Semua Bab Pura-Pura Buta: Bab 21 - Bab 30
140 Bab
Pemecatan yang Menegangkan
  "Untuk Pak Heru, Lastri dan ….  Aku sengaja menjeda ucapanku. Pak Jayus bahkan harus menelan saliva menunggu lanjutannya.   "Bella." Makin terbelalaklah matanya mendengar nama terakhir yang kusebut. Pak Jayus menelan salivanya lagi.   "Bel--la, Bu?" Ulangnya memastikan. Aku mengangguk pasti.   "Pak Heru, kok bisa? Bukankah Pak Heru direktur utama di,"  "Memangnya ada masalah? Dia memang direktur di perusahaan ini. Namun Pak Jayus tentu tahu kalau saya juga mempunyai wewenang tertinggi di perusahaan ini." Pak Jayus mengangguk lemah. Dari wajahnya tampak gurat ketakutan.  "Bukankah di rapat kemarin sudah kita bahas, kalau laba perusahaan menurun. Anda pasti tahu apa penyebabnya?" Mataku mendelik tajam ke arahnya. Kuambil pulpen yang berada di atas meja dan memaink
Baca selengkapnya
Kedatangan Dua Benalu
 Sepanjang perjalanan hatiku gelisah. Aku memikirkan pembicaraanku dengan Mbok Yem di kantor tadi, lewat sambungan telepon.  Mereka? Nekat sekali mendatangiku. Apa Mas Heru belum memberitahukan tentang hubungan kami?    ***   "Mereka siapa Mbok?" Aku penasaran.    "Mertua Non dan adiknya Pak Heru."   "Mbok tanya, apa mau mereka datang ke rumah?"   "Katanya mau ketemu sama Non Delia. Sudah saya bilang kalau Non itu kerja, nggak ada di rumah. Eh malah maksa masuk. Kebetulan Dini yang bukain pintunya. Dia nggak tahu, mendengar kata mertua, ya ngasih izin aja buat masuk."   "Ya sudah Mbok, saya akan pulang sekarang. Tolong Mbok awasi terus gerak-gerik mereka," pesanku, mengakhiri pembicaraan.&
Baca selengkapnya
Bertemu Dengan Pak Darwin
 Rasanya benar-benar lelah. Dari urusan kantor hingga kedatangan dua beranak itu, membuat kepalaku sakit. Setelah kamar kukunci, segera aku bergegas mencari obat. Sepertinya hari ini aku harus istirahat total. Namun apa mungkin? Sedangkan semua urusan kutangani sendiri.   Lagi, ponselku tidak berhenti berdering. Setelah obat sakit kepala berhasil kutenggak, tanganku berusaha menggapai tas di atas tempat tidur. Mencari ponselku yang masih berdering.   Menyesal, seharusnya kubiarkan saja ponsel ini berdering terus, karena setelah kulihat layarnya, yang menghubungiku ternyata adalah Mas Heru. Tanpa pikir panjang kumatikan ponselku. Aku butuh dua-tiga jam untuk tidur. Setidaknya sampai sakit kepalaku berkurang.   ***   Ada suara yang mengusikku. Mataku mengerjap perlahan. Terdengar suara ketukan pintu. Kutajamkan pendengaran. Be
Baca selengkapnya
Orang di Masa Lalu Lastri
 Dimas?" Seruku, mencoba menebak. Aku yakin laki-laki ini adalah Dimas. Walau hanya sekali bertemu, tapi sering melihatnya di medsos.   Laki-laki di hadapanku ini tersenyum.   Aku duduk kembali bersama seorang laki-laki. Namun beda orang dan tempat. Ya, sekarang aku duduk di sebuah cafe, yang tidak jauh dari restoran tempatku bertemu Pak Darwin. Di hadapanku, duduk seorang laki-laki yang sebenarnya tidak kukenal baik, cuma tahu nama dan siapa dia dulunya. Dimas--mantan suami Lastri.   "Apa kabar?" Tanya Dimas memulai percakapan yang asing ini.   "Baik," jawabku singkat. Dia hanya tersenyum.   "Senang bertemu denganmu lagi," ujarnya. Dua alisku bertaut. Kupaksakan tersenyum.   "Kita hanya sekali bertemu, itu pun saat kalian nikah," kilahku. Aku tida
Baca selengkapnya
Hukuman Untuk Mas Heru
  "Non Del, non …!" Sayup terdengar suara teriakan dan gedoran pintu. Itu suara Mbok Yem. Kenapa dia harus berteriak sekencang itu? Tidak seperti biasanya. Kulihat jam di atas nakas menunjukkan pukul 04.40. pagi. Mataku memicing memastikannya. Bergegas aku turun dari ranjang untuk membuka pintu kamar.  Mataku mengerling tajam, mencari tahu apa maksudnya berteriak dengan raut wajah secemas itu.    "Non habis nangis ya. Wajahnya sembab gitu," tanya Mbok Yem menatapku lekat.  "Ada apa sih Mbok, pagi buta begini gedor-gedor kamar? Kalau cuma mau nanyain kondisiku, lebih baik, Mbok keluar," jawabku setengah kesal. Mata ini masih terasa berat karena semalaman aku menangis.     "Eh, bukan itu Non. Itu … di depan Non, di depan banyak sampah," ujarnya membuatku mengernyit. Aku tidak mengerti ap
Baca selengkapnya
Ketegangan di Malam Hari
  Cukup lama berada di kantor polisi. Walaupun sudah didampingi pengacara, tetap saja aku harus menjawab sendiri beberapa pertanyaan dari petugas polisi. Hampir satu jam berada di sana, akhirnya selesai. Mas Heru langsung diamankan, sedang Ibu dan Sita menangis histeris memanggil Mas Heru, saat ia akan dibawa masuk petugas ke dalam jeruji besi. Sempat kulihat wajah sembabnya menatapku sendu sebelum dibawa ke sana. Mas Heru ditahan terlebih dulu sampai digelarnya sidang pengadilan.    "Del, Ibu mohon, lepaskan Heru. Cabut tuntutanmu. Kamu mau hartamu kembali kan? Ambil rumah kami, ambil beserta isinya, tapi Ibu mohon bebaskan anak Ibu. Cuma dia harapan Ibu satu-satunya. Jangan ambil Heru-ku." Ibu menangis menarik lenganku, mengiba penuh dengan linangan air mata. Aku tahu Ibu sangat menyayangi Mas Heru. Mereka sangat dekat. Rumah yang ditempati Ibu dan Sita tidak dapat diremehkan. Harganya cukup tinggi, hamp
Baca selengkapnya
Penolong, siapa Dia?
  Aku semakin ketakutan. Siapa yang kuhubungi? Kenapa dia tahu namaku?   Sayup masih kudengar suara teriakan memanggil namaku dari nomor tersebut. Layarnya masih menyala, masih tersambung rupanya. Namun, aku tidak berani mengambil ponselku kembali. Mataku malah fokus ke depan.   "Bu Delia tidak apa?" Tanya Deni. Mobil kami terhenti. Dipaksa berhenti. Deni tidak dapat melanjutkan, karena dihalangi oleh empat buah motor yang berada di depan. Sedangkan ingin mundur juga tidak bisa, karena di belakang mobil ada dua motor lainnya. Mereka mengepung kami.   Aku terdiam. Meringkuk memeluk diri sendiri dalam ketakutan. Suara gedoran dari kaca jendela mobil saling bersahutan membuat suasana semakin mencekam. Suaranya memekakkan telinga.   "Bu, saya akan keluar untuk menghadapi mereka. Tolong kunci pintu ini secepatnya, se
Baca selengkapnya
Perkembangan Kasus
 "Om!" Dengan berlari kecil kuhampiri Pak Darwin. Rasanya senang melihatnya sudah datang. Lelaki berumur hampir setengah abad itu masih terlihat gagah di usianya yang tidak muda lagi.  "Kamu nggak apa? Apakah ada yang terluka?" Pak Darwin mengamatiku. Ditelisiknya wajah dan badanku. Tampak gurat kekhawatiran dari mimik wajahnya. Kugelengkan kepala dengan seulas senyum tipis menepis kekhawatirannya.    Kami berada di depan ruangannya Deni. Ruang inap kamar VVIP. Kutempatkan ia di kamar terbaik. Operasinya berhasil. Masa kritisnya sudah lewat. Namun sayang, Deni belum sadarkan diri. Syukur keluarganya juga sudah datang. Lega sudah ada yang menggantikan tugasku menjaganya. Kutunaikan tanggung jawabku atas apa yang telah menimpanya. Ada istri dan ibunya. Kutemui mereka untuk meminta maaf atas apa yang telah menimpa Deni. Mereka menerima dengan ikhlas dan tidak menyalahkanku, memaklumi kalau ini adalah kon
Baca selengkapnya
Menghilang?
"Del, kamu percaya?" Aku hanya mengedikkan bahu dan menggeleng.   Pertanyaan Pak Darwin pasti tentang pembicaraan kami barusan di kantor polisi.   ***   "Siapa?" Tanyaku dan Pak Darwin secara bersamaan.   "Lastri. Apa Bu Delia mengenalnya?" Jawaban petugas polisi ini refleks membuatku menoleh ke arah Pak Darwin. Ia hanya membalas dengan anggukan kepala.   "Iya, Pak. Saya mengenalnya. Apa kata Mas Heru? Kenapa dia menuduh Lastri, apa alasannya?" Tanyaku beruntun karena penasaran.   "Kita menangkap saudara Heru karena ada bukti transfer ke rekening montir yang menyabotase mobil Ibu 'kan? Nah, saudara Heru bilang kalau waktu itu, di hari ada transferan m-banking dari ponselnya itu ke rekening montir tersebut, yang menggunakan ponselnya adalah Lastri, bukan
Baca selengkapnya
Sebuah Ancaman
Aku merenung di depan meja kerjaku. Aneh. Sudah jam segini Dilan belum juga datang ke kantor. Ini bukan kebiasaannya. Dia adalah orang yang on time. Tidak pernah telat, apalagi tanpa keterangan. Kemana dia? Elsa--sekretarisnya mengatakan kalau nomornya dari malam tadi tidak dapat dihubungi.   Dilan, dimana kamu? Jangan buatku berprasangka buruk terhadapmu.  Ponselku berdering. Dengan cepat kugeser tombol terima.  "Bagaimana Son, ada kabar apa? Dilan?" Kuserbu Soni dengan beberapa pertanyaan. Tidak sabar ingin tahu informasi darinya, terutama tentang Dilan.   "Dari informan saya, dia mengatakan kalau Dilan terakhir terlihat di restoran Jepang semalam, bersama seorang perempuan," jawabnya.   "Perempuan? Siapa?" Kutegakkan punggung dan mendengarkan dengan seksama. Mendengar kata perempuan, hatiku bertany
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status