."Nduk!""Bulik!" Tini langsung duduk di sebelah Fafa, kemudian memeluk keponakannya itu. Dia bisa memahami keadaan pasangan baru ini. Mereka berdua baru bertemu, langsung menikah.Tini membiarkan Fafa menangis dalam pelukannya. Dielus punggung Fafa pelan. Tini membenarkan perkataan Rusdi dalam hati, 'Inilah hal yang menjadi sedikit keberatan dari Abang Rusdi, jika Ian dan Fafa menikah.'Fafa memilih bungkam. Ingin sekali dia bercerita, tapi tidak untuk saat ini. Dirinya masih terguncang dengan bentakan Ian. Fafa segera melepaskan pelukannya, kala mendengar panggilan dari Rusdi. "Dik, Nduk. Ayo masuk!""Iya Bang."Hari sudah menjelang malam. Waktu juga su
Read more
19. Dekapanmu
"Maaf," bisik Ian di telinga Fafa.Seketika Fafa blank, dia tidak menyangka jika suara rendah Ian begitu lembut masuk dipendengarannya. Ian menyadari jika Fafa terkejut dan nyaman dengan posisi terpaku.  "Bolehkah!"Bisikan Ian lagi, seakan membius Fafa. Reflek Fafa menjauhkan diri wajah dari Ian. Dia memandang Ian lekat, pun sebaliknya. Fafa langsung memalingkan wajah yang tampak merona. Mengetahui hal itu, Ian perlahan mendekat dan menempelkan pucuk hidungnya di pipi Fafa dan menggeseknya pelan.AahhTanpa Fafa sadari dia mendesah pelan. Ian semakin bersemangat. Ia berulangkali menggesekkan kembali dengan pelan pucuk hidungnya ke pipi Fafa. Ian sedikit kaget mendengar Fafa mendesah lagi dan lagi. Sungguh, suara rendah itu telah membangkitkan insting purba-nya. Ian menjauhkan wajahnya, menatap lekuk wajah Fafa dari samping. Fafa masih terlena, kedua matanya masih saja terpejam. 'Indah ... sangat indah!' ba
Read more
20. Bukan Malam Pertama
"Aku muak, semua orang menatapku iba. Aku ti-,"EegghhFafa langsung menyerang bibir Ian. Menyatukan bibirnya dengan bibir Ian. Dengan wajah merah menahan malu. Inilah yang terlintas dipikirannya. Bagaimana secepat kilat membungkam ocehan absurd Ian.Ian sangat terkejut, Fafa tiba-tiba mencium dengan tidak ada lembut-lembutnya. 'Baiklah jika ini maumu,' batin Ian. Fafa terkejut saat merasakan Ian memegang tengkuknya. Ian sekarang benar-benar melakukan, menyesap dan merasai bibir milik istrinya itu. Fafa menyesal telah melakukan ini. Sebuah langkah yang salah, skak mat. Maksud hati menghentikan ucapan Ian yang absurd itu, dengan menempel bibir agar diam. Tapi apa sekarang? Ian begitu menikmati. Fafa lemas seketika, malu kian bertambah. Entahlah, apakah setelah ini masih bisa memandang wajah Ian lagi.Dengan enggan, Ian segera menyudahi perbuatannya. Dia tidak tega melihat ekspresi Fafa yang  menatap dengan ekspresi kaget dan tak berdaya.
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status