All Chapters of Nice to Meet You Again: Chapter 91 - Chapter 100
105 Chapters
Tendangan Pertama
 Purrrffftt, Rika semburkan minuman yang pagi ini Neni buatkan, selama satu minggu ke depan itulah ritual yang harus Rika lewati bersama Neni.  Rencana program kehamilan dengan pemeriksaan lanjutan, selain obat pendukung yang Neni dapatkan dari teman dokternya untuk Rika, ritual terpercaya yang dulu juga Meliana lakukan selama satu bulan penuh juga Rika lewati. "Habiskan!" titah Neni menambahkan sekali lagi, sesuai dengan porsi yang harus Rika minum setiap hari.  Rika melirik ke arah Meliana yang membantu Arga mengikat dasinya, di ruang tengah dengan wajah yang terus memberi semangat lewat sebuah senyuman.  Minuman itu sangat pahit, rasanya pun menurut Rika pantas untuk dibuang ke selokan, tidak layak untuk diminum, tapi waktu itu dia tidak pernah melihat Meliana menyemburkan atau tampil tidak suka, Meliana bahkan meminumnya seperti meminum es teh manis saja.  "Apa itu sangat tidak
Read more
Tentang Ayah Arga
 Uwah, berulang kali video itu Neni putar, ia meminta Arga untuk mengirim video lima detik itu ke ponselnya agar bisa ia lihat kapan saja.  Neni tak berhenti melihat video itu, bahkan ia membalas lambaian di perut Meliana dengan lambaian nyata tangannya.  Ia begitu senang mendapati calon cucunya bergerak di malam hari, membuat Meliana kuwalahan menahan denyutan nyeri saat gerakannya semakin melebar.  "Arga, beri Ibu video lagi kalau dia bergerak nanti malam," ujar Neni, ia sudah memesan hal itu nomor urutan pertama.  Arga mengangguk, ia berjanji dalam hati kalau nanti bisa Meliana bangunkan, kebetulan saja semalam ia baru terlelap hingga mudah Meliana bangunkan, kalau tidak, maka ia tidak tahu yang terjadi apa.  "Kau pasti dapat, aku akan merekamnya lagi dan mengirim ke kalian semua, yang utama tetap Ibu," jelas Arga, ia mengangguk pada Neni yang tidak mau didahului.  Nen
Read more
Melepas Rasa Takut
 "Apa kau menungguku terlalu lama?" tanya Arga, ia terima sambutan dari istrinya itu dengan satu dekapan hangat dan kecupan lembut. Meliana menggelengkan kepala, ia raih tas dan jas kerja yang sudah Arga lepaskan sejak turun dari mobil, sempat matanya menangkap senyum Neni tadi, tapi wanita itu sepertinya membutuhkan waktu untuk sendiri setelah membuka sebuah cerita pada Meliana. Neni masuk ke kamarnya tanpa mengajak Arga berbicara lebih. "Sayang, aku tadi sudah mengurus kepindahan Juna," ungkap Arga. "Eh, iya, bagaimana itu, apa aman dan lancar?" balas Meliana gelagapan, ia tidak terlalu fokus. Arga mengangguk seraya mendekat, ia minta Meliana duduk ke pangkuannya agar tangannya bisa memeluk dan mengukur besarnya perut istrinya itu, setiap hari selalu berubah dan bertambah. "Apa dia senang tadi?" tanya Arga. "Siapa?" Meliana menelisik bingung, jujur, ia masih memikirkan perasaan ibunya,
Read more
Berjuang Bersama-sama
 "Bu," sapa Arga, tentu saja panggilan itu membuat Neni terkejut. Wanita itu lantas berbalik, ia membawa satu mangkok brokoli yang baru saja ia rebus untuk camilan pagi bersama kedua anak perempuannya itu.  Rika dan Meliana, siapa lagi selain mereka karena Harto sudah mengangkat dan menyebut dua anak itu menjadi anak mereka.  "Kau mau berkata apa?" Neni cukup was-was dengan ekspresi Arga.  "Tidak ada, aku hanya ingin menyapa Ibu saja, apa itu salah?" Neni membuang muka, tidak biasa, bukan salah, itu lebih tepatnya. Neni panggil Rika yang mulai mengendap-endap masuk, cucian piring kotor sudah menunggunya.  Walau Rika bisa memasak sendiri di rumah belakang, bukan berarti hal itu membuat mereka terpisah dan tidak bisa berkumpul atau melakukan aktivitas keluarga bersama. Ya, paling tidak untuk makan pagi bersama.  "Apa Juna bangun siang hari ini?" tanya A
Read more
Kerinduan Ayah
 Heri setengah berlari memasuki rumah Arga, di sana, di teras rumah itu sudah berdiri dua wanita dan satu pria yang cukup Heri rindukan. "Ayah," seru Meliana yang hampir berlari kecil, seolah ia lupa kalau tengah hamil. Beruntung Neni dengan sigap menahan tangan ibu hamil itu, Neni bawa Meliana ke dekatnya sampai Heri berjalan ke teras dan merentangkan kedua tangannya. Heri peluk anak termanis dan baiknya itu, menyamping karena perut Meliana yang semakin membesar. "Apa dia menendang lagi?" tanya Heri, ia mengerjap karena merasakan ada yang menyentuh pinggangnya. Meliana terkekeh kecil, ia lantas mengangguk dan membuat semua orang di sana, termasuk suaminya berlari mendekat, ingin melihat dan merasakan tendangan itu. "Sepertinya dia tahu dan tidak sabar juga Ayah datang," ujar Meliana. "Ah, benar, dia tahu kalau aku datang ya? Anak manis, dia pasti akan menjadi perempuan yang manis seperti
Read more
Tragedi Lakban Kardus
 "Sayang, aku akan mengantar ayah pulang nanti siang, kau mau ikut?" tawar Arga, ia berniat kembali diwaktu makan siang agar ayahnya tidak pulang terlalu gelap. Meliana sibakkan rambutnya, "Apa boleh aku ikut?" "Tentu saja, aku sudah bicara pada ibu dan dia mengizinkanmu untuk ikut denganku, kau mau?" tawarnya sekali lagi. Meliana lantas mengangguk, ia merasa aman kalau Neni sudah memberikan jalan di sana, tidak akan mudah ke luar dari rumah ini untuk hal penting sekaligus kalau Neni tidak memberinya izin. Arga siapkan keperluan kerjanya, meninggalkan Meliana yang masih sibuk mengeringkan rambut dan mengambil baju ganti yang lebih longgar, perutnya semakin besar dan tidak bisa memakai baju lama lagi. Tampak di ruang tamu itu kedua orang tua Arga dan Heri tengah sibuk membahas masalah rumah lama di kampung, entah usulan dari mana dan menurut Arga ada hati besar di sana hingga ayahnya mengajak Heri untuk meninggalka
Read more
Restu Neni itu Segalanya
 Masih ingat dibenak Rika akan kejadian bulan lalu di mana dirinya harus berlari keliling rumah Arga tanpa alas kaki sebanyak sepuluh kali karena melakban mulut Neni dengan sengaja.  Ia masih keukeh sampai hari ini untuk tidak terlalu banyak bicara pada ibu Arga dan ibu mertua Meliana itu, sekedarnya saja dan tetap melakukan apa yang Neni anjurkan selama proses programnya.  "Apa aku harus bersujud kepadanya, hah?" Rika berkacak pinggang.  "Kau tahu semua ini berkat bimbingan dan bantuan darinya, kenapa kau kejam sekali?" balas Juna, menyerah sudah kalau Rika mengibarkan bendera perang pada Neni.  Aku harus apa dan aku masa bodoh, itu yang ada dibenak dua orang yang sedang mondar-mandir di depan rumah. Mereka endak berangkat ke klinik untuk pemeriksaan lanjutan, satu bulan pertama proses program kehamilan ini, mendekati hari datang bulan berikutnya, Rika wajib kontrol untuk memeriksakan kandunga
Read more
Lemah Lembut dan Keras Kepala
 Harto buka pintu kamar yang sontak tertutup rapat itu, Neni tampak di dalam sana dengan mata yang basah.  Wanita itu berusaha menenangkan diri setelah mengomel di depan seolah memberi sambutan pada Rika dan Juna. "Kabar baik yang kau dengar, lalu kenapa kau menangis?" tanya Harto.  Neni menoleh, "Aku hanya terlalu senang dan aku tidak mau menunjukkannya pada anak-anak itu," jawabnya.  "Astaga, mereka kira kau tidak suka sampai Rika menangis di pelukan Amel." Klek,  Belum selesai Harto berbicara dengan Neni, Meliana yang baru saja ia sebut itu masuk ke kamar, ia balikkan tubuhnya lalu mengulas senyum di sana.  "Boleh aku bicara dengan Ibu?" tanyanya. "Kenapa? Kau mau berceramah padaku apa?" tuduh Neni ketus, tapi satu tangannya terulur meminta Meliana mendekat.  Meliana sambut tangan itu, ia lantas duduk ke samping Neni dan berhadapa
Read more
Rembesan Air
 Malam itu, Meliana siapkan makanan kesukaan suaminya, perut yang membesar mungkin menghalanginya untuk bergerak cepat, tapi tidak membuat Meliana lantas malas untuk melayani suaminya.  Arga masih mendapatkan apa yang ia mau, termasuk hak berkunjung pada buah hatinya itu.  "Dia makin suka bergerak ya, sayang?" tanya Arga sembari mengusap perut besar itu, menerima suapan dari sang istri yang terlihat mengembang akhir-akhir ini, apalagi bagian pipi Meliana.   Meliana mengangguk, "Dia suka nyapa orang kayaknya, sampai kalau ada abang sayur itu waktu pagi, aku sama ibu kan milih, dia ikut gerak nonjol ke kanan atau kiri gitu loh, Ga," ungkapnya.  "Beneran? Penasaran aku sama dia jadinya, nggak sabar Ayah ketemu kamu, Dek sayang." Satu kecupan mendarat di perut buncit itu.  Meliana terkekeh, anaknya itu terbilang sangat aktif, tapi saat mereka melakukan USG, dia sama sekali tidak menampilkan wa
Read more
Putaran Waktu
 Heri tak berhenti mengirimkan doa untuk anaknya yang tengah berjuang itu, begitu juga Surti yang ada di dekatnya, menyiapkan segala hal yang mungkin bisa mereka bawa ke rumah Arga, mereka akan menggantikan posisi Neni dan Harto di rumah itu mengingat Rika juga sedang hamil muda, butuh kekuatan pendamping agar tidak terlalu larut dalam suasana mencekam yang ada. Sementara di rumah sakit, Arga usap punggung dan perut bawah istrinya tanpa henti, matanya sudah sangat berat, tapi rintihan Meliana membuatnya kuat seketika. Arga tak hentinya melantunkan doa yang bisa membantu istrinya tenang, sedangkan Neni untuk sementara duduk karena tubuhnya ikut lemas. Semakin bertambah pembukaan Meliana, rasa sakit itu semakin dahsyat, semua berharap yang terbaik, entah itu normal atau nanti Meliana harus caesar, tidak masalah. Neni hanya ingin menantu dan cucunya itu sehat bersama, selamat dan bisa berada di dekatnya segera.
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status