All Chapters of LES NOCES, LE MARIAGE: Chapter 11 - Chapter 20
63 Chapters
Chaptire 10
Aku tidak akan menyerah!Hari ini, aku mencoba kembali mendekati anak-anak Anna, sambil mengorek informasi tentang suami Anna yang bodoh itu! Aku menyisir rambutku, sudah mencukur, dan meraba-raba wajah tampanku, dan merasakan bulu-bulu di wajahku sudah ditebas, terasa halus dan Anna tidak akan risih seandainya ada kesempatan aku menciumnya. Shit! Membayangkan saja, aku sudah seperti seorang penjahat kelamin! Tidak! Bukan! Maksudnya, aku ingin! Shit! Pikiranku kacau, jika membicarakan Anna. Mengambil beberapa gel rambut dan menyapu di rambutku. Dadaku masih terasa terhimpit, tak ikhlas begitu saja Anna bahagia bersama orang lain. Ya, sangat egois tapi jika aku masih mencintai wanita itu, kalian bisa apa? Aku menarik napas panjang, dan melihat wajahku di cermin. Aku masih sangat tampan dan gagah, untuk merebut kembali Anna dalam pelukanku. Sepertinya aku harus menonton serial psikopat, bagaimana menghilangkan nyawa orang. Membunuh suami A
Read more
Chaptire 11
"Bunda makan." Aku hanya menggeleng, dan tersenyum ke arah anak-anak yang bersemangat makan, sedangkan aku sudah ingin menangis. Terkadang alasan inilah yang membuat anak-anak lebih betah sama orang lain, apa aku jadi ibu yang jahat? Aku terlalu meratapi nasibku. Evan sudah pulang, dia tahu mood aku yang mendadak buruk dan hanya terdiam sepanjang perjalanan, di belakang ada anak-anak yang terus saja bernyanyi. "Bunda." Air mataku turun dengan sendirinya, saat anak-anak polos ini mendekati diriku dan menyuapiku. Aku langsung menciumi Celena, dan dia tertawa terlihat gigi susunya yang putih dan rapih, ah, mereka alasan aku bertahan hidup, di saat aku dicampakkan begitu hina! Aku langsung berjalan menjauh dari anak-anak yang sudah bertengkar dan terduduk sendiri, di sofa single sambil meneliti lantai dingin tersebut. Danish sialan! Kehadiran laki-laki sial itu hanya memperburuk suasana, harusnya dia sudah mati duluan. Tap
Read more
Chaptire 12
Seumur hidupku, aku hanya satu mengenal laki-laki penting di hidupku, yang akhirnya juga menghancurkan hidupku. Setelah dia pergi, maka, kepercayaan diri dan rasa cinta yang telah dipupuk musnah. Tentu, semua akan terasa canggung, ketika ada laki-laki yang mencoba mendekati diriku, aku trauma, aku terluka. Danish sialan itu membuat hidupku terasa begitu hina, dan butuh bertahun-tahun agar aku membangun kembali kepercayaan dalam diriku. Aku hanya berjalan sambil menunduk di samping Evan. Aku tahu, laki-laki ini berusaha keras, aku juga berusaha keras walau semuanya terasa awkward. Sebenarnya usiaku sudah tua dan merasa sudah tak layak untuk berkencan, tapi aku tak bisa menolak ajakan Evan, hanya berjalan-jalan di mall. Biasanya aku akan membawa anak-anakku, tapi, aku telah membicarakan hal ini bersama dengan Aunty Ilene dan beliau yang menyuruh untuk mencoba membuka hati, walau ini tak mudah. Aunty Ilene tahu, trauma besar yang aku rasakan. Dan
Read more
Chaptire 13
Aku terduduk di hadapan Raja sambil menghisap rokok dan berkali-kali mengembuskan napas frustrasi, bayangan Anna berbahagia dengan anak-anaknya dan Evan sialan yang impoten itu. Anggap saja dia seperti itu agar mereka tak lagi punya anak-anak lucu, biarkan anak-anak itu menjadi anak-anakku. "Ya, kalau udah nikah mau diapain lagi?" Ah, sial! Raja tidak mengerti sama sekali. Bukan begitu cara mainnya! "Kan kita punya misi berbeda." Raja terkekeh, kawan laknat! Tidak membantu sama sekali. "Jadi, gimana?" "Nanti aku pikirkan caranya. Pokoknya ini harus jadi." Puntung rokok itu dimatikan dan menyugar kembali rambutku. Rasanya aku ingin bertemu dengan Anna dan anak-anaknya. "Aku nggak ikutan, bro." "Aelah! Ini bukan bunuh orang, tapi membantu teman untuk mengambil kembali apa yang menjadi miliknya." Bayangan wajah Anna, senyuman Anna, pipi tomat Anna, saat bibirnya yang mungil menciumku, saat celah sempit milikn
Read more
Chaptire 14
Aku menggigit bibirku, tidak akan membiarkan desahan lolos dari bibir ini walau sangat ingin berteriak kencang. Dengan melilitkan kakiku di pinggangnya, dan menciumnya penuh cinta dan nafsu. Dia tidak pernah gagal untuk memberiku kepuasan, aku meremas rambutnya, saat dia menghentakkan miliknya semakin kuat dan bunyi kulit bertemu kulit semakin kuat. Saat lidahnya menyusuri leherku dan menggigit kecil, aku menggigil. Ini gila! Lima tahun aku tidak terjamah, dan di saat puing-puing cinta yang masih tersisa ditambah desiran gairah yang terus meletup-letup, aku meledak! Aku mencakar punggunya, dan menahan napasku, ketika baru saja mencapai puncak yang membuat kepalaku pening. Ini luar biasa! "Capek, Sayang?" Aku membuka mataku, saat dia menatapku penuh cinta dan sangat lembut. Ya Tuhan, aku tidak bisa dibuat seperti ini. Karena tak bisa menjawab, aku membungkam mulutnya, dan mencium saat paha kami beradu dan menimbulkan bu
Read more
Chaptire 15
"Sorry." Entah kenapa, aku refleks mengatakan hal itu. Evan berbalik saat hendak membuka pintu mobilnya, aku hanya berdiri di sana menunggu reaksi darinya. Merasa seperti seorang kekasih yang ketahuan mengkhianati kekasihnya. Bagaimana mungkin?  "It's okay. Aku mengerti."  "No! I mean. Uhm, maksudku, kami tidak ada apa-apa. Sungguh, aku sangat membenci dirinya. Maksudku, kamu boleh masuk ke dalam." Aku menunjuk pada kantong putih tersebut. Evan juga menunduk mengikuti arah tanganku.  "Aku hanya kasih ini, buat makan siang." Aku tersenyum canggung, dan menerima pemberian Evan. Merasa serba salah. Evan juga tak bisa marah, walau saja dia merasa kecewa. Kami benar-benar terjebak di situasi yang tidak mengenakan seperti ini.  "Kamu mau masuk, nggak?" Evan menggeleng. Aku menarik napas panjang.  "I'm sorry." Evan tersenyum tipis, aku sedikit merasa lebih baik, daripada tadi merasa serba salah.  "No need to be s
Read more
Chaptire 16
Pandanganku tak pernah lepas darinya, saat tangannya memegang cup minuman dan menyeruputnya dan melewati tenggorokannya. Saat tangannya memegang anak-anaknya untuk menyebrang jalanan. Celine dan Celena yang membawa tas mini di belakang mereka dan berjalan dengan rapi. Tak sadar, tanganku sudah memegang ponsel dan mengabadikan hal itu. Pemandangan paling indah. Aku tersenyum, dan memotret lagi. Anak-anak sangat bahagia. Ya Tuhan, apa aku tega? Tubuh mereka mengalir darah yang sama. Tidak! Aku langsung menggeleng, jangan lembek dan jangan lemah! Dia berbalik dan aku pura-pura menunduk seolah sibuk dengan ponsel. Harusnya dia curiga ya, aku sudah punya suami dan kenapa mau saja? Huh, kenapa aku selalu bodoh? Atau jangan-jangan dia tahu semua kepura-puraan ini? Kami tiba di gerbang kebun binatang dengan patung gajah sebagai tanda selamat datang. "Bunda! Kita akan melihat Noah." teriak Celine girang. Aku benar-benar mengutu
Read more
Chaptire 17
Sebuah keputusan yang buru-buru memang bukan keputusan yang bijak. Apalagi, jika itu menyangkut tentang masa depan. Tapi, aku hanya ingin menghindar dari Danish sialan itu dan tak ada bayang-bayang dia di hidupku. Anggap saja anak-anak adalah peninggalannya, walau aku jadi seorang ibu yang egois, tapi, saat mereka sudah dewasa, mereka akan mengerti jika ayah mereka seorang yang bregsek! Aku hanya memegang tasku dengan ragu mengikuti Evan. Aku tidak yakin dengan laki-laki ini, tapi, aku terjebak. Terkadang, Anna memang bodoh dan gegabah, tapi, Danish adalah ancaman terbesar dalam hidupku. Evan berbalik dan berjalan lagi. Dia sedang mendorong troli belanja, dan mengambil apa saja di depannya, sebenarnya, kami berencana untuk barbeque party di rumah, sambil penjajakan. Ya, usia sudah matang, tentu masalah yang dibahas adalah keseriusan, aku seperti sedang bermain iseng-iseng berhadiah, jika beruntung, maka, aku akan mendapatkan jackpot
Read more
Chaptire 18
Saat laki-laki sial ini berada di sekelilingku, aku selalu merasa jika kesialan selalu menyertaiku. Vibes yang dia berikan selalu terasa buruk.  "Ini kalian hanya jadi penonton? Baiklah-baiklah, tunggu di situ, Tuan dan Nyonya."  Aku dan Evan hanya jadi penonton, tidak berselera untuk berbuat yang lain, karena Danish sialan ini. Dia dengan telaten menyiapkan alat panggang dan menyiapkan semua bumbu sendirian.  Celine dan Celena sudah bermain kejar-kejaran. Ada saja yang dibuatnya, membawa spidol coret-coret tembok, merusak atau menyerakkan apa saja.  Lihat! Sekarang keduanya tertawa bersama sambil mencoret tembok. Celena memegang spidol berwarna hijau, Celine memegang warna merah, keduanya berbicara dan kembali mencoret. Ah, menonton mereka ternyata lebih menyenangkan.  Aku tersenyum, dan lebih tertarik mendekat ke arah Celine dan Celena. Sebelum aku berbisik ke arah Evan.  "Tolong usir dia. Aku tidak pern
Read more
Chaptire 19
Long dress berwarna hitam, outer aksen gold yang memberi kesan elegant dan mewah, tapi tidak heboh. Mengelos sedikit bedak dan juga perona pipi dan lipstik mate yang tak terlalu mencolok. Hari ini, aku akan bertemu dengan calon mertua, merasa gugup tapi juga senang. Suatu langkah serius untung jenjang yang lebih jelas. Aku memang baru mengenal Evan beberapa bulan, tapi, Danish mengacaukan segalanya. Alasan terbodoh sebenarnya, ingin cepat menikah karena tak ingin diganggu mantan. Aku berbalik melihat dua putriku yang saling berebut selimut, masuk ke dalam keluar lagi dan tertawa bersama. Sebenarnya, aku nyaman sendiri, tapi kehadiran Danish kembali menjadi ancaman, aku masih dendam padanya, apa yang pernah dia lakukan masih membekas hingga kini. "Nggak mau peluk Bunda? Bunda udah wangi." Mereka bangkit dan memelukku, aku mengecup kepala mereka bergantian. Celine dan Celena anak yang manis. "Bunda mau pergi?" 
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status