All Chapters of Jungle Love: Chapter 41 - Chapter 50
227 Chapters
Nekad
UCAPAN Abdi barusan membuat Tiara tercekat. Gadis itu seketika jadi merasa khawatir sendiri. Bagaimana kalau ternyata nanti kakinya bermasalah? Bagaimana kalau ternyata jalan itu entah berada di mana dan tak kunjung ditemukan?Tapi bukan Tiara Wardoyo namanya kalau tidak keras dalam mewujudkan keinginan. Meski berbagai kekhawatiran bercampur rasa bimbang masih menggelayuti benaknya, gadis itu tak mau melangkah surut.Usai sarapan pagi yang berlalu tanpa obrolan seperti kemarin-kemarin, keduanya segera berkemas-kemas. Tiara memasukkan pakaiannya yang kemarin dicuci dan masih agak basah ke dalam tas.Sementara Abdi melipat celana panjangnya, kemudian dibawa menggunakan semacam tas cangklong yang terbuat dari anyaman dedaunan palma. Mirip tas para maitua di Papua."Coba Ibu cek sekali lagi kondisi kaki Ibu, apakah sakitnya masih terasa?" ujar Abdi setelah mereka selesai bersiap-siap.Tiara menurut saja. Gadis itu tapakkan kakinya ke atas permukaan tan
Read more
Berbohong
Saat matahari sepenggalah, keduanya berjalan meninggalkan pondok. Abdi tak lupa membawa kuali besar yang diisinya dengan air sungai sebagai bekal minuman. Buah duwet yang tersisa masih banyak juga dibawa semua.Belum lagi berjalan jauh, drama sudah terjadi karena Tiara merasa bingung sendiri. Gadis itu tidak mau berjalan di belakang Abdi, ia takut karena selalu merasa ada yang membuntuti.Ketika kemudian oleh Abdi dipersilakan berjalan duluan di muka, Tiara semakin bertambah bingung. Gadis itu tak pernah menelusuri hutan seumur hidupnya. Kecuali hutan kota yang tentu saja berbeda kondisinya dengan di sini."Jadi bagaimana ini, Bu?" tanya Abdi kemudian, merasa bingung mencari solusi.Tiara mengernyitkan wajah, coba berpikir. Yang terpikir di kepala gadis itu cuma satu hal."Bagaimana kalau kita jalannya berjejer, samping-menyamping?" usul Tiara, meski dari nada suaranya ia sendiri tidak merasa yakin.Tentu saja itu bukan usul yang bagus. Berj
Read more
Melanjutkan Pencarian
JANTUNG Tiara kebat-kebit, takut kebohongannya diketahui Abdi. Gadis itu pun memasang senyum lebar untuk menutupi kepura-puraan di wajah. Deretan giginya yang putih dan rata tersembul.Abdi pandangi wajah atasannya sejenak. Ekspresi pemuda itu datar, cenderung dingin. Sepasang matanya menampakkan sorot menyelidik. Tatapan yang membuat Tiara merasa sangat tidak nyaman."Ibu yakin kaki Ibu tidak apa-apa?" tanya Abdi lagi, penuh tekanan. Agaknya pemuda itu belum merasa yakin dengan jawaban singkat Tiara barusan.Tak mau kebohongannya terbongkar begitu dini, Tiara cepat anggukkan kepala. Senyum lebar di wajahnya tetap dipasang. Senyum untuk menutupi ekspresi wajah yang sebenarnya."Lalu, kenapa tadi wajah Ibu seperti merasa kesakitan?" kejar Abdi.Astaga, pemuda ini benar-benar ngotot! Kata Tiara di dalam hati. Diam-diam gadis itu jadi khawatir Abdi tahu kalau dirinya berdusta. Bisa gawat kalau begitu! Jangan sampai pemuda itu mencium muslihatnya.
Read more
Panik
ABDI terus berjalan menuju ke arah barat. Arah yang diyakininya merupakan posisi jalan raya di mana mereka kemarin berkendara dan mengalami kecelakaan. Tiara mengikuti dari belakang, sesekali sembari mengunyah buah duwet.Mereka melalui satu kawasan penuh perdu dan tanaman sulur yang bergelantungan. Setelah melewati tempat itu vegetasi terlihat lebih jarang. Pemandangan juga lebih terang tanpa perdu dan semak.Karena tak perlu berhenti untuk membuka jalan, Abdi percepat langkah kakinya. Di belakang, Tiara mau tak mau turut mempercepat laju jalannya agar tak ketinggalan.Dan di sinilah masalah mulai timbul. Karena berjalan lebih cepat, engkel Tiara kembali mengeluarkan rasa nyeri. Semakin lama nyeri itu semakin menjad-jadi. Membuat mulut Tiara mendesis tanpa henti menahan sakit."Bertahanlah, Tiara! Rasa sakit ini sepadan dengan jalan keluar yang nanti kau dapatkan!" Kembali Tiara menyemangati diri sendiri di dalam hati.Masalahnya, semakin Tiara me
Read more
Kehujanan
LIMPAHAN air dari langit mengguyur secara tiba-tiba. Tiara tak sempat melakukan apa-apa. Tahu-tahu saja segala sesuatu di sekitarnya telah basah. Blus putih dan rok di atas lutut yang dikenakan si gadis perlahan tapi pasti turut basah.Tiara memandang ke sekeliling dengan panik. Mencari-cari tempat untuk berteduh. Setidaknya bagian di mana laju air hujan dari langit terhalang lebatnya dedaunan. Tapi ia tak menemukan apa yang dicari.Sambil menggerutu sendiri Tiara beringsut ke bawah sebatang pohon besar nan tinggi. Seluruh tubuhnya sudah basah kuyup. Demikian pula dengan tas tangan miliknya yang tergeletak di tanah."Oh, hapenya!" seru Tiara sembari terjingkat kaget begitu mengingat smartphone miliknya di dalam tas.Kembali dengan susah payah Tiara beringsut, menggapai tas. Desahan kesal terdengar dari mulutnya begitu tangannya menyentuh benda tersebut. Sudah basah kuyup! Pastilah seluruh isi di dalamnya juga basah.Buru-buru Tiara membuka risletin
Read more
Bayangan Nakal
SETELAH dapat menguasai diri, Tiara kemudian bertanya, "Terus sekarang gimana? Apa yang harus kita lakukan?" Abdi diam sejenak. Agaknya pemuda itu tengah berpikir-pikir. "Menurut saya, ini kalau Ibu setuju, akan lebih baik kalau kita kembali ke pondok yang tadi saja. Paling tidak nanti malam Ibu tidak tidur di atas tanah basah seperti ini," jawab Abdi kemudian. Sambil berkata begitu tangan Abdi menepuk-nepuk permukaan tanah yang basah oleh air hujan. Air bercipratan ke mana-mana akibat tepukan telapak tangan tersebut. Tiara mengamini pendapat Abdi. Ia sungguh tak dapat membayangkan jika harus berbaring di atas tanah becek penuh guguran daun kering. Bisa-bisa malah tidak tidur semalaman. Tapi, bagaimana cara untuk kembali ke sana? "Tapi kakiku sakit sekali untuk berjalan," ujar Tiara. Tanpa sadar ia sudah membongkar kebohongannya sendiri. Abdi tak langsung menanggapi. Sebenarnya pemuda itu juga merasa kurang nyaman dengan ide yang ada d
Read more
Kecupan Kejutan
GELAP sudah membayang ketika akhirnya Tiara dan Abdi tiba di pondok. Hujan masih turun, namun sudah berubah menjadi rintik-rintik halus. Berganti kabut yang terlihat menggantung di mana-mana. Abdi langsung turunkan tubuh Tiara ke atas lantai pondok yang lembap. Gadis itu kemudian beringsut masuk lebih dalam, menuju ke tempat yang lebih kering. Tas tangannya yang basah kuyup dibawa serta, lalu isinya dibongkar. Mumpung suasana masih gelap tanpa cahaya, Tiara bermaksud ganti pakaian. Blazer di dalam tas ia keluarkan, lalu sekuat tenaga diperas agar tidak terlalu basah. Setelah beberapa kali memeras dan tak ada air yang mengucur, dilepasnya blus yang basah kuyup untuk diganti blazer. Sedangkan untuk bagian bawah gadis itu mau tak mau memakai celana panjang Abdi lagi. "Lumayanlah, setidaknya tidak basah kuyup seperti tadi," batin si gadis. Tiara ganti memeras blus dan roknya, untuk kemudian disampirkan ke atas dinding pembatas di tengah-tengah lan
Read more
Penyesalan
HENING kembali menyelimuti keduanya. Abdi masih diselimuti perasaan aneh. Pemuda itu sama sekali tak menyangka bakal mendapat kecupan dari Tiara. Entah kecupan apa itu, tapi kecupan tetaplah sebuah kecupan yang bermakna keintiman. Sementara Tiara sendiri benar-benar menyadari apa yang telah ia perbuat tersebut. Sebuah kecupan yang diniatkannya sebagai ungkapan terima kasih. Sekaligus permintaan maaf karena telah membuat repot Abdi selama seharian ini. Di lain sisi, jauh di dalam hatinya Tiara mulai merasakan benih-benih kekaguman. Yang lambat laun mulai tersamar, apakah itu sekedar kekaguman biasa atau ada rona-rona perasaan tertentu yang lebih mendalam. “Kamu belum jawab lho, Abdi,” ucap Tiara kemudian, memecahkan keheningan. Sekali lagi Abdi tergeragap kaget. "Emm, tidak apa-apa, Bu. Buat pelajaran saja," jawab pemuda itu kemudian. Jawaban tersebut membuat Tiara menduga-duga, apakah Abdi kesal padanya? Tapi kalau pun memang begitu, T
Read more
Demam
KETIKA kemudian bangun di pagi hari yang berkabut, Tiara merasakan tubuhnya panas sekali. Dengan punggung telapak tangan disentuhnya kening untuk mengetahui seberapa panas suhu tubuhnya. Tiara jadi terkejut sendiri sewaktu merasakan suhu di keningnya. Masih belum yakin, kedua telapak tangannya diselipkan ke bawah ketiak. Seketika terdengar suara keluhan dari mulutnya. "Oh, panas sekali! Kenapa tubuhku ini?" batin Tiara. Tak salah lagi, Tiara mengalami demam. Perasaan panik tiba-tiba saja menyergap gadis itu. Dengan mata nanar pandangannya diedarkan ke sekitar pondok. Tak ada siapa-siapa. "Ke mana Abdi?" gumamnya mendapati sopir perusahannya itu tidak terlihat. Seperti sebelum-sebelumnya, Tiara mengamati api unggun untuk mengetahui sudah seberapa lama Abdi pergi. Hal itu dapat ditebak dari panjang-pendeknya kayu paling atas di perapian itu. Hati Tiara menjadi lega sewaktu melihat hanya terdapat potongan kecil kayu yang ujungnya menghita
Read more
Maaf
ABDI lantas meninggalkan Tiara sendirian. Pemuda itu hendak menyiapkan menu makan pagi. Sarapan yang tertunda karena tadi pemuda itu langsung mengurusi Tiara begitu tahu atasannya itu demam tinggi. Ikan dan sukun yang dibawanya pulang segera diolah. Cara memasak yang dipakai masih seperti kemarin. Yakni dengan dibungkus daun, lalu dimasukkan ke dalam bola-bola tanah liat. Bulatan-bulatan tersebut lantas dikubur dalam bara api selama beberapa saat. Panas yang membakar permukaan tanah liat akan membuat sukun dan ikan di dalamnya matang. "Kita sarapan dulu, Bu," ajak Abdi setelah masakannya matang. Pemuda itu menata aneka hidangan buatannya di atas lantai pondok. Gerakannya sungguh sangat cekatan. Menu sarapan mereka kali itu masih sama seperti kemarin. Terdiri atas sukun, ikan sungai, serta beberapa dedaunan hijau. Meski sederhana, tapi kandungan gizinya tergolong lengkap. Setidaknya dalam hidangan tersebut ada karbohidrat di dalam sukun
Read more
PREV
1
...
34567
...
23
DMCA.com Protection Status