All Chapters of Terjebak Cinta Segitiga: Chapter 31 - Chapter 40
81 Chapters
Hari Terkutuk
Pikiran liar Tara adalah: paling tidak dia menunjukkan niat baik. Rasa kasihnya yang mulai timbul seiring tadi Rani memintanya menjenguk Caca. Lalu, kenyataan Venca yang memang kata Mamanya benar, cantik, dan masih perawan! Bukan berarti Rani tak cantik, tetapi, dalam keadaan serba—lemah sekarang, apa mungkin? Tara tak tega rasanya. Lalu, lelaki itu memikirkan tentang hasrat liarnya. Nafkah batinnya, apa iya, Venca akan rela memberikannya? Bukankah mereka boleh melakukan itu?  Gadis itu memandang tajam Tara sambil mencoba memutar pergelangan tangan yang dicengkeram oleh suaminya itu. "Lepas, Tar!" Tara mengerjap. Mungkin dia sadar, Venca tidak sepenuhnya milik lelaki itu. Walau mereka saling terikat. Lelaki itu memutar badan, lantas menggenggam lingkar kemudi. Mungkin belum saatnya, begitu pikir suami sah Venca itu, rahangnya mengatup, hasratnya itu memang tidak bisa dia pendam. Mana tega melampiaskan kepada Rani. 
Read more
Kembalinya Revan
CM 32Venca berusaha terlihat biasa dan tenang, walau jantung dan kepalanya bergemuruh. Dia mengulurk tangan duluan ke arah Revan.“Venca,” gadis itu berujar dengan percaya diri, menyingkirkan segala perasaan pribadinya terhadap Revan. Semua ini adalah hubungan professional—pekerjaan, karyawan dan bosnya.Pria itu menyambutnya, dan tersenyum. Dahinya sedikit berkerut, menatap wajah gadis itu yang pucat pasi. Juga kalau dugaannya tidak salah mukanya lebih tirus dari terakhir kali bertemu. Tidak bisa banyak komentar, karena, Papa Revan menyela pembicaraan.“Memangnya, syarat menjadi karyawan terbaik di sini apa?” tanya lelaki berambut putih itu. “Tentu saja, kami masih menelaah keadaan karyawan di sini, termasuk system kehadiran karyawan, bonus dan juga gaji serta hubungan atasan dan karyawan. Ehem!” Ayah mulai jail., Revan merasakannya, dia menoleh sesaat setelah lelaki itu berdeham. Wajah tua itu menyeringai seper
Read more
Gawat!
Dada Venca sesak tak karuan membaca pesan dari Ibu mengiriminya kabar. Sampai telepon antar—ruangan yang berdering berulang kali tidak dia angkat.[Ca, apakah sudah kembali dari bulan madu? Boleh Ibu berkunjung?]Tangan Venca gemetar tak karuan. Sekali lagi, telepon antar—ruangan itu berdering. Ponsel yang masih ada di genggamannya hampir saja terjatuh. Tak karuan rasanya hati gadis itu bingung juga harus jawab apa? Mau tak mau dia harus memberi tahu Tara. Tetapi bagaimana kalau dia punya ide lain yanhg lebih membuatnya gila?Ah! Sungguh tidak peduli sekarang Venca.Beberapa minggu pernikahannya, sudah tiga minggu kurang lebih, apa iya kalau dia menjawab masih bulan madu, orang tuanya akan maklum. Selama tiga minggu ke mana saja, dia harus jawab apa?Rasanya terlalu lama termenung dan berpikir, sampai lupa mengangkat telepon, sementara telepon itu terus menjerit.“Udah datang makanannya?” tanya Revan cepat dan datar.
Read more
Gawat! II
 Sementara itu, Tara yang pulang dari tes kesehatan pekerjaannya membawa kabar gembira untuk Rani. Ya, lelaki itu bergembira, paling tidak kecakapannya mencari pekerjaan tidak perlu lagi dia ragukan. Tanpa perlu koneksi dari Mama atau Papa bukan? Dia berhasil punya pekerjaan, dan juga gaji yang mumpuni. Dia menelusuri selasar rumah sakit, menuju tempat Rani dirawat. Dengan penuh senyuman, dia dorong pintu ruang perawatan.Ada Rani yang sedang tidur di ranjang pasien. Tara mengecup kening istri—sirinya itu, hinga membuat Rani terbangun.“Hei, ada apa, kayaknya gembira banget?” tanya Rani lembut.“Tebak, dong apa?” jawab Tara, dia masih tersenyum. Sambil tadi embawa makan siang yang terlalu sore untuk dirinya dan juga Rani, tentu saja.“Apa, si, Tar?” aku lagi enggak semangat main tebak-tebakan begini,” ujar ranni, wajahnya masih pucar. Selang infuse masih tertancap di tangannya.
Read more
Keputusan Mengecewakan
Jelas Tara bingung tak karuan."Bagaimana, Tar? Ibu mau mampir besok. Sekalian akhir pekan nginep di rumah!" tanya Caca, juga dengan suara yang gemetar. "Kamu enggak salah?"Rani menegakkan badan, dahinya berkerut. "Tar?"Panggilang dari Rani, jelas terdengar Caca. Dia mendengkus sekali lagi, dan terdengar di sambungan telepon."Kenapa, Ca? Kamu enggak suka?" Tara sinis bertanya ke Venca, tentu saja dia tahu suara istrinya itu terdengar. "Lebih baik, kamu pikirkan bagaimana caranya, nanti bisa SMS aku."Seketika tanpa salam atau apa pun. Sambungan itu terputus. Tara menatap handphonenya, ingin membanting benda itu. Tetapi dia tahan, biar bagaimana pun, Caca memang tidak patut dipersalahkan. Wajahnya yang merah padam terlalu terlihat oleh Rani. "Kenapa, Tar? Venca ngomong apa tadi?" tanya Rani, dia panik tak karuan.Tara mendudukkan badan di kursi sisi ranjang pasien Rani. Dia mengum
Read more
Ruwet!
Setelah sepanjang perjalanan diisi dengan kecanggungan dan juga saling berdiam diri. Tara dan Venca, sampai di rumah yang belum pernah gadis itu lihat sebenarnya, rumah pemberian orang tua Tara. Venca mematung di depan garasi memandangi rumah cukup besar itu. Di salah satu kawasan rumah menengah ke atas, Bintaro. Lepas Magrib ketika dia sampai, tentu saja rumah itu gelap seperti tak ada penghuni, memang tidak ada yang mengurus sehari-hari. Apalagi, ketika Rani harus dirawat di rumah sakit, dan rumah itu harus ditinggalkan. Tara, sudah masuk duluan ke dalam rumah. Menyalakan lampu taman, teras dan juga beberapa lampu ruangan. Venca menguatkan diri, dia melangkah masuk walau berat. Ini harus dilakukan, dia tahu itu. Walau tidak ada paksaan dan juga suruhan. Entah, badannya hanya mengikuti apa pun yang Tara mau. Walau hatinya dongkol setengah mati. Lelaki itu muncul dari kamar mandi. Gadisnya itu menyusuri dapur yang kotor. M
Read more
Kapan Punya Anak?
CM 37Tara yang masih berdiri di ambang pintu, menguap. Lantas mendengkus, dia melewati Caca ngeloyor entah ke mana, ke sofa tampaknya. Melanjutkan tidur, Venca sungguh tidak peduli, dengan cepat dia masuk ke kamar utama yang besar itu.  Lelaki itu terpaksa mengalah, demi kepentingannya juga. Kalau nanti ada aduan dari orang tua Venca, bisa hancur semuanya. Dia hanya memikirkan calon anaknya dan istri siri-nya. Sementara, Venca masih menaruh baju-bajunya ke lemari pakaian yang ada. Terburu-buru lantas dia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Tidak ada hiasan apa pun di dinding juga meja rias.  Tampaknya, matahari baru gagah bersinar. Venca, yang masih ada di kamar mendengar ada suara ribut-ribut di depan. Mampus! Detak jantungnya tak terkendali lagi. Jangan-jangan Ibu sama Ayah datang! Sepagi ini, pula!Nggak mungkin, rutuk Venca sendirian. Dia melangkah ke luar juga, demi rasa penasarannya. Dilihat Ibu yang terse
Read more
Kapan Punya Anak? II
Hari-hari ada orang tua rasanya membuat muak Venca. Belum berganti hari tetapi Ibu rasanya sangat menyebalkan, kuping terasa panas.Sejak selesai makan siang tadi, Ibu selalu menasihati Venca untuk makan selalu berprotein tinggi, Juga Tara yang mesti banyak manak toge.Boro-boro toge, Tara hanya suka sayur sop, lain itu dia suka salad, melihat selain sayuran yang ada di salad dan juga sop, Tara mual setengah mati. Mencium baunya saja dia enggan. Mual!“Nah, ini, sudah Ibu belikan toge, sayur, besok mungkin kita masak saja, ya,” usul Ibu, yang kini memakai daster panjang, menjelang makan malam. “Kamu juga kalau bisa jangan bekerja terlalu berat, kasian lho, organ badanmu, Ca,” usul Ibu lagi. “Apalagi, rahim kamu.”Venca yang sedag mempersiapkan malan malam, matanya mendelik, setahu dia kesehatan bada apakah pantas dibandingkan dengan kesehatan rahim? Lagi pula, bukankah kalau mens teratur setiap bukan itu sudah cukup? Be
Read more
Rumah Tanga yang Ruwet
 “Pokoknya, gue tidur di kasur,” titah Venca kepada Tara.Malam ini Tara sudah menduga tidak akan bisa tidur, ternyata, berdebat dengan Venca, sungguh sial. Uara gadis ini cempreng banget ternyata, mengganggu sekali.Tara tak acuh, dia membaringkan dirinya di ranjang. Tanpa peduli omelan Venca yang menyebalkan di telinga Tara.“Tidur aja situ, di samping gue kalo berani,” tantang Tara. Dia melihat wajah Venca langsung mengkeret ketakutan tentu saja, mukanya juga memerah, walau menunduk. Venca tidur seperti biasa, dia tidak pernah melepas kerudungnya.Tara masih memperhatikan gerak gerik itrinya itu yang sesekali mendelik ke arahnya. Dia mengambil bantal lalu ditaruh di sofa kamar itu. Juga mendengkus, Tara ini sangat menyebalkan. Dia menatap langit-langit kamarnya. Lampu sentral, Tara matikan, hanya ada lampu tidur.“Lo enggak lepas kerudung?” tanya Tara jail.“Enggak!” ketus Venca
Read more
Sandiwara di Depan Orang Tua
"Jadi, kalian harus akur," kata Ibu lagi, wajahnya begitu serius. Ibu hanya beranggapan, kalau pernikahan anaknya harus diselamatkan kalau tidak, akan hancur. "Hormatin suami kamu, Ca, dia itu nanti yang membawa kamu ke Surga, mau kan sampai Surga berdua ...."Venca masih bersungut-sungut, sementara, Tara masih mendengkus, sesekali meledek Venca. "Ya, ayo, Ca, minta maaf," cetus Bapak. Terang saja membuat Venca makin dongkol, kenapa dia yang harus minta maaf. Sama Tara lagi, amit-amit!"Maaf, deh," dia mengulurkan tangan ke Tara, yang hanya disenggol oleh lelaki itu. "Tara, kenapa kamu enggak cium saja istrimu?" usul Bapak. "Kalian ini kan pengantin baru, harusnya lebih mesra, ibaratnya, kalian masih merasakan, manis-manisnya pernikahan. Sesekali mesra di depan orang tua enggak apa-apa, toh?" Sontak mereka menoleh Bapak. Enggak mungkin! Ruangan itu rasanya beberapa saat dingin, Venca dan Tara membeku sesaat. Namun, Bapak
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status