All Chapters of My Pain Killer: Chapter 61 - Chapter 70
77 Chapters
Calon Suami
Malam telah menjelang ketika kami meninggalkan Kota Bandung. Niat awal akan kembali ke Jakarta sore hari, menjadi tertunda karena merasa belum puas dengan kunjungan nampak tilas kami di Kota Kembang tersebut. Apa yang kutakutkan selama ini saat mengunjungi Bandung tidak terbukti. Nyatanya kehadiran Ares benar-benar mampu menutup semua kenangan tentang Rio di kota itu.  Bukan karena aku benar-benar telah mampu menepiskan Rio dari hati, tetapi karena tempat yang kukunjungi bersama Ares kali ini benar-benar berbeda dengan tempat yang sering kukunjungi bersama Rio dulu. Jika dulu bersama Rio, dia lebih sering mengajakku ke tempat-tempat gaulnya mahasiswa borju di Bandung, tidak dengan Ares. Dulu dia lebih banyak mengajakku ke tempat yang memang sering dikunjungi mahasiswa dengan kantong pas-pasan. Seharian aku benar-benar puas menikmati kuliner kaki lima yang sering kami da
Read more
My Protective Man
Saat terbangun, kudapati lantai seberang tempat tidur sudah bersih. Tak ada kasur yang digunakan Ares untuk tidur digelar di sana. Bahkan si pemilik senyum miring itu pun tak kulihat ada di kamar. Aku meluncur turun dari tempat tidur setelah melihat jam pada ponsel menunjukkan pukul 05.20. Dengan langkah ragu menuju kamar mandi, mengetuknya pelan sambil memanggil Ares. Tak ada jawaban. Ruangan itu gelap ketika pintunya perlahan kubuka.  Mengenyahkan rasa heran, aku memilih untuk mengambil wudu. Berniat mencari keberadaan Ares setelah melaksanakan shalat subuh. Pintu kamar terbuka tepat sesaat aku keluar dari kamar mandi. Kulihat Ares datang menenteng plastik bening yang terdapat bungkusan makanan di dalamnya.  "Udah bangun?" sapanya dengan senyum lebar. Membalas senyumnya sesaat sebelum bertanya, "Dari mana
Read more
No Matter What, I'll Stand by You
Sapuan angin dingin terasa begitu menggigit  di kulit. Aku berusaha membuka mata. Namun, rasanya masih terasa berat. Seakan berada dalam lorong yang begitu gelap dan berputar. Sekujur tubuhku terasa nyeri tatkala berusaha menggerakkan anggota tubuh. Perlahan, aku merasakan dingin itu kembali makin terasa menggigit. Sesuatu seakan mengiris di kulit punggung.  Dengan bersusah payah, aku kembali berusaha membuka mata. Semua masih terlihat samar. Sesaat kemudian aku menyadari, bahwa aku tengah berada di antara semak-semak dalam kondisi tanpa mengenakan pakaian. Dengan perasaan ngeri, aku berusaha mengembalikan kesadaran. Berharap ini hanya mimpi buruk. Ketika menyadari di sekelilingku yang terlihat hanyalah tumbuhan seperti tanaman teh, tubuhku mulai menggigil. Bukan karena dinginnya udara, tetapi ketakutan yang menguasai.  Dengan kepala masih te
Read more
Hati yang Kembali Patah
Entah berapa lama aku tergugu dalam tangis, menumpahkan segala perasaan sakit yang tak mampu lagi tertahankan. Sakitnya melebihi sakit saat ditolak Ares dulu. Masih belum mampu menerima jalan takdir yang Tuhan gariskan untukku. Ares hanya diam seribu bahasa, menarikku ke dalam pelukan. membiarkanku melepaskan semua sakit yang entah bisa sembuh atau justru membunuhku. Pelukan Ares yang seharusnya terasa menenangkan, malah membuatku takut. Takut akan kehilangannya kembali, tetapi aku juga takut untuk terus melanjutkan hubungan dengan keadaanku yang seperti ini. Meskipun Ares mengatakan bahwa ia tak akan pergi. Namun, rasa takut itu seakan mencabik. Tak lama seorang perawat datang, membawa perlengkapan yang dibutuhkan untuk memeriksa pasien. Ares melepaskan pelukannya. Mengusap pelan sisa airmata di pipiku. Dia beranjak dari
Read more
Ambil Saja Nyawaku Tuhan
Aku kembali terjaga di ruangan dengan aroma yang paling kubenci. Aroma obat-obatan dan disinfektan. Kurasakan sesuatu ditempelkan pada area bawah hidung. Dan selang dengan kantong cairan bening yang menggantung di sisi kiriku kembali menjadi pemandangan yang pertama kali kulihat. Seperti kembali pada potongan kejadian beberapa waktu lalu. Namun, kali ini tanpa Ares yang menelungkupkan wajah di samping brankar.  Tiba-tiba saja aku merindukan sosok lelaki itu. Sedikit berharap ditengah rasa takut ini, ia kembali merengkuhku ke dalam pelukannya. Memberi sedikit ketenangan pada hati yang kembali bergolak. Penenang rasa sakit yang sangat kubutuhkan. Dengan mata mengabur oleh airmata, kulihat seseorang tengah bersimpuh membelakangiku dengan mukena, di atas sajadah tak jauh dari brankar. Menadahkan tangan tanpa menyadari tatapanku.  Saat sosok itu bangki
Read more
I Need You
Seraut wajah yang telah kurindukan menatap dengan ekspresi tegang begitu aku membuka kelopak mata. Mengerjap beberapa kali untuk meyakinkan diri sedang tidak berhalusinasi. Ingin segera menghambur ke pelukannya.   "Li ...." Wajah itu semakin terlihat nyata ketika ia bersuara. Dan senyum itu, meski aku tau bukan senyum terbaiknya, tetapi cukup menghanyutkan tumpukan rindu yang telah mengendap.   Tanganku bergerak hendak menjangkaunya, tetapi sesuatu menahan gerakanku. Aku terkejut saat mendapati kedua tanganku terikat ke samping sisi brankar.  "Kenapa aku diikat?" tanyaku dengan suara parau dan menatap Ares dengan tatapan terluka. Sungguh memalukan bertemu Ares dengan kondisi seperti ini. "Kata Buk Rom lo berkali-kali mau cabut infus," gumam Ares dengan tatapan pilu."Aku mau pulang. Mau ketemu kamu." Kali ini aku sudah tidak mampu menahan derai
Read more
Langkah Baru
Berbeda dengan persiapan pernikahan dengan Rio dulu, kali ini aku tidak terlalu terlibat banyak. Aku dan Ares sepakat untuk menggunakan jasa Wedding Organizers untuk mengurus semua keperluan pesta. Bukan karena aku tak bersemangat mempersiapkan hari bahagiaku, tetapi setiap kali mengingat persiapan pernikahan, traumaku kembali muncul. Bukan hanya trauma kehilangan Rio dulu, trauma akan kejadian beberapa waktu lalu masih terasa begitu berbekas. Entah berapa kali aku menyatakan pada Ares, bahwa sebenarnya aku belum begitu siap untuk melangsungkan pernikahan ini. Namun, di sisi lain aku juga tidak mau kehilangan Ares. Aku terlalu egois untuk melepaskannya. Lalu malam ini, ketika Ares kembali menghubungiku melalui telepon, menceritakan tentang kegiatan yang ia lalui hari ini, aku kembali mempertanyakan niat Ares untuk menikahiku. Mengungkapkan keraguan yang masih saja bercokol di dada. "
Read more
Luka yang Kembali
Hari ini adalah puncak dari segala persiapan selama dua bulan ini. Aku duduk diam dan patuh saat perias wajah memoles segala jenis kosmetik ke wajah. Tak berniat mencuri pandang akan hasil kerja sang perias tersebut. Saat ini pikiranku campur aduk. Ingin rasanya melarikan diri dan bersembunyi jika tidak mengingat bagaimana perjuangan Ares untuk meyakinkanku selama dua bulan ini. Tak berapa lama, pengeras suara terdengar dinyalakan di bagian depan rumah. Diiringi salam dan kata sambutan yang entah dari siapa. Sepertinya Ares dan keluarga telah sampai, dan kalimat dari pengeras suara tersebut memberikan sambutan untuk keluarga Ares. Tiba-tiba saja keringat dingin mengalir di punggung. Membayangkan sebentar lagi Ares resmi menjadi lelaki yang akan mengambil alihku dari papa. Membuktikan ucapannya beberapa tahun lalu untuk membuat kartu keluarga sendiri. Antara gamang dan geli jika mengingat tingkah konyol Ares dulu. Mungkin ada benarnya juga uc
Read more
Mimpi Buruk
"Ma, Lia nggak mau anak ini," cetusku ketika mama hendak beranjak keluar kamar. Ares tersentak, melepaskan pelukan yang sedari tadi tak ia lepas. Dari sudut mata, kulihat wajah Ares mengeras. "Lia mau aborsi aja. Mama kan dokter kandungan ...." Aku memperjelas kalimatku untuk meminta bantuan dari perempuan yang telah melahirkanku itu. Mengharapkan profesinya bisa menyelamatkanku keluar dari masalah saat ini. "Nggak bisa, itu melanggar kode etik dokter," balas mama berbalik menatapku datar. Tak ada kesan iba atau khawatir selayaknya seorang ibu pada putrinya. "Bukannya ada pengecualian untuk korban perkosaan?" Aku berusaha setenang mungkin mengemukakan permintaan, menahan airmata yang kembali berdesakan untuk luruh. Meski rasanya ingin berteriak sekencang-kencangnya agar mama mau sedikit berbelas kasih padaku. Anaknya yang saat ini tengah ditimpa kemala
Read more
Tempat Ternyaman
Aku baru saja beres membenahi pakaian ke dalam walk in closet saat Ares kembali masuk kamar dan menghampiriku. Duduk di tepi tempat tidur dan berkata, "Makan malam sudah datang. Makan, yuk," ajaknya dengan seluas senyum lembut terukir manis di bibirnya. Aku bangkit seraya mengangguk dan membalas senyumnya. "Pesan apa?" tanyaku saat mengikutinya keluar kamar. "Nasi Padang, biar Buk Rom nggak terlalu kaget," balasnya seraya merangkul bahuku. Aku kembali mengulas senyum. Betapa lelaki ini penuh perhatian, bukan hanya ke padaku, bahkan pada Buk Rom yang bukan siapa-siapa baginya pun tak luput dari perhatiannya. Keyakinanku makin tumbuh, bahwa aku akan menemukan bahagiaku bersamanya kelak. Meski kini aku masih tertatih meraup satu kata itu ke dalam hidupku. Dan aku berjanji untuk mampu bangkit setelah keterpurukan ini. Sesulit apa pun, akan kuusahakan. "Ibuk istirahat saja biar saya yang cuci
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status