All Chapters of CEO Mencari Cinta: Chapter 11 - Chapter 20
273 Chapters
Mengejar Bayangmu
 “Lama am ...” Ilham tidak dapat melanjutkan perkataannya. Diawasi lekat-lekat iris mata Tias yang masih menyisakan butiran bening menggenang di sana. Ilham sangat tahu, bahwa wanita itu bukan dalam keadaan baik-baik saja. Mengapa bisa demikian? Sebentar lagi, akan tahu jawabannya. Ilham memilih untuk mengawasi lewat gerak iris matanya yang mulai menunduk karena diperhatikan. Dia adalah wanita yang didamba. Bahkan lelaki dengan kumis tipis tersebut rela meninggalkan jabatan sementara mengurus perusahaan keluarga demi mengejar cintanya. Apakah dia sudah tahu, jika Tias sudah tak sendiri?“Kau menangis? Apa terjadi sesuatu?” Tias menggeleng. Dia wanita beragama. Tahu, bahwa menceritakan aib rumah tangganya pada laki-laki lain itu tidak dibenarkan. Tapi, mata tidak dapat berbohong. Lelaki itu melihat bahwa sang wanita sedang menderita. Ilham mencari cara lain agar Tias terpancing untuk bicara. Ilham adalah seorang pemimpin di sebuah perusahan
Read more
Tidur Di Sini
 “Yas, jangan kau pendam sendiri. Aku sahabatmu mulai sekarang. Berikan lukamu itu juga padaku, agar terasa lebih ringan. Jangan menolak. Dan panggil aku dengan nama saja. Aku lebih suka.” Ilham melepaskan pelukkannya, setelah Tias terdiam tidak terisak lagi. Dia menghapus aliran anak sungai air mata Tias dengan jempol kirinya karena lengan kanan yang terluka.Tias merasa teduh berada di samping atasannya itu. Dirinya merasa sudah kenal sangat jauh kepada lelaki yang menjadi Kepala Dinas di tempatnya bekerja tersebut.“Maaf.” Tias mengucap maaf karena sudah kalap di depan atasannya itu. Tias menutup wajahnya yang masih sembab karena air mata. Dirinya sungguh sangat malu setelah tersadar sudah memuntahkan isi kepalanya pada atasannya tersebut.“Jangan ditutup. Aku suka kamu apa adanya. Dari dulu sampai hari ini.”Tias tersadar. Dari dulu? Apakah mungkin lelaki itu dari masa lalunya? Tapi siapa? Bahkan dia ti
Read more
Tidak Usah Malu
“Tidak usah malu, Yas. Aku hanya bercanda. Boleh ‘kan bercanda? Biar tidak kaku.” Ilham membangun alibi. Lelaki dengan alis tegas dan tebal itu memelorotkan tubuhnya dan  memberikan bantal satunya kepada Tias agar sedikit lebih nyaman. Dia menyuruh Tias untuk tidur di sofa saja, tidak usah ditunggui. Tias beranjak dengan membawa bantal-nya. Senyum-nya cukup untuk bekal Ilham tertidur lelap Ilham malam ini.Wanita itu tidur di sofa dengan posisi meringkuk karena kedinginan AC menghadap ke arah sofa. Ilham melihatnya trenyuh. Sebenarnya dia ingin menganggkat tubuh wanita itu seandinya tangannya tidak terluka. Kalau dipaksakan mengangkat tubuhnya, jahitan dari lengannya akan terlepas. Maka akan makin lama mereka di sini. Sebenarnya, bagi Ilham sangat bahagia berada terus di dekat Tias. Tapi, bagi wanita itu bagaimana? Ilham terkesiap ketika Tias membalik badan. Kemudian, tak lama berselang ada suara dering ponsel. Bunyi telepon Tias mengalun. Ilham beranja
Read more
Memilih Setia
 “Aku makan dulu saja. ‘Kan sudah di tuangkan. terima kasih, ya. Aku tidak tahu jika tidak ada kamu.” Tias belum mengetahui jika diam-diam Ilham mentransfer uang untuknya sebanyak lima juta. Tias memang jarang mengecek tabungannya. Mungkin dia akan mengetahui setelah beberapa saat. Ya tentu saja, karena ada notifikasi yang masuk ke gawainya. Tias mengerutkan keningnya, dia tidak melakukan transaksi apapun saat ini. Tias memeriksa dari mana notifikasi itu muncul.   Tias mengerutkan keningnya mendapati sms dari bank yang dia gunakan untuk bertaransaksi uang. Keterangan dari SMS Bangking itu mendapatkan transaksi uang sebanyak lima juta. Tias terbelalak. Bagaimana mungkin ada uang nyasar sebanyak itu. Melihat hal itu Ilham ikut mengerutkan kening juga. Dia mengira-ira apa yang terjadi pada bawahannya tersebut.“Ada apa, Yas?” tanya Ilham.“Ini, ada orang mengirim uang ke rekeningku. Tapi ...” Ti
Read more
Canggung
Tias juga sebenarnya merasakan hal yang sama. Sungguh pun, dia menginginkan lelaki itu. Tapi, pilihannya jatuh kepada kesetiaan pada sumpah pernikahan yang telah di binanya sepuluh tahun yang lalu. Ilham merasa kecewa sekaligus bahagia bersamaan. Berarti, dia menjatuhkan cinta pada wanita yang benar meskipun kenyataannya belum bisa memiliki.“Ibu, Bapak ... maaf.” Suster terpaku di depan pintu melihat adegan mereka. Mereka intensif saling berpandangan dengan tangan Tias berada di mulut Ilham menekan sehingga terihat hal yang sangat privasi, walau sebenarnya mereka tidak melakukan apa pun karena dilihat dari pintu, perawat tersebut hanya melihat punggung Ilham yang menutupi tubuh Tias. Dengan posisi tangan Ilham memegang kedua bahu Tias. Sehingga perawat itu berstigma bahwa mereka sedang berciuman.“Suster, silakan masuk. Ada apa? Sudah boleh pulang ‘kah?” tanya Tias sambil melongok.“Maksud saya begitu. Saya akan menyerahkan s
Read more
Lepaskan Aku
“Mas, ini ... “ Tias menoleh kemudian terjadi hal yang membuat keduanya merasa canggung. Entah bahagia atau bahkan harus sedih. Keduanya menunduk, kemudian tergagap karena bel di belakang sudah berbunyi tidak sabar menanti mereka yang tidak juga bergerak. Entah Tuhan atau Setan yang memepertemukan bibir mereka. Tias ngedumel karena serentetan klakson mengusir mereka dari tempat itu. Jika boleh diulangi, Tias merasa sangat mendamba sentuhan itu yang sudah entah terakhir kapan didapatkan dari suami tercintanya. Wanita itu menyetir dalam diam. Mereka membeku tanpa ada yang ingin memulai pembicaraan. Hanya deru mesin saja yang menemani mereka. Semua terasa beku, canggung dan dingin. Ciuman tidak sengaja itu membuat batas tembok raksasa antara mereka. Deru mobil berjalan lebih cepat dari batas waktu yang seharusnya. Tias seorang supir yang handal. Jangankan di jalan mulus, di jalan berlumpur dan bergelombang saja dia ahlinya.&
Read more
Tolongin Gue
Ilham berjalan menuju ke arah lift untuk menuju ke kubikel apartemennya. Saat sebuah suara teguran menyapanya, membuat dia tergagap. Lorong itu menjadi jejak-jejak dirinya memenuhi pikirannya dengan sang wanita. Wanita yang dari enam belas tahun lalu menjadi penghuni di dasar hatinya. lelaki berambut undercut itu membuka apartemennya dengan kartu kunci. Setelah menempelkan kartu itu, lelaki itu membuka pintu kamar, kemudian merebahkan diri. Rasa nyeri mulai terasa, karena anastesi mungkin sudah hilang pengaruhnya dari tubuhnya.Lelaki itu melihat ke arah lukanya. Tertembus darah dari dalam perbannya. Dia meringis merasakan perih yang mendera. Dengan sedikit usaha, membuka perbannya untuk melihat lukanya, mengapa bisa mengeluarkan darah lagi. Di ambil gawai dari saku celananya. Setelah ketemu, di dial nomer telepon sahabatnya, untuk melihat dan mengobati lukanya.“Hallo, Vid. Tolongin gue.” Suara Ilham sedikit berat karena menahyan nyeri.“Lo di
Read more
Lo Gila
Ilham membuka kulkas yang berada di pojokan, kemudian melemparkan minuman kaleng yang selalu tersedia di lemari pendingin itu. Dia mengambil juga beberapa cemilan untuk di makan mereka berdua sambil ngobrol. etelah melempar kaleng itu dan di tangkap oleh David, Ilham duduk di kursi ruangan itu, diikuti oleh dokter muda itu di depannya. Bunyi karbonasi dari soda terdengangar tanda kaleng mulai di buka.“Lo jangan kaget. Gue bertemu dengan Tias,” ucap Ilham. David berhenti meminum minumannya, merasa kaget. Lelaki berperawakan tinggi tegap itu sedikit tidak suka dengan perkataan sahabatnya itu. Pasalnya, karena wanita itu sahabatnya itu tidak mau mengenal wanita lain selain dirinya. Bahkan terkesan antipati pada wanita. Oleh sebab itu, David tidak suka jika sahabatnya itu ketemu lagi dengan wanita itu. Entahlah, bukan bahagia, tapi malah merasa tidak suka. Alasannya, karena belum tentu wanita itu mencintai Ilham seganteng apapun rupanya. Karena kad
Read more
Aku Lelah
“Dari mana kamu?” Tias yang tadi mengendap bangkit dan menegakkan tubuhnya.“Aku sudah bilang kerja. Kenapa, Mas? Tumben kamu peduli. Itu terasa aneh.” Tias mulai tidak respek lagi dengan suaminya itu.“Kerja? Kerja apa? Tidur dengan laki-laki? Sampai nggak pulang sehari semalam.”Dada Tias naik turun mendengar hal itu. Rasanya ingin meledak saja. Bagaimana bisa, lelaki yang sudah di nikahinya sepuluh tahun itu bicara seenak jidadnya seperti itu.“Bisa nggak nggak ngaco ngomongnya. Aku kerja dan kamu tahu, aku hampir mati karena di begal. Kamu seenak jidadnya bilang aku tidur dengan lelaki!” teriak Tias.“Alah, bilang aja lo kesepian. Ini yang buat gue malas pulang. Lo selalu membosankan dan suka menentang gue,” sarkas Galih.Suara nafas Tias kembang kempis menahan amarah dia lemparkan tasnya ke sembarang arah, kemudian menuju kamar mandi. Dihidupkannya shower untuk menimpa tubuhnya
Read more
Mulut Pedas Galih
“Siapa yang mulai?” bela diri Galih, padahal jelas dirinya yang mulai mengeluarkan kesarkasan pada tias.“Siapapun yang mulai, tidak penting. Aku capek, dan mau ganti baju kalau tidak masuk angin.” Tias berjalan meninggalkan Galih. Tapi Galih tidak terima dan mengikuti Tias dari belakang. Setelah sampai mengejar wanita berhanduk itu, menghadang wanita itu untuk masuk ke kamar sebelah.“Tunggu! Makin hari, kamu makin kurang ajar. Aku belum selesai bicara!” Galih menghadang langkah Tias dengan merentangkan tangannya.“Mas, aku punya batas kesabaran. Kalau mau bicara, ayok. Tapi aku mau ganti baju dulu, dingin masuk angin.” Tias menyingkirkan tubuh suaminya, kemudian menutup pintunya rapat-rapat. Demi Tuhan! Kemarahannya sudah sampai di tenggorokan. Tapi, dia wanita dewasa. Tidak baik jika harus berantem terus. Lelah rasanya. Tias segera menyelesaikan mengganti baju. Setelah selesai, dia memoles sedikit wajah dengan m
Read more
PREV
123456
...
28
DMCA.com Protection Status