"Sorry." Entah kenapa, aku refleks mengatakan hal itu. Evan berbalik saat hendak membuka pintu mobilnya, aku hanya berdiri di sana menunggu reaksi darinya. Merasa seperti seorang kekasih yang ketahuan mengkhianati kekasihnya. Bagaimana mungkin?
"It's okay. Aku mengerti."
"No! I mean. Uhm, maksudku, kami tidak ada apa-apa. Sungguh, aku sangat membenci dirinya. Maksudku, kamu boleh masuk ke dalam." Aku menunjuk pada kantong putih tersebut. Evan juga menunduk mengikuti arah tanganku.
"Aku hanya kasih ini, buat makan siang." Aku tersenyum canggung, dan menerima pemberian Evan. Merasa serba salah. Evan juga tak bisa marah, walau saja dia merasa kecewa. Kami benar-benar terjebak di situasi yang tidak mengenakan seperti ini.
"Kamu mau masuk, nggak?" Evan menggeleng. Aku menarik napas panjang.
"I'm sorry." Evan tersenyum tipis, aku sedikit merasa lebih baik, daripada tadi merasa serba salah.
"No need to be s
Pandanganku tak pernah lepas darinya, saat tangannya memegang cup minuman dan menyeruputnya dan melewati tenggorokannya.Saat tangannya memegang anak-anaknya untuk menyebrang jalanan. Celine dan Celena yang membawa tas mini di belakang mereka dan berjalan dengan rapi. Tak sadar, tanganku sudah memegang ponsel dan mengabadikan hal itu. Pemandangan paling indah. Aku tersenyum, dan memotret lagi.Anak-anak sangat bahagia. Ya Tuhan, apa aku tega? Tubuh mereka mengalir darah yang sama. Tidak! Aku langsung menggeleng, jangan lembek dan jangan lemah!Dia berbalik dan aku pura-pura menunduk seolah sibuk dengan ponsel. Harusnya dia curiga ya, aku sudah punya suami dan kenapa mau saja? Huh, kenapa aku selalu bodoh? Atau jangan-jangan dia tahu semua kepura-puraan ini?Kami tiba di gerbang kebun binatang dengan patung gajah sebagai tanda selamat datang."Bunda! Kita akan melihat Noah." teriak Celine girang. Aku benar-benar mengutu
Sebuah keputusan yang buru-buru memang bukan keputusan yang bijak.Apalagi, jika itu menyangkut tentang masa depan. Tapi, aku hanya ingin menghindar dari Danish sialan itu dan tak ada bayang-bayang dia di hidupku.Anggap saja anak-anak adalah peninggalannya, walau aku jadi seorang ibu yang egois, tapi, saat mereka sudah dewasa, mereka akan mengerti jika ayah mereka seorang yang bregsek!Aku hanya memegang tasku dengan ragu mengikuti Evan. Aku tidak yakin dengan laki-laki ini, tapi, aku terjebak. Terkadang, Anna memang bodoh dan gegabah, tapi, Danish adalah ancaman terbesar dalam hidupku.Evan berbalik dan berjalan lagi. Dia sedang mendorong troli belanja, dan mengambil apa saja di depannya, sebenarnya, kami berencana untuk barbeque party di rumah, sambil penjajakan. Ya, usia sudah matang, tentu masalah yang dibahas adalah keseriusan, aku seperti sedang bermain iseng-iseng berhadiah, jika beruntung, maka, aku akan mendapatkan jackpot
Saat laki-laki sial ini berada di sekelilingku, aku selalu merasa jika kesialan selalu menyertaiku. Vibes yang dia berikan selalu terasa buruk. "Ini kalian hanya jadi penonton? Baiklah-baiklah, tunggu di situ, Tuan dan Nyonya." Aku dan Evan hanya jadi penonton, tidak berselera untuk berbuat yang lain, karena Danish sialan ini. Dia dengan telaten menyiapkan alat panggang dan menyiapkan semua bumbu sendirian. Celine dan Celena sudah bermain kejar-kejaran. Ada saja yang dibuatnya, membawa spidol coret-coret tembok, merusak atau menyerakkan apa saja. Lihat! Sekarang keduanya tertawa bersama sambil mencoret tembok. Celena memegang spidol berwarna hijau, Celine memegang warna merah, keduanya berbicara dan kembali mencoret. Ah, menonton mereka ternyata lebih menyenangkan. Aku tersenyum, dan lebih tertarik mendekat ke arah Celine dan Celena. Sebelum aku berbisik ke arah Evan. "Tolong usir dia. Aku tidak pern
Long dress berwarna hitam, outer aksen gold yang memberi kesan elegant dan mewah, tapi tidak heboh.Mengelos sedikit bedak dan juga perona pipi dan lipstik mate yang tak terlalu mencolok. Hari ini, aku akan bertemu dengan calon mertua, merasa gugup tapi juga senang.Suatu langkah serius untung jenjang yang lebih jelas. Aku memang baru mengenal Evan beberapa bulan, tapi, Danish mengacaukan segalanya. Alasan terbodoh sebenarnya, ingin cepat menikah karena tak ingin diganggu mantan.Aku berbalik melihat dua putriku yang saling berebut selimut, masuk ke dalam keluar lagi dan tertawa bersama. Sebenarnya, aku nyaman sendiri, tapi kehadiran Danish kembali menjadi ancaman, aku masih dendam padanya, apa yang pernah dia lakukan masih membekas hingga kini."Nggak mau peluk Bunda? Bunda udah wangi." Mereka bangkit dan memelukku, aku mengecup kepala mereka bergantian. Celine dan Celena anak yang manis."Bunda mau pergi?"
Aku menyerah!Sepengecut itu. Lagi-lagi aku bersifat pengecut dan tidak layak mendapatkan apa pun dari Anna.Anna.Anna-ku.Sedih sebenarnya. Tapi aku tahu, hirarki tertinggi mencintai seseorang adalah melepaskan dirinya asal dia bahagia. Aku tidak yakin Anna bahagia, tapi dia tidak akan pernah bahagia jika hidup bersamaku.Aku hanya melihat gumpalan awan dengan suara pesawat yang seperti radio rusak. Mengingat senyuman Anna, anak-anaknya yang lucu. Aku akan kembali menjadi pengecut dan tidak akan pernah muncul di hadapan Anna.Teringat percakapan bersama Mommy dan Ayah yang terlewat begitu saja. Mereka tidak dapat berbuat banyak. Walau akhirnya aku berdamai dengan ayahku."Kamu kembali?" Suara Mommy bergetar. Aku hanya meminum air putih berkali-kali, sebenarnya ini keputusan terberat yang pernah kuambil. Anna sudah tidak menginginkan aku lagi, jadi apa yang kuharapkan?"Ya. Peker
Aku tahu, ini gila dan juga nekat, tapi, aku hanya ingin melakukan hal ini.Setelah berperang selama tiga minggu dan di sini aku berada, sebuah pesawat yang membawaku ke Amerika. Aku akan menuju California, sebuah perjalanan nekat yang akan menemui hasil atau mungkin menjumpai kekecewaan yang lain. Tapi, aku hanya ingin melakukan hal ini.Satu minggu, khusus untuk pelajari tentang kantor Go0gle dan aku sedikit tahu tentang suasana kantor tersebut. Diam-diam, aku merasa iri pada Danish sialan itu. Pantas saja dia mencampakkan aku demi pekerjaan di sana, bekerja di sana sangat menjanjikan dan dimanjakan.Aku menoleh ke samping, ke arah dua kurcaci milikku. Mereka ikut tentu saja. Sebenarnya, aku belum bisa mengatakan tentang kebenaran anak-anak Danish, aku ingin dia menyadari anak-anaknya sendiri, kalau dia sadar, jika dia yang telah menanam benih tersebut.Anak-anakku senang perjalanan ini, tapi sepertinya mereka sudah bosan.
Mataku tak pernah lepas dari studio ini. Studio adalah apartemen satu ruangan dengan kamar mandi penuh.Dengan studio kecil dan sedikit sempit di mataku, walau area dapur sedikit terpisah, ruang makan dan tidur dengan bentuk L. Seperti berada dalam satu kamar hotel dan pasti akan terasa sangat membosankan.Anak-anakku tidak akan betah tinggal di tempat kecil seperti ini. Aku bahkan rela menabung hampir lima tahun demi membeli rumah yang nyaman, dan akhirnya kesampaian dan anak-anakku bebas berkeliaran di rumah."Kenapa?" Danish berbalik dan bertanya, aku hanya menggeleng, mataku tak pernah lepas memperhatikan studio milik bujangan yang rapi sebenarnya dengan aroma kayu-kayuan khas laki-laki yang mengisi ruangan ini."Berapa harga sewa sebulan?""Kenapa? Kamu mau tinggal di sini? Kita bisa sewa apartemen yang punya dua kamar." Aku hanya mencibir. Memangnya siapa yang mau tinggal dengan ruangan kecil dan sempit yang memb
You're fighting me off like a firefighterSo tell me why you still get burnedYou say you're not, but you're still a liar'Cause I'm the one that you run to firstEvery time, yeahWhy do you try to deny itWhen you show up every nightAnd tell me that you want me but it's complicatedSo complicated.Betapa aku mencintai dirinya, saat dia pergi jauh lagi-lagi aku mengejarnya. Harusnya laki-laki sial itu bersyukur, bisa dicintai sebesar ini. Dalam hubungan kami, rasanya hanya aku yang berjuang. Aku meremas rambutku dengan kebodohan demi kebodohan yang kulakukan membuat dia semakin semena-mena padaku. "Anna. Kenapa kamu harus bertemu dengan laki-laki ini?" A