All Chapters of Terjebak Cinta Segitiga: Chapter 71 - Chapter 80
81 Chapters
Kegembiraan dan Kesedihan
Sepanjang sisa perjalanan mereka tidak mengisi kabin mobil dengan obrolan lagi, tetapi dengan kesunyian.Hingga Revan menarik rem tangan saat sampai depan garasi indekos Venca.Gadis itu menunggu beberapa saat sebelum dia turun, menghela napas beberapa kali sambil menatap Revan. Pria itu menanggapi, tanpa menoleh sedikit pun ke Venca.Sebenarnya, dia juga ingin bertanya tetapi tak tega rasanya.Hingga akhirnya mereka menggumam bersamaan. “Um …”“Eh, sorry, Re. Kamu duluan,” ujar Venca.“Jangan, Ca, kamu aja duluan, mungkin, segala pertanyaan aku, ada jawabannya.”“Oke.” Venca gugup, dia meremat ujung kemeja birunya. “Ketika mendengar keputusan Tara kemarin, aku sedikit bahagia, Re. Meski, ini enggak ada benarnya. Masa, mau dicerai aku malah bahagia?”Revan memutar badan, mereka saling berhadapan.“Tapi, lama kelamaan, aku mengerti. Bahagia itu bukan
Read more
Pelangi Setelah Badai
Papa dan Tara masih berselisih tampaknya.Anak itu tak tahu diri, melenggak keluar rumah. Paling tidak, begitu kata Papa, tidak tahu diri!“Mamamu baru wafat saja, berani-beraninya kamu tidak menghadiri tahlilannya?” ujar Papa, matanya masih seperti orang kelelahan. Semalaman dia tidak tidur, sudah pasti. Kematian istrinya itu membuat dia syok tak terkira. Hampir saja mati juga kena serangan jantung.Tara menatap Papa penuh dengan rasa hormat, perlahan dia paham, perkataan Papa tidak sepenuhnya salah dan juga, perasaannya tidak sepenuhnya benar.“Maaf, Pa, apakah Papa mau Tara temani?”Mata Papa yang tadinya galak, sekarang berubah menjadi sendu. Dia duduk di kursi malasnya dengan lemas. Matanya lurus menatap foto pernikahannya dengan pigura besar di atas televisi. Tetamu yang datang mulai menyurut, sejak pagi tadi tak berhenti, lelah rasanya.“Pah,” Tara menyusul Papa yang duduk. “Paling enggak, kal
Read more
Malam Pertama Venca dan Revan
Aula hotel seperti disulap menjadi lebih indah. Kalau saja pernikahan pertama Venca besar-besaran, tak kalah, pernikahan keduanya pun megah. Revan anak pertama, dan juga anak lelaki satu-satunya, tidak mungkin kalau pernikahannya biasa-biasa saja.Meski Venca menyandang status janda. Dan Revan setengah mati meyakinkan Ambu soal statusnya ini.Dalam hati Ambu yakin, kalau Venca jujur soal dia bilang tidak pernah disentuh oleh mantan suaminya. Hari bersejarah untuk Revan dan Venca tiba. Meski dalam hati Venca sempat malu akan statusnya. Bukannya apa-apa, keluarga Revan sangat terhormat. Tampil jadi saksi akad nikah saja, walikota Bandung. Bagaimana Venca tidak minder? Venca mungkin minder, tetapi, bapak Venca bangga bisa sebelah-sebelahan dengan walikota. Meski dia juga kadang bertemu dengan pejabat-pejabat daerah. Prosesi akad dipimpin oleh penghulu, sementara Venca akan keluar dari ruang tunggu ketika akad s
Read more
Malam Pertama
“Jadi, tadi malam kakak ngapain aja?” tanya Safia penasaran. Sangat. Venca—gadis yang ditanya itu tidak menjawab apa-apa, dia hanya tersipu-sipu penuh arti. Sesekali dia mencuri pandang ke arah Revan yang duduk di berlainan meja dengannya.“Aku bukain kado. Seru, deh,” jawab Venca. Safia yang mendengar itu melemaskan pundak. Enggak mungkin kalau misalnya hanya buka kado saja. Masa iya? “Masa, si, Kak? Enggak ada adegan di ranjang gitu?” tanya Safia penasaran. Mata Venca membulat. Lantas menggeleng. “Paling di ranjang tadi kita tidur berdua. Terus, ngobrol, terus saling tahu kebiasaan sebelum dan sesudah tidur, begitu aja,” tutur Caca sambil menerawang. Safia menghela napas hampir tak percaya rasanya, kakak iparnya ini ugu sekali.  Sarapan kali ini, Revan dan Venca terpaksa turun ke bawah. Bapak Venca yang memintanya pagi ini. Lagi pula Bapak meminta Venc
Read more
Malam Pertama yang Tertunda
Mengendusi rambutnya yang terasa harum. Revan rasanya enggan beranjak ada sesuatu yang bangkit tatkala dia memejam dan merasa terpaku, tidak mau pergi sepertinya. Lantas ada sesuatu menggeliat dalam diri mereka, ketika mata saling bertemu. Tentu saja Venca gugup setengah mati, Revan pun tak kalah gugup.Lantas, wanita itu teringat dalam pejam, dia bangkit lalu menatap suaminya yang ada di depan wajahnya. "Makan malamnya jadi, Re?" tanya Venca pelan. Revan langsung menegakkan badan. "Eng, udah datang temenku. Um, aku mandi dulu sebentar," katanya. Venca mengangguk, deru dalam dadanya masih berlanjut. Bagaimana kalau Revan melanjutkan yang tadi? Tentu saja mereka kan sudah berstatus beda, kegiatan ranjang tentu saja menjadi kewajiban bukan?Revan dan Venca tercengang begitu keluar dari kamar. Ruang makan sudah ditata sedemikian rupa. Jadi bernuansa candle light dinner. Tentu saja ini menambah gelegak dalam diri Revan dan Venca.&nbs
Read more
Ancaman untuk Revan
Aktivitas pagi, rasanya tidak pernah terlewat oleh Revan, jadi hobi sendiri sekarang."Gue liat sebulanan ini, lo telat mulu dateng ke kantor," sindir Gibran. Setelah meeting direksi, lelaki itu membereskan barang sendiri. Revan punya sekretaris baru sekarang. Meski dia tetap ingin Venca yang menjadi sekretarisnya. "Kayak enggak tahu aja," balas Revan sambil menaikkan satu alisnya. Lelaki itu lantas mencatat sebagian hasil dari meeting hari itu."Ya, gue tahu, tapi, hampir tiap hari lo telat! Masa bos telat hampir tiap hari," sindir Gibran lagi."Iya, iya, besok gue enggak telat lagi," rutuk Revan. Dia bersungut dalam hati, tidak mungkin juga ditunjukkan ada karyawan yang masih duduk-duduk di ruangan ini, meski perlahan tapi pasti mereka keluar ruangan juga. Seorang resepsionis mencoba menghentikan seorang gadis yang mencoba masuk secara paksa, mencari Revan. Apa daya? Gadis itu terlalu kuat untuk dicegah, percuma kalau panggil s
Read more
Venca yang Cemburu
Venca masih terdiam sepanjang perjalanan ke rumah. Mungkin Revan mengerti apa yang istrinya itu rasakan malam ini. "Kamu cemburu, tadi Bunga ke kantor?" tebak Revan, dia memacu mobilnya dengan cepat, supaya cepat sampai ke rumah. Ingin cepat menyelesaikan masalah ini. Ya, coba saja kalau tidak selesai. Jatah pagi nanti tidak ada, dong? Begitu pikir Revan. "Ya, lagian ngapain, si dia ke kantor tadi? Dia jelas banget dulu suka sama kamu," sungut Venca, meninggikan suara, dia sebal setengah mati tadi ketika melihat Bunga sedang menatap suaminya dan jelas sekali bukan tatapan dendam atau marah. Revan mengulum senyuman, dia senang lihat istrinya cemburu begitu. Terus terang saja. Kalau perlu Venca cemburu setiap hari boleh, Revan akan dengan senang hati melihatnya. Cemburu itu tandanya sayang, kan? Menurut Revan begitu, setelah dua bulan menikah, perlahan dia paham sikap istrinya ini. Cemburuan, Revan menolong nenek-nenek mau nyebrang saj
Read more
Tara dan Papa
"Bagaimana, Tara soal akad ulang-mu?" Papa pagi ini bertanya soal akad ulang Tara dengan Rani. Saran dari Papa memang, demi sah secara agama dan juga tercatat di pemerintahan.Pasangan yang sah secara agama itu duduk di seberang Papa. Tampak semringah ketika Papa bertanya seperti itu. Ada rasa lega, ketika Papa bisa menerima, apalagi di rumahnya. Dan meminta tinggal di sana, satu atap, dan Tara anggap, yang penting akur! Karena sulit sekali memahami Papa, begitu menurut Tara dan Rani. "Insyaallah, jadi, Pa. Dua minggu lagi. Surat-suratnya sudah jadi, kita tinggal ijab saja," papar Tara. Dia saling bertatap dengan Rani yang ada di sampingnya. "Baguslah," sahut Papa datar. Sejak Mama meninggal, Tara dan Rani tinggal di rumah Papa, mereka banyak bersimpatik, tetapi tidak bisa memberikan kebahagiaan yang lain selain, menemani Papa siang dan malam.Tentu saja bergantian, Tara dan Rani dari pagi harus bekerja. Keadaan Papa memprihatinkan, b
Read more
Akad Ulang Tara dan Rani
Rani galau, tetapi bukan terhadap Tara dan pernikahan ulangnya. Dia memikirkan papa Tara. "Kamu enggak khawatir sama Papa kamu, Tar?" tanya Rani pada akhirnya, dia bertanya disela mau berangkat ke kantor, perjalanan macet yang menyebalkan. Matahari jam tujuh pagi seperti sudah tengah hari."Khawatir, tapi mau bagaimana lagi? Masa iya, aku tentang kemauan Papa? Dia sudah menentukan pilihannya, Ran. Mau tinggal di panti jompo, mungkin dia akan sedikit ceria, paling tidak bahagia, bisa bertemu orang yang seumuran dengannya," tutur Tara, sesekali dia menoleh ke arah Rani. "Ya, mungkin juga," ucap Rani. "Kamu mau undang siapa aja pas akad ulang nanti?" Tara bertanya. Rani tampaknya terlihat memicing, karena sinar matahari yang langsung menusuk retinanya. Dia menarik napas. "Paling Ibu, Bapak, Venca dan keluarga.""Oh iya, gimana kabar Venca?" tanya Tara. Ini hal yang sedikit membuat Rani kesal setengah mati kalau Tara
Read more
Venca yang Ngidam
Penuturan papa Tara memang ada benarnya, yang mendengarnya pun manggut-manggut.Rumah besar itu masih riuhbdengan tamu undangan yang rerata hanya kekuarga dekat saja. Termasuk kakak almarhumah mama Tara. Diskusi para orang tua juga masih berlanjut, kebanyakan mereka bahagia dengan kemajuan yang dicapai oleh anak-anak mereka. "Lha, yang dampingi kita ini, Dik, mesti kita rangkul, sayangi juga. Jangan sampe kamu kayak saya. Tidak pernah tahu keinginan istri saya, hanya menekan dia selalu sempurna, mengikuti-kata saya, dia tertekan." Wajah mendung itu kembali muram, hujan mungkin sebentar lagi."Sudah, Mas, sudah jalan Allah seperti itu," ucap ibu Venca. Banyak mengkhawarirkan keadaan papa Tara sebenarnya, apalagi dia mendengar, kalau papa Tara kebanyakan melamun dan juga menghabiskan waktu sendirian. Papa Tara mengangguk, rasa bersalah ini memang selalu hinggap, mungkin ini akan selamanya menempel dalam hati. Sampai nanti, hingga dia mati."S
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status